O2; it was hard

289 44 9
                                        

Jam sudah menunjukkan pukul empat pagi dan Mara masih berkutat di depan laptopnya. Sejak sore, Mara mencoba mengalihkan perhatiannya dari realita dengan mengerjakan skripsi. Walau pada kenyataannya, Mara sama sekali tidak fokus. Dia berkali-kali harus menghapus air mata yang terus-menerus jatuh.

Bukan tanpa alasan, selama yang Mara tahu, ayah dan ibunya adalah sosok orang tua yang sempurna. Mereka tanpa segan menunjukkan kasih sayang satu sama lain di depan Mara, juga selalu melontarkan candaan-candaan yang membuat mereka atau pun Mara tertawa. Jadi mendengar bahwa mereka memutuskan untuk tidak lagi bersama, membuat Mara heran sekaligus terpukul. Ditambah lagi keduanya memutuskan untuk pergi dari rumah, dimana rumah tersebut merupakan rumah yang mereka tinggali bahkan sebelum Mara lahir.

Mara kembali terisak, menyadari bahwa ketika nanti dia pulang ke Bandung, rumah itu akan kosong tanpa seorang pun menyambutnya. Kepalanya terasa akan meledak karena seharian dihabiskan untuk menangis.

"Hidup emang tolol," umpat Mara pelan.

Lama hanya termenung, kesadaran Mara perlahan mulai menghilang. Kepalanya terkulai di atas meja, tak peduli dengan nyaman tidaknya posisinya saat ini. Karena sejujurnya, Mara hanya ingin sejenak saja istirahat dari realita dunia yang menyakitkan.

𓇼 ⋆。˚ 𓆝⋆。˚ 𓇼

Dering ponsel membangunkan Mara dari tidurnya. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Badannya terasa kaku luar biasa karena semalaman tidur di kursi dengan posisi yang kurang nyaman. Mara mengucek matanya sambil mengecek ponselnya dan mendapati panggilan tak terjawab dan pesan dari Yoana—sahabatnya. Yoana mengingatkan Mara bahwa siang ini mereka ada janji temu untuk makan siang.

Mara segera beranjak dan menuju kamar mandi. Dia agak kaget ketika mendapati wajahnya sangat kusut dan terlihat menyedihkan. Kantong matanya membesar dan nampak lingkaran hitam menghiasi matanya.

"Gue jelek banget," gumam Mara.

Malas lama-lama melihat wajahnya yang terlihat menyedihkan, Mara segera bergegas mandi.

"Ini mah gue harus pakek concealer yang tebel biar mata gue yang mengerikan ini bisa ditutupi." Katanya sambil tangannya meratakan concealer di area sekitar matanya.

"Cerita sama Yoan gak, ya?" Monolog Mara, "kalau gak cerita nanti dia marah, tapi kalau cerita gue takut nangis lagi." Mara menghela napas berat.

"Pikir nanti deh."

Setelah merasa cukup puas dengan penampilannya, Mara segera memesan layanan ojek online dan mengirimkan pesan kepada Yoana bahwa dia akan segera berangkat menuju tempat yang telah mereka sepakati.

𓇼 ⋆。˚ 𓆝⋆。˚ 𓇼

Sampai di tempat tujuan, Mara mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Yoana. Saat dirinya sedang di jalan tadi, Yoana bilang bahwa dia sudah ada di tempat. Mara segera menuju meja nomor 13 begitu dia melihat Yoana sedang duduk disana.

"Lemes banget lo!" Sapa Yoana begitu menyadari keberadaan Mara.

Tanpa mengidahkan ucapan Yoana, Mara segera duduk. "Lo pesen apa, Yon?" Tanya Mara membolak-balik buku menu.

"Biasa, ayam bakar madu."

"Hm, samain deh. Minumnya teh tawar."

Saat waiters sudah mencatat pesanan mereka, Mara mencoba menyiapkan dirinya untuk memberitahu Yoana mengenai kabar orang tuanya bercerai. Dalam hati, Mara berdoa semoga dia kuat untuk tidak menangis.

"Lo kenapa deh? Kayak tekanan batin gitu," Yoana menyadari gelagat aneh yang Mara tunjukkan hari ini. "Masalah skripsi?" Lanjut Yoana.

Mara menghela napas pelan, "gue mau cerita sesuatu, tapi please, setelah lo denger lo jangan heboh dan jangan kasihani gue."

"Hah? Kasihani apaan?" Yoana menautkan alisnya, tak paham.

"Pokoknya janji dulu, jangan heboh dan jangan kasihani gue." Tegas Mara.

Malas bertele-tele, Yoana mengiyakan apa yang Mara mau.

Mara menarik napas dalam-dalam, "orang tua gue cerai."

Yoana yang sedang minum langsung tersedak dan batuk-batuk, dia mencoba menepuk dadanya yang sesak. Mara cuma bisa menghela napas melihatnya.

"Lo becanda? Gak lucu anjir!" Yoana mengibaskan tangannya. "Lo kalo ngomong yang bener, jangan sembarangan!"

"Gue gak mungkin bercanda sama hal kayak gini, Yon." Jawab Mara dengan gumaman lirih.

Ekspresi wajah Yoana melunak, dia langsung berjalan ke kursi Mara dan memeluknya, "Mara..."

"Gue udah bilang jangan kasihani gue kan, Yon."

Yoana melepaskan pelukannya, "iya-iya enggak. Kalo lo belum siap cerita semuanya sama gue gak papa, jangan cerita dulu. Tunggu siap aja."

Mara menghargai keputusan Yoana untuk memberinya waktu. Walaupun Mara yakin, Yoana pasti sangat penasaran. Pasalnya, Yoana adalah sahabat yang dikenal Mara sejak awal mula perkuliahan dimulai, walau notabene mereka beda fakultas. Sudah tak terhitung berapa kali Yoana berkunjung ke rumah Mara di Bandung dan bertemu dengan orang tuanya. Menerima kabar bahwa orang tua sahabatnya—yang sudah dia anggap seperti orang tua sendiri—bercerai, tentu membuat Yoana kaget.

Yoana mencoba mengalihkan pembicaraan ke hal lain; tentang perkembangan skripsi Mara, tentang pekerjaan Yoana sebagai copywriter, dan hal-hal remeh-temeh lainnya. Sampai akhirnya Mara menanggapi obrolan Yoana dan bercerita mengenai laki-laki yang memberinya sapu tangan di halte kampus tempo hari.

"Ganteng gak?!" Yoana mulai heboh.

"Lumayan."

"Ah elo sih Ra, makanya jangan telmi alias telat mikir! Jadi ilang kan kesempatan lo dapet gebetan baru."

Mara memutar matanya malas, "gebetan pala lo! Itu orang ngasih gue sapu tangan juga kayaknya karna udah terlalu risih liat air mata sama ingus gue meleber kemana-mana."

"Ya, jodoh mana ada yang tau sih, Ra. Kali aja sapu tangan itu perantara antara lo sama jodoh lo di masa depan. Who knows, kan." Yoana menaik-turunkan alisnya.

"Ada gila-gilanya emang lo."

Keduanya asik mengobrol sampai akhirnya jam sudah menunjukkan pukul satu, dan mereka memutuskan untuk pergi dari restoran tersebut. Yoana kembali ke kantornya, sementara Mara memutuskan untuk mampir ke Gramedia; membeli tinta printer dan persediaan kertas.

𓇼 ⋆。˚ 𓆝⋆。˚ 𓇼

— tbc

new character unlocked;

Huh YunjinasYoana Priscilla Lubis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Huh Yunjin
as
Yoana Priscilla Lubis

IndestructibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang