15; a trip

162 35 8
                                        

Atta mengendarai mobilnya dengan tenang di balik kemudi, sementara dua orang lain yang duduk di kursi penumpang sibuk mengoceh—mendebatkan sesuatu yang entah apa.

"Kan gue udah bilang, harusnya tadi ambil juga yang rasa leci! Lo malah ambil yang rasa stoberi semua, goblok bener!" Terdengar suara Helga meninggi.

"Warnanya mirip anjir, gue gak tau kalo gue ngambil rasa stoberi semua." Bela suara yang lain—Renoa atau yang akrab disapa Ren.

"Emang dasarnya lo tolol, sih. Nyesel gue menyerahkan mandat buat beli minum ke elo." Helga balas melengos.

"Ya maaf, sih? Nanti juga bisa beli lagi. Kayak di depan nanti gak ada minimarket aja." Ren tak mau kalah.

"Masih pagi, udah ribut aja lo berdua." Atta menyela keributan antara Ren dan Helga.

"Dia nih tolol, Bang!" Adu Helga.

"Gue udah minta maaf, Nyet!" Ren menoleh ke belakang hanya untuk menunjuk Helga di depan mukanya.

Helga yang melihat itu sontak menepis tangan Ren dengan kuat, membuat Ren mengaduh kesakitan sebab tangannya terantuk car seat.

"Lo! Kasar banget jadi cewek!"

"Bodo amat!" Helga melengos.

Atta menghela napas lelah, selalu pusing jika dihadapkan oleh kedua manusia ini. Ren dan Helga kebanyakan selalu adu mulut jika disatukan dalam ruangan yang sama.

"Gue harap kalian gak berantem kayak anak kecil di depan Mara nanti," Atta memperingati.

"Mau jaga image, Bang?" Ren memainkan alisnya, menggoda.

"Harusnya gak papa gak, sih? Biar nanti kalo Kak Mara jadi pacar lo, dia terbiasa liat gue sama Ren berantem." Helga menimpali.

"Kalo ngomong jangan sembarangan, Helga." Atta  memperingati.

"Lah? Emang dia bukan calon pacar lo, Bang? Gue kira lo ngajakin dia ke pantai karna mau pdkt?" Ren bertanya penasaran.

Dengan tegas Atta membalas, "gue cuma temenan sama dia. Udah, itu aja." Walau sebenarnya Atta juga tidak terlalu yakin mau melabeli apa hubungannya dengan Mara. Selama ini, mereka hanya sering bertemu dengan cara yang tidak terduga. Atta juga tidak menyangka, interaksi dirinya dengan Mara bisa berjalan sampai sejauh ini.

"Ada cewek cakep mah dipepet, Bang. Jangan dianggurin." Ujar Ren.

"Coba ngaca." Cibir Atta.

"Cakep." Balas Ren narsis.

Bukan Atta, justru Helga yang duduk di kursi belakang yang bereaksi berlebihan mendengar jawaban narsis Ren. Helga mengeluarkan suara seperti ingin muntah yang membuat Ren terkikik geli di kursinya.

𓇼 ⋆。˚ 𓆝⋆。˚ 𓇼

Ren dan Helga dengan kompak menerawang ke arah gerbang yang hanya sedikit terbuka, mencoba mengawasi Atta yang masuk ke pelataran kos Mara.

"Sampek dijemput ke dalem gitu, masa cuma temenan sih, Ga?" Ren memulai pembicaraan pertama setelah Atta meninggalkan mobil.

"Gue juga gak tau, sih. Bang Atta selama ini gak pernah keliatan deket sama cewek. Ini juga gue baru tau dia punya temen cewek namanya Mara." Balas Helga masih dengan mata mengawasi celah gerbang.

"Lo jadi adeknya kudet amat," Ren mencibir, "lo kan sering jadi babu nganterin makanan ke apartemen Bang Atta, masa gak pernah ngegep dia berduaan sama cewek?"

IndestructibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang