BAB 14: Berpura-pura

6 1 0
                                    

"Bagaimana bisa wajah seteduh itu dikirim oleh semesta untuk meruntuhkan perasaan dan kepercayaanku ?"

***

Dari sejak kecil sampai sekarang, aku selalu dipaksa untuk memahami semua orang, yang bahkan aku juga butuh dipahami.

Selalu dipaksa untuk mendengarkan keluhan mereka, padahal aku juga butuh untuk didengarkan.

Selalu dipaksa untuk mengalah, padahal aku juga menginginkannya.

Begitulah hidupku semenjak bunda Salsa meninggal, ayah menikah lagi dengan bunda Mita. Apalagi ketika Kakek Marco ingin merawatku, entah kenapa ayah malah menjadi marah dan memutuskan untuk pindah ke Jakarta.

Saat itu usiaku masih lima belas tahun, masih gadis kecil yang selalu menuruti ucapan Ayah. Berbeda dengan sekarang, beberapa pertanyaan tentang kejadian dua tahun silam memenuhi pikiranku. Sepertinya aku harus menanyakan ini kepada Ayah.

Lamunanku tersadar tatkala tanganku tiba-tiba disentuh. Aku langsung menarik kembali tanganku, lalu menatap tajam orang yang ada di sampingku.

Aku mendekatkan kepalaku ke telinganya. "Stop, seolah-olah kita tidak punya masalah, Kak. Urusin saja dirimu itu, tidak perlu memikirkanku," bisikku dengan pelan. Aku yakin Rama mendengarnya, terbukti saat dia langsung menoleh.

Kini kita saling menatap, tatapan teduh milik Rama yang mampu menggoyahkan hatiku, sedangkanku menatap dengan penuh amarah. Apa yang aku lakukan menurutku sudah benar, menjauhi orang yang tidak mencintaiku. Tapi apakah pilihanku kali ini sudah tepat? Atau aku harus kembali ke jurang yang sama?

"Rama! Kamu jangan nyari kesempatan, ya, ke Nada!" omel Bu Lala. Rama terlihat salah tingkah, "Nggak, kok, Bu, hehe," ucapnya seraya menggaruk kepala belakangnya.

Kalau saja Bu Lala tidak berbicara, mungkin kita akan terus menatap satu sama lain. Aish, apa-apan kamu ini, Nada, dasar bodoh. Yang ada nanti kamu malah jatuh cinta lagi, batinku.

Tak lama akhirnya sampai juga ke tempat olimpiadenya. Kami semua yang ada di mobil turun, ketika mobil sudah terparkir rapi. Aku, Rama, Bu Lala, dan Pak Kepala Sekolah memasuki gedung ini.

Sebelum masuk ke gedung ini, ada tiga orang yang sedang menunggu di pintu lobby. Satu perempuan memakai hijab dengan baju batik dinasnya, dan dua laki-laki yang sama juga memakai baju batik dinasnya Bu Lala dan Pak Kepala sekolah menyalami mereka. Sepertinya mereka guru-guru sekolah ini.

"Selamat datang Pak Jumo dan Bu Lala," ucap salah satu laki-laki itu, terlihat nametag yang terpasang bertuliskan Kepala Sekolah.

"Terima kasih, Pak," jawab Pak Jumo.

"Ngomong-ngomong, ini Rama, ya, Pak? Peserta yang selalu turut juara satu itu, kan?" tanyanya. Pak Jumo mengangguk lalu meraih pundak Rama untuk berada di dekatnya, "Iya, Pak, ini, Rama."

"Iya-iya, nanti dia yang akan ikut olimpiadenya?" tanyanya.

"Oh, bukan. Rama hanya ikut menemaninya saja, yang akan olimpiade itu siswi kami namanya Nada," jawab Pak Jumo. Aku segera mengangguk. Sepertinya dari tadi aku dilupakan, hanya Rama yang terus disanjung. Iya pasti lah, Rama sudah bolak-balik ikut lomba. Siapa yang tidak kenal Rama.

"Semoga menang, ya, Nak," katanya lagi seraya mengusap lembut rambutku yang dikuncir kuda.

"Aamiin, Pak. Terima kasih do'anya," jawabku yang menunduk kecil.

"Kalau gitu kami masuk dulu, ya, Pak, Bu. Takutnya acara mau dimulai," ucap Bu Lala yang menggiring kami semua masuk.

"Silakan," jawabnya lalu membukakan pintu kaca lobby.

Beberapa jam kemudian, kami sudah berada di lapangan gedung ini untuk menunggu pengumuman. Yap, setelah aku berkutat dengan kertas-kertas yang membuat pening, kini aku sedang duduk seraya menyeruput minuman gelas yang diberikan oleh panitia.

Oh iya, semenjak kejadian di mobil tadi, Rama banyak diamnya. Bahkan menengok diriku hanya sesekali saja. Aku mengedikkan bahuku tidak peduli. Jantungku berdegup cepat tatkala MC ingin berbicara.

"Baiklah, karena kita sudah dipenghujung acara. Dan juga terlihat wajah siswa dan siswi yang lelah. Kita cepat saja untuk mengumumkan siapa juara-juara lomba kali ini. Siap?!"

"Siap!!"

"Oke-oke, juara satu kali ini kita panggil ...."

***
Lanjut?
Komen?

Hubungan Tanpa StatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang