"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang"
(QS. Ar-Rum : 21)
🌷💌💞✨
Tanpa terasa, jam telah menunjukkan pukul 08.53. Sekarang Zunaira telah berada dalam kamarnya yang bernuansa putih polos. Ia didampingi oleh Ibunya-Maryam, calon ibu mertuanya-Umi Hanifah, dan calon adik iparnya-Aish. Mereka berempat sedang menatap fokus kearah layar datar yang menampilkan suasana menjelang akad disana.
Sedangkan para tamu undangan perempuan dan beberapa kerabat perempuan yang hadir dari kedua belah pihak, mereka menyaksikan nya melalui ruangan lain. Dihadapan mereka pun terdapat sebuah televisi berukuran besar yang sama-sama menyiarkan keadaan diruang akad saat ini.
Keluarga Rizhan dan Zunaira memang sepakat untuk membuat konsep pernikahan yang sesuai dengan syari'at. Tidak bercampur baur antara laki-laki dan perempuan. Untuk proses Ijab-Qabul akan dilangsungkan di Masjid yang terletak di bagian depan kediaman Atmadja. Sedangkan Zunaira dan para perempuan menyaksikan proses akad melalui layar televisi tersebut dalam ruangan tertutup yang tak jauh dari situ pula.
Para wanita terlihat tenang sembari menatap layar yang menyorot ke meja akad, sedangkan di tempat akad sendiri Ayah Zunaira-- Prio, dan Sang mempelai pria--Rizhan, sudah duduk saling berhadapan. Kiyai Hamid berada disisi lain meja akad, sedangkan disamping ayah Zunaira, ada seorang habib yang namanya masyhur dikalangan para ulama, beliau yang akan langsung menjadi saksi dan menikahkan kedua insan tersebut.
"Sebelum saya memulai Ijab Qobul ini, izinkan saya menyampaikan beberapa pesan atau wejengan untuk calon menantu saya." ucap Ayah Naira sembari menatap laki-laki yang beberapa saat lagi akan menjadi menantunya.
Rizhan menatap mata Ayah Naira kemudian mengukir senyum sembari mengangguk pelan. "Tafadhol, Yah."
Ayah Naira terlihat menarik nafas dan menghembuskannya perlahan.
"Nak Rizhan,"
"Setelah ini kamu lah yang paling berhak atas putri Ayah, Naira. Berjanjilah pada Ayah bahwa kau akan mengusahakan dunia akhiratnya akan baik-baik saja. Jangan pernah kau sakiti, apalagi kau lukai anak yang telah Ayah besarkan dengan segenap jiwa ragaku ini. Yakinkan Ayah bahwa Naira akan menjadi lebih baik dibawah bimbingan mu."
Rizhan bisa melihat dengan jelas netra calon Ayah mertuanya berkaca-kaca.
"Selama ini Ayah dan Ibu berusaha sebaik mungkin mengajarkan agama pada Naira. Kami telah perkenalkan Allah sejak usianya masih sangat dini. Kami didik putri kami dengan penuh kehati-hatian, berharap supaya aqidahnya selalu lurus dijalan Allah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Duhai Habibi [On Going]
Espiritual"Aku percaya menemukan dan ditemukan memang harus jatuh-bangun-putus asa. Lalu menelan perasaan kecewa berkali-kali. Hanya yang terus berjalan yang akan sampai pada tujuan, hanya yang berserah yang bisa menemukan muara arah. Hanya yang bertalian dal...