Terimakasih sudah membaca, dan tolong luangkan beberapa detik untuk vote. Ya?
____________________________________🫶🫧🫙💘🫠
[Happy Reading]Beberapa minggu telah berlalu, kini Zunaira semakin akrab dengan Safira. Jika ada waktu luang, mereka akan bertemu kemudian mengobrol atau melakukan kegiatan di Pesantren bersama. Dengan keberadaan Safira, Zunaira yang selama ini menjadi anak bungsu seolah merasakan bagaimana rasanya memiliki adik.
"Kak Laiba, kamu yakin mau melakukan ini?" tanya Safira. Ia memandang ragu kearah Zunaira yang tengah mempersiapkan sesuatu.
"Yakin. Kamu bawa kain-nya, kan?"
Safira mengangguk. Ia menyodorkan sebuah plastik berisi hijab lebar berwarna putih polos.
"Bagus!"
Zunaira mengambil plastik tersebut, kemudian memakaikannya pada sebuah replika kerangka manusia yang ia dapatkan dari lab IPA.
Setelah itu ia mengeluarkan sebuah benda yang dibuat dari tali rafia, benda itu dibentuk sedemikian rupa menyerupai rambut wanita yang panjang, lalu memakaikannya pada kepala kerangka tersebut.
Zunaira tersenyum jahil. Ia mendorong benda tersebut kedepan sebuah ruangan yang ia yakini ada Ustadzah Jihan didalamnya.
Kalian masih ingat dengan Ustadzah Jihan? Benar. Dialah yang sudah menjadikan Zunaira sebagai buronan pondok tempo hari. Jadi sekarang, ia ingin sediki~iitt mengerjai Ustadzah tersebut.
"Taro tangan kirinya kaya gini, Fir." titah Zunaira sembari berbisik.
Safira pun mengikuti ajaran sesat itu. Ia mengangkat tangan dari replika tersebut, kemudian menempelnya di sisi pintu. Sekarang jika ada seseorang yang keluar dari ruangan, bisa dipastikan ia akan terkejut melihatnya.
Saat ini masih masuk jam pembelajaran, itulah mengapa Zunaira dan Safira bisa dengan lancar melakukan rencananya tanpa terlihat orang lain. Safira disini, karena ia tidak mengikuti pembelajaran formal. Remaja itu merasa malu jika diusianya yang sudah belasan tapi harus mengulang dari tingkat Ibtidaiyah karena belum pernah lulus SD.
"Maaf ya Ustadzah, aku cuma bercanda dikit aja kok, hehe.." perempuan berpakaian serba hitam itu terkekeh kecil. Setelah itu ia mengajak Safira untuk bersembunyi didalam lorong yang tak jauh dari ruangan tersebut.
Satu menit,
Dua menit,
Tiga menit,
KAMU SEDANG MEMBACA
Duhai Habibi [On Going]
Spirituale"Aku percaya menemukan dan ditemukan memang harus jatuh-bangun-putus asa. Lalu menelan perasaan kecewa berkali-kali. Hanya yang terus berjalan yang akan sampai pada tujuan, hanya yang berserah yang bisa menemukan muara arah. Hanya yang bertalian dal...