"pasien atas nama Filbert Nathaniel?" tanya Felix khawatir.
"pasien yang baru saja ditangani?" tanya suster dan Felix mengangguk.
"silahkan naik ke lift untuk pergi ke lantai 6, pasien ada di ruang aster."
"terimakasih." balas Felix segera berlari menuju lift untuk sampai ke kamar inap yang di tuju.
Perasaannya tak tenang terlebih terakhir kali ia melihat Filbert diam termenung saat tangannya tertembak padahal biasanya dia begitu rewel di depan Devano hanya karna tergores kecil.
Ia bergegas memiringkan tubuh saat pintu lift belum terbuka sempurna berhenti sejenak dan kembali melangkah ketika papan kecil bertuliskan Aster di tangkap manik hitamnya. Ia bawa langkah lebarnya mendekati ruang inap itu dan membuka pintunya tanpa permisi.
"Fil___" ucapnya menggantung tatkala melihat pria manis dengan kening dan lengan yang di perban sedang duduk termangu menatap kosong lurus ke depan. Terdengar isakan lirih menyayat perih.
Felix melangkah perlahan, ia pandang lekat-lekat Filbert yang sibuk bergelung dengan isi kepalanya hingga tak menyadari kehadiran seseorang di dekatnya.
"Fil?" panggil Felix duduk perlahan di ujung brankar.
"aku malu." lirih Filbert masih dengan tatapan kosongnya.
"aku malu selalu bergantung pada kakak yang jelas-jelas banyak lukanya, aku malu bersikap buta dengan kesakitannya, aku bodoh tidak menyadarinya." ucap Filbert meneteskan airmata.
"kakak selalu menjadi pelindungku padahal tubuhnya kesakitan, pasti kakak malu memiliki adik manja sepertiku hiks." lanjutnya sesak menatap dinding.
Felix mengerjap cepat menahan airmatanya, ia bergerak mendekat memeluk tubuh Filbert yang nampak rapuh dan seketika tangisnya pecah terisak pilu.
"Ano tidak pernah malu mempunyai adik sepertimu, Ano selalu bangga padamu Fil."
"jangan menangis, Ano melakukan itu semua demi melihat senyum indahmu."Filbert mencengkram pinggang Felix saat merasa kepalanya terdenyut seolah ditekan sesuatu yang berat dan Felix hanya diam, membiarkan Filbert meluapkan kesakitannya.
"aaakkkhhhh kakakku kesakitan kak, kakakku berdarah, kakakku menangis... tolong kakakku."
Filbert tiba-tiba histeris saat melihat gambaran jelas dua anak laki-laki berbeda usia tengah menangis bersama menahan sakit dan Filbert yakin itu kakaknya.
"obatmu tidak kau minum?" tanya Felix dan Filbert tak menanggapi, ia menangis merasa kepalanya semakin sakit.
"aku ingin bertemu kakak, aku ingin minta maaf, aku penyebab kakak merasakan kesakitan hiks."
"aku ingin di pukul kakak, aku juga ingin merasakan sakitnya." lanjutnya semakin ngawur dan Felix hanya memejam merasa perih mendengar ucapan Filbert."ayah benar." lirihnya lagi.
"iyaa.... apa yang dikatakan ayah memang benar, aku tidak berguna."
"aku hanya menyusahkan kakak." ujar Filbert cepat."jangan bicara seperti itu, Ano akan marah jika mendengarnya." Felix mengusap lembut surai hitam Filbert.
"kau tau dia sangat menyayangimu kan?" Filbert mengangguk."dia sayang denganmu Fil, karna itu dia tidak ingin kamu kesakitan."
"dia sangat menyayangimu, bahkan dulu semasa kuliah setiap apapun yang dia makan atau sesuatu yang dia lihat, jika itu menyangkut tentangmu dia akan berkata "adikku menyukai ini." "jika Fil disini pasti dia memintaku untuk memborong cake itu Fel." dan dia akan tertawa lantang setelah mengatakan itu." Felix menerbitkan senyum tipis di paras tampannya."kamu tau? disaat dia berada di titik terendah, dia selalu mengatakan "aku tidak boleh menyerah, Filbert membutuhkanku." dan seketika dia kembali ceria seolah hanya kamu yang menjadi sumber kekuatannya."
Felix menyandarkan dagunya di kepala Filbert, mengusap punggung Filbert membuat lelaki imut itu lebih tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
2 BROTHERS || JOONGDUNK
Фанфик"katakan pada mereka akulah yang menewaskanmu." "aku ingin melihat bagaimana respon tua bangka itu." ia terkekeh berdiri meninggalkan mayat yang tergeletak dengan kepala putus. "tak ada yang mampu mengendalikan akal pikirku kecuali Jayden." Devano N...