Akhirnya Gusti bisa menghirup udara segar lagi, setelah tertidur hampir selama 5 tahun dirumah sakit membuat tubuhnya terasa sakit juga lemas. Hari ini, Gusti sudah bisa melakukan aktivitas fisik seperti biasanya dan berolahraga setiap pagi untuk mengembalikan kebugaran tubuh nya. Gusti memandang Bagaskara yang berjalan kearahnya dengan membawa semangkok bubur ayam dan juga teh hangat."Maaf mas lama, ngantri soalnya"
"Ndak apa-apa" Gusti menerima semangkok bubur ayam lalu melahapnya. "Pelan-pelan makan nya"
Bagaskara membersihkan noda bubur yang ada disudut bibir Gusti, rasanya Gusti merasa dejavu. Ngomong-ngomong soal mimpinya, apa Gusti bercerita sekarang atau nanti?
"Yayah?!" Galang berlari menubruk tubuh Gusti, hampir saja Gusti jatuh kebelakang. "Galang? Jangan kayak gitu lagi ya? Yayah gusti hampir jatuh" Bagaskara tak sengaja meninggikan suaranya.
"Maaf yayah gusti" Galang mencebikan bibirnya, Gusti hanya tersenyum. "Ndak apa-apa nak, sudah dek, galang ndak sengaja"
"Galang?! Sini" Teriak Gavesha dari kejauhan.
"Itu dipanggil sama kak vesha" Galang mengangguk lalu berlari menghampiri Gavesha yang bersama dengan anaknya Jaka dan juga Juna. "Jangan lari-lari! Nanti jatuh!"
"Aku... rasanya asing sekali" Bagaskara menolehkan kepalanya melihat Gusti.
"Asing? Mungkin... sebagian memori mas belum sepenuhnya pulih" Gusti mengangguk pelan. "Maaf mas kalau tanya ini... mas lupa kapan kamu hamil"
"Oh, itu tuh aku sama jaka sepakat untuk tanam rahim di luar negeri, ya kita faham lah kalau mas gusti sama juna itu sangat menginginkan anak kandung dari darah dagingnya sendiri. Jadi kita ke sana deh, terus pas mas tau tuh malah diemin aku" Gusti diam sejenak mengingat ucapan Bagaskara. "Mas bilang nggak perlu melakukan hal itu, karena mas bilang kalau aku itu sumber kebahagiaan nya mas dan aku pikir-pikir lagi kayaknya giliran aku yang membahagiakan mas gusti dengan menghadirkan buah hati kita"
Gusti tertegun dengan ucapan Bagaskara, bersyukur Gusti dipertemukan dengan sosok Bagaskara.
"Jadi... kalau mas gusti memang mau pengen punya anak lagi, kita bisa kok buat" Gusti tersedak dengan air liurnya sendiri, Bagaskara mengatupkan bibirnya.
"Yang bener toh dek?" Tatapan Gusti seperti om-om penggoda, membuat Bagaskara tiba-tiba saja gugup. "Y-ya bener lah, masa mas mau punya anak sama orang lain? Sedangkan aku udah usaha tanam rahim? Sia-sia dong aku"
"Eh? Ndak sia-sia" Gusti menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan Bagaskara, tangannya merangkul pundak Bagaskara. "Kamu... mau dengar ndak mimpi mas selama koma?" Bagaskara mengangguk.
"Mau"
"Tapi mas minta kamu setelah ini jangan diemin mas ya? Jangan ngambek juga? Gimana?" Bagaskara mengangguk kembali. "Oke"
Gusti pun mulai bercerita dari awal ia bertemu dengan Miranda didalam mimpi, sampai di detik dimana Gusti bercerita bahwa Miranda hamil anaknya membuat Bagaskara merubah ekspresi nya menjadi masam dan Gusti menggenggam tangan Bagaskara.
"Mau dilanjut ndak?" Tanya Gusti.
"Lanjut." Ketus Bagaskara.
'Kok brengsek banget mas gusti nya?'
Gusti bercerita kembali tentang dirinya bercerai dengan Bagaskara, lalu menyesal karena telah menyakiti Bagaskara dan mengingkari janjinya. Gusti melirik sekilas Bagaskara yang masih diam dengan ekspresi wajahnya yang berubah sendu, sampai pada akhirnya Bagaskara memukul paha Gusti keras.
"Aduh sakit dek!"
"Bisa-bisanya mas gusti mimpi aku meninggal! Kenapa?! Mau jadi duda anak satu iya?!" Bagaskara memberengut dengan kedua tangannya yang bersedakep didepan dada, Gusti terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMATI S3
Fiksi Penggemar"Mas udah janji kan? Buat nggak mengkhianati cinta juga kepercayaan ku? Kenapa mas mengingkarinya?" "Maafkan mas, dek? Tolong berikan mas kesempatan satu kali lagi untuk memperbaiki semuanya"