7. Tantangan Baru

81 45 6
                                    


Setelah dirasa cukup dengan olahraga pagi dan sarapan sederhana di pinggir sawah, Ikha dan Dina memutuskan untuk segera kembali untuk bersiap berangkat kerja. Namun, keduanya merasa sangat terkejut melihat rumah Ikha yang dikerumuni warga. Dengan perasaan cemas tentunya, Ikha berjalan cepat setengah berlari melewati kerumunan yang ada.

"Permisi, permisi," ucap Ikha dengan sedikit panik.

"Alhamdulillah Dek Zulaikha datang, tadi Ibu Alifah pingsan saat sedang berjualan di pasar," ucap salah satu ibu di sana.

"Astaghfirullahal 'adziim. Yaa Allah." Tanpa bertanya apapun lagi, Ikha segera memasuki rumah. Sesampainya ia di kamar, Alifah masih terbaring lemah di kasur, meski sudah sadar dari pingsannya.

Melihat kedatangan Ikha, ibu-ibu yang tadinya mendampingi Alifah mulai berpamitan satu per satu melanjutkan rutinitas masing-masing. Beberapa dari mereka bahkan berinisiatif meninggalkan jajanan pasar, buah, serta lauk pauk di dapur sebagai bentuk simpati terhadap apa yang menimpa Alifah.

Setelah rumah kembali sepi, Ikha segera membuat teh hangat dengan campuran bahan herbal, ketika akan menambahkan gula, Ikha teringat bahwa gula khusus penderita diabet sudah habis dua hari yang lalu. Nanti harus beli, bodoh banget aku, bisa-bisanya lupa beli! batin Ikha

Dengan hati-hati, Ikha membantu Alifah meminum teh buatannya. Selama kurang lebih setengah jam Alifah tidak berbicara apapun, pandangannya masih tampak shock, seolah memang ada sesuatu yang begitu besar terjadi hingga mengguncang kejiwaan Alifah. Melihat kondisi Alifah yang tampak sangat memprihatinkan, Ikha menghampiri Dina dan berkata, "hari ini sepertinya aku tidak bisa berangkat kerja. Aku tukar jadwal libur denganmu tidak apa, 'kan?"

Dina mengangguk. "Iya, tidak apa. Aku mengerti, semoga Tante Alifah segera sembuh, ya. Kalau butuh bantuan segera hubungi aku, dan jangan lupa harus segera periksa ke dokter jika keadaan tidak segera membaik, oke?"

Ikha mengangguk sambil tersenyum kecil. Diantarnya Dina sampai ke gang depan dekat dengan halte. Setelah melihat sahabatnya memasuki halte yang sudah dipadati siswa-siswi dan penumpang lain, Ikha buru-buru kembali, ia tidak berani meninggalkan Alifah terlalu lama. Hatinya mendadak sangat resah apalagi ini adalah kali pertama melihat Ibunya selemah itu setelah dua tahun berlalu.

Sembari mengucap salam, Ikha mencari keberadaan Harjono dan Hasyim di rumah yang tak seberapa luas itu. Kakinya terasa lemas ketika melihat ketiadaan kedua orang tersebut di dalam rumah, maka dari itu ia putuskan untuk sementara waktu menetap di kamar Alifah.

Setelah berwudhu, Ikha memasuki kamar Alifah sembari membawa mushaf Al-Qur'an. Ikha duduk bersimpuh di samping Alifah, digenggamnya tangan halus Alifah. "Ibu, Ikha tidak akan memaksa Ibu cerita apa yang terjadi dan Ibu rasakan. Ikha akan menunggu sampai Ibu siap bercerita, Ikha izin mengaji di sini, ya? Sekalian, Ikha pengen mengulang hafalan yang Ikha punya, kalau ada yang salah tolong ingatkan, ya, Ibu."

Alifah hanya tersenyum mendengar permintaan Ikha. Lantunan ayat suci mengisi ruang rungu Alifah, membuat wanita berusia yang hampir berusia enam puluh tahun itu meneteskan air mata. Tangan lemah Alifah meraih tasbih kayu pemberian dari seorang ulama beberapa tahun lampau. Jemari Alifah tiada hentinya terus menggulir biji-biji tasbih, lisannya terus berbisik lirih mengucap istighfar.

Perih sekali rasanya mendengar Ikha terus dengan setia mengulang ayat demi ayat yang pernah ia hafal semasa ia di pondok pesantren dulu. Benak Alifah dipenuhi dengan angan-angan melihat Ikha lulus dari pondok pesantren dengan menyandang gelar Hafizah, namun kenyataannya ternyata berbanding terbalik dengan angan-angan Alifah selama ini.

Masih jelas di memori Alifah, putri sulungnya mengamuk karena tidak diberitahu tentang kondisi dirinya yang bahkan sudah diambang kematian. Keputusan Alifah kala itu ternyata sangat melukai hati Ikha dan memunculkan kembali sifat dasar Ikha yang keras kepala. Dengan banyak pertimbangan yang rumit, Ikha akhirnya memutuskan untuk keluar dari pondok pesantren dan fokus merawat Alifah.

Mawar Putih Untuk Zulaikha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang