24. Semakin Kacau

47 22 0
                                    

Di tempat lain, pada waktu yang sama. Di dalam kehangatan kamar yang tenang, seorang pemuda baru saja menyelesaikan sholat fardhu maghrib. Selepas merampungkan rangkaian dzikir, ia mulai berdiri melipat sajadah lalu ia gantungkan di kursi. Tanpa sengaja pemuda itu melihat Al Qur'an yang sudah beberapa bulan tidak ia sentuh, masih tersimpan rapi di rak buku.

Diambilnya Al Qur'an tersebut, masih tampak sangat baru meski ada sedikit debu yang menempel. Ia ambil dua lembar tissu kering dan mulai ia bersihkan Al-Qur'an tersebut. Perlahan ia mulai membuka lembar pertama kitab suci tersebut, nafas mulai terasa sesak ketika kedua netra coklat gelapnya mendapati satu kartu ucapan dengan sebuah kalimat sederhana dari si pemberi Al-Qur'an ini.

Jangan lupa dibaca dan diamalkan, ya, Nak. Udah lama banget, Bunda gak dengar kesatria Bunda ngaji.

Hati yang dulu dikira sudah lama membatu, ternyata kini bergetar kembali. Dengan lirih ia berbicara sendiri, "insyaaAllah, Bun. Pelan-pelan, Endra baca lagi, kok."

Endra kembali menggelar sajadah dan mulai duduk bersila. Kemudian sampailah pada lembar yang bertuliskan surat yang terdiri dari tujuh ayat atau yang biasa disebut dengan ummul kitab. Endra menghirup nafas dan mulai melantunkan ayat-ayat suci yang sudah lama tidak ia baca. Ayat demi ayat yang ia lalui mulai membawa Endra pada kenangan masa lalunya ketika ia masih berada di bangku SMP. Pada sebuah kenangan pahit dimana ia dikejutkan oleh kenyataan, dipatahkan oleh harapan, dan dibunuh oleh lisan.

Saat-saat ketika pada akhirnya Endra tak lagi ingin menyentuh Al-Qur'an karena merasa dirinya begitu menjijikkan, memalukan, kotor, dan hina. Sebab musabab perceraian Irma dan Prabu tidak serta merta hanya sebatas permasalahan ekonomi yang mencekik. Ada hal yang jauh lebih krusial dibanding fondasi keuangan, sesuatu yang terlalu memalukan untuk dibicarakan. Sayangnya, sesuatu paling memalukan dan menyimpang ini justru telah ramai menjadi kudapan hangat lisan-lisan yang gemar mengkonsumsi bangkai saudaranya sendiri.

Entah sejak kapan, tudingan mengerikan dan menjijikkan itu justru mengarah kepadanya dan juga Irma. Padahal sudah jelas mereka berdua adalah korban dari keberatan Prabu.

"Berapa kali Mama bilang?! Jangan main sama Endra lagi! Ayahnya kelainan, jadi dia juga pasti sama! Kamu mau jadi orang menyimpang sepertinya?!"
.
.

"Loh, kamu ngapain ke masjid? Gak ikut Ayahmu? Main 'pedang-pedangan', oh, atau ayahmu lagi di rumah bordil dengan kupu-kupu malam? Menjijikkan!"
.
.
"Ngapain ngaji segala?? Mau berlagak alim, ya? Masa makhluk najis sepertimu pegang Al-Qur'an, penistaan ini namanya!"
.
.
"Setahuku kelakuan orang yang menyimpang itu bahkan lebih rendah dari pada anjing, jadi ngapain kamu masih ke masjid? Masjid bukan tempat untuk orang-orang kotor sepertimu!"
.
.
"Nak, mulai besok kamu jangan berangkat ngaji di masjid, ya. Anak-anak jadi pada gak mau berangkat karena ada kamu. Kalau masih mau ngaji, di rumah saja atau cari tempat lain."
.
.
"Saya gak mau tahu!! Pokoknya Ibu harus segera pindah dari rumah kontrakan saya! Saya tidak sudi rumah ini ditinggali oleh orang-orang menyimpang!"
.
.
"Bu Irma. Saya selaku ketua RW di sini, meminta dengan sangat agar Ibu dan Nak Endra bisa secepatnya mencari tempat tinggal lain. Para warga di sini sudah semakin resah, jadi mohon pengertiannya. Ini demi kebaikan bersama."

Perceraian sudah terjadi. Prabu menghilang entah kemana, meninggalkan Irma dan Endra tidur di tengah malam beratapkan langit. Penolakan demi penolakan mereka terima bahkan dari para pemuka agama sekalipun. Sosok yang selalu Endra kecil banggakan, ustadz yang selalu membimbingnya mengaji juga seperti enggan kembali bertatap muka dengannya. Sejak saat itu Endra mengutuk semua wanita berhijab dan pria bersurban.

"Ustadz, Ustadzah, Hafidz, Hafidzah, persetan dengan segala gelar itu! Sekali bajingan tetap bajingan! Deretan gelar itu hanyalah topeng, wujud aslinya adalah para keparat yang bersurban!"

Mawar Putih Untuk Zulaikha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang