12. Cemburu.

67 38 0
                                    


Jauh sebelum ayam berkokok, Ikha sudah lebih dulu bangun dan ikut sholat sunnah tahajud di belakang Irma. Dengan kedua mata yang sebenarnya masih terasa perih untuk dibuka, Ikha akhirnya memutuskan untuk kembali ke arah dapur untuk mengambil air minum sekaligus mengulangi wudhu-nya. Di sana Ikha mendapati Endra kesulitan mengambil nasi karena tangan kanannya masih terbalut gips dan susah untuk digerakkan, Ikha memutuskan untuk mendekati Endra dan membantunya.

"Untuk sahur?" tanya Ikha sembari mengambilkan nasi untuk Endra.

"I-iya, Mbak."

Mata Ikha melihat ke arah kompor yang sedang menyala dengan rebusan mie di atasnya. "Kamu masak mie?"

Endra terkekeh, menertawakan kebiasaan pola makannya sendiri. "Nasi dan mie itu kombinasi sempurna untuk bekal puasa seharian, Mbak. Khususnya pemuda Indonesia yang sedang dalam masa pertumbuhan sepertiku."

"Padahal Tante Irma sudah masak sayur, ada lauk telur juga."

"Iya, nanti aku makan telurnya."

Ikha menoleh heran, "sayurnya?"

"Masa makan mie pakai sayur, Mbak?"

"Masa makan nasi sama mie?" tanya Ikha balik. Endra menggaruk tengkuknya bingung menjawab.

"Gak doyan sayur, Mbak," cicit Endra.

"Kamu ini jenis makhluk karnivora apa gimana? Kok gak doyan sayur?"

Endra mengedikkan bahu dan mengeluh. "Ya gak tau, dari kecil aku emang gak suka sayur. Baunya aja aneh, apalagi rasanya."

Ikha menutup rice cooker sedikit kasar, lalu berdiri menghadap ke arah Endra. Aura anak perempuan pertama mulai menguar, dan Endra entah kenapa tiba-tiba merasa takut. "Sama sekali gak bisa makan sayur? Lalu kebutuhan serat kamu dapat dari mana? Bukannya kamu juga seorang atlet, ya?"

"A-aku ... aku rajin konsumsi buah, kok."

"Seperti?" tanya Ikha. Tatapan penuh intimidasinya semakin menekan Endra.

"Y-ya, susu stroberi. Aku sering konsumsi—"

"Kamu pikir itu saja cukup?" sela Ikha. Kedua tangannya menyilang angkuh di depan dada, "susu kotak dengan periksa stroberi? Memang kamu tidak pernah perhatikan kandungan glukosanya? Tidak! Sahur pagi ini kmu harus makan sayur juga, kasihan Tante Irma sudah repot memasak untukmu."

"Tetap aja, nasi plus mie itu gak ada lawan," tolak Endra tak mau kalah. Keduanya mulai saling melempar tatapan sengit.

Pemuda itu bergeser dan mematikan kompor. Meski kesusahan, ia tetap berusaha meniriskan mie tanpa meminta bantuan Ikha, dan detik berikutnya berakhir heboh dengan teriakan histeris dari Endra. Niat hati hanya ingin membuang air rebusan mie, justru tanpa sengaja mienya ikut terbuang ke westafel bercampur dengan gelas bekas kopi yang Irma buat sebelum tahajud.

"Bundaaaaaa!!! Gelas bekas kopinya kok ditaruh sini, sih??!"

"Lalu menurutmu harus Bunda taruh mana? Lemari bajumu?" tanya Irma.

Wanita berdaster kuning itu ternyata sudah sejak tadi memperhatikan perdebatan Ikha dan Endra dari meja makan. Endra hanya bisa terdiam antara terkejut karena ketahuan melanggar larangan Irma namun juga sedih karena meratapi mie kesukaannya terbuang percuma sementara waktu subuh sudah semakin dekat.

"Belum lima menit, tuh, ambil balik gih," goda Ikha.

"Udah kecampur sama ampas kopi masa mau dimakan?" sewot Endra.

"Ya dicuci dulu mienya sebelum dimakan," usul Ikha santai.

Melihat Endra yang mendengus kasar justru membuat Ikha dan Irma tertawa lepas, hal ini pula yang akhirnya membuat Endra terkekeh geli. Ia tidak marah, meski gagal sahur dengan menu kesukaannya.

Mawar Putih Untuk Zulaikha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang