Bab 3: Terjebak dalam fantasi gelap [Revisi]

17.3K 67 12
                                    

Setelah mereka selesai makan, Steve mengantarkan Dara pulang. Di dalam mobil, keheningan mengisi ruang di antara mereka, dan suasana terasa tegang setelah percakapan yang rumit saat makan siang tadi.

Tiba-tiba, Steve memuji rasa makanan yang enak, mencoba untuk melonggarkan ketegangan yang terasa di udara. Dara tersenyum kecil sebagai jawaban atas pujian itu, meskipun perasaannya masih terombang-ambing di antara rasa canggung dan kekhawatiran.

Sesampainya di rumah, Dara mengucapkan terima kasih kepada Steve atas antusiasme dan keramahan yang telah dia tunjukkan. Steve menjawab dengan ramah, "Tidak masalah. Semoga kita bertemu lagi."

Dara merasa sedikit lega, tetapi di dalam hatinya, dia masih merasa bingung tentang bagaimana harus menanggapi kehadiran Steve dalam hidupnya.

Saat hendak berpisah, Dara memberikan klarifikasi lebih lanjut kepada Steve. "Aku tidak menyuruhmu menemuiku, maksudku jika kamu tidak sibuk, kita bisa bertemu kapan saja," ujarnya dengan lembut, mencoba untuk memastikan bahwa tidak ada harapan palsu di antara mereka.

Steve mengangguk mengerti. "Terima kasih, aku tidak sabar bertemu Anda lagi," ucapnya sambil menyentuh lembut rambut Dara.

Dara merasa kelembutan sentuhan itu memperkeruh detak jantungnya, tetapi dia mencoba untuk tetap tenang. Ketika Steve menyatakan niatnya untuk bertemu secara pribadi, Dara tidak bisa menahan senyuman kecilnya. "Masuklah. Di luar sangat dingin," ucapnya sambil mengarahkan pandangannya ke pintu rumahnya.

Mereka berpisah dengan saling memberi senyum.

******

Dalam kegelapan kamar mandi yang tenang, Dara merasakan ketegangan yang menyelubungi tubuhnya saat air hangat menyiraminya. Pikirannya melayang-layang ke ucapan-ucapan Steve yang mengganggunya sepanjang hari itu. Meskipun dia mencoba untuk mengusirnya dari benaknya, kata-kata itu terus menghantuinya, membangkitkan gairah yang tidak diinginkannya.

Dara menutup mata, membayangkan dirinya di pelukan Steve, merasakan sentuhan hangatnya di kulitnya, mendengarkan desiran napasnya di telinganya.

Namun, saat terlarut dalam fantasi, Dara terkejut. Dia membuka mata dengan cepat, menyadari apa yang sedang dia lakukan. Wajahnya memerah, dan dia merasa malu dengan tindakannya sendiri.

Dengan cepat, Dara mengalihkan pikirannya dari fantasinya yang membara, mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri. Dia menyadari bahwa dia harus menahan diri dan tidak terjerumus lebih dalam ke dalam perasaan yang salah.

Setelah Dara selesai mandi, dia merasa sedikit lebih tenang setelah menyegarkan dirinya. Namun, pikiran tentang pertemuan dengan Steve masih mengganggunya, meskipun dia mencoba untuk mengusirnya dari pikirannya.

Dia memutuskan untuk mendekati Adrian, suaminya, dengan harapan bisa menenangkan dirinya sendiri.

Dengan langkah hati-hati, Dara menghampiri Adrian yang sedang duduk santai di ruang tamu. Dia menatap suaminya dengan penuh kasih sayang, untuk mengatasi kecemasan dan kebingungannya.

"Adrian," panggil Dara dengan suara lembut, mencoba menarik perhatian suaminya.

Adrian mengangkat kepalanya, menatap Dara dengan senyum hangat. "Ya, sayang?" jawabnya dengan ramah.

Dara menelan ludah, mencoba untuk mengekspresikan keinginannya dengan jelas. "Aku ingin kita berdua menghabiskan malam ini bersama," ujarnya dengan suara yang lembut.

Adrian melihat ke dalam mata Dara, mencoba untuk memahami keinginannya. "Tentu saja, sayang. Aku juga ingin itu," jawabnya dengan penuh kehangatan.

Dengan perasaan lega, Dara tersenyum. Dia merasa bahwa kebersamaan dengan Adrian adalah tempat di mana dia bisa menemukan ketenangan dan kedamaian dalam dirinya sendiri. Meskipun perasaannya masih terganggu oleh pertemuan dengan Steve, dia percaya bahwa cinta dan hubungan mereka akan membawanya melalui masa-masa sulit.

Dalam momen keintiman yang mereka lakukan, Dara merasa suara Steve berbisik di telinganya, memicu fantasi yang membingungkan di dalam dirinya. Dia mencoba untuk mengusir bayangan itu dari pikirannya, tetapi setiap sentuhan Adrian terasa seperti seringan udara, sementara bayangan Steve mengganggu pikirannya.

Imajinasi Dara terbawa jauh ke dalam fantasi gelapnya. Dia membayangkan dirinya terjebak dalam pelukan Steve, merasakan ganasnya sentuhan pria itu. Fantasi itu membuatnya merasa tidak berdaya, keinginan yang dia tidak pernah ketahui sebelumnya memenuhi pikirannya, membuatnya tergila-gila.

Dalam fantasi gelapnya, Dara merasa gemetar saat mendengar bisikan ganas Steve di telinganya. Kata-kata itu menggetarkan hatinya dengan ancaman yang mengguncangnya hingga ke dasar jiwa.

"Aku akan menghancurkanmu, membuatmu berantakan, tapi justru itu yang membuatmu semakin memikat," bisik Steve dengan suara yang penuh ancaman, namun juga menyiratkan kekaguman yang dalam.

Dara merasakan kecemasan merayap di dalam dirinya. Namun, ada hasrat lain yang membuat Dara semakin bergairah.

Saat Steve meminta Dara untuk melebarkan kakinya, dia merasa kebingungan dan terperangkap dalam fantasi gelapnya. Rasa malu yang mendalam memenuhi dirinya saat dia menuruti permintaan itu. Tindakannya itu tidak sepenuhnya disadari, tetapi lebih seperti dorongan hasrat yang tidak bisa dia kendalikan.

"Ketika seseorang mematuhi perintah, itu sungguh mempesona bagiku. Dan mengagumi kecantikan Anda sudah menjadi bagian dari diriku selama ini. Apa yang seharusnya aku lakukan?" lanjut Steve, dengan kata-kata yang mengalir memecah kebekuan udara yang menegang.

"Anda luar biasa, Nyonya. Lihatlah dirimu, Nyonya. Aku tidak percaya Anda keluar dari tangan orang lain," kata Steve, dengan nada penuh pujian.

Dalam kebingungan dan kecemasan yang membingungkan, Dara merasakan dirinya terhanyut dalam perasaan yang bertentangan. Meskipun sensasi fisiknya memenuhi pikirannya, suaranya berteriak untuk mendapatkan kejelasan. Namun, saat itu, suaranya tenggelam dalam lautan emosi yang mengalir deras.

Sementara itu, dalam kegelapan pikirannya, Dara mencoba meredakan kebingungannya. Dia bertanya-tanya apakah Steve benar-benar tipe pria seperti itu, pria yang mempermainkan hasrat dan keinginannya dengan begitu licik.

Meskipun perasaannya terbagi antara keinginan dan ketidaknyamanan, Dara merasa dirinya terikat dalam hubungan yang tidak seharusnya. Namun, bahkan dalam kebingungannya, ada kegembiraan yang merayap di dalam dirinya, kegembiraan yang berasal dari rasa terlarang dari fantasi yang membara.

Dara, terlena dalam aliran sensasi yang memenuhi tubuhnya, tanpa sadar menyuarakan nama Steve dengan keras.

"Tuan Steve!!!"

Dara menutup mulutnya dengan cepat, merasakan rasa malu memenuhi dirinya. Dia tidak bisa percaya bahwa dia telah mengucapkan nama Steve dalam momen keintiman dengan suaminya. Perasaan bingung dan penyesalan memenuhi pikirannya.

Sekertaris SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang