Bab 4 : Momen terlarang tiba

16.2K 44 2
                                    

"Maaf, apakah kamu mengatakan sesuatu?" tanya Adrian dengan suara cemas, mencoba untuk mencari kejelasan dalam situasi yang membingungkan ini.

"Apakah sakit? Maafkan aku. Haruskah kita berhenti?" lanjutnya dengan lembut, matanya penuh dengan kekhawatiran.

Dara, yang merasa terjebak dalam keadaan yang rumit dan malu, berusaha menenangkan Adrian dengan cepat. "Tidak, tidak, aku baik-baik saja," jawabnya dengan terbata-bata,

Dia merasa hatinya terkoyak oleh rasa bersalah dan penyesalan atas kebingungannya. Dia tidak ingin menyakiti Adrian atau merusak hubungan mereka, tetapi kehadiran Steve dalam pikirannya telah menciptakan kekacauan emosional yang tak terkendali.

****

Pada siang hari, Dara duduk di depan meja kasirnya. Masih terbayang-bayang kejadian memalukan di malam sebelumnya, di mana namanya terlepas dari bibirnya dengan keras di tengah-tengah keintiman dengan Adrian. Rasa bersalah dan penyesalan melilit hatinya, menciptakan beban yang berat di dalam dirinya.

Saat dia terperangkap dalam lamunan yang gelap, suara lembut dari temannya mengalihkan perhatiannya. Dara menoleh dan melihat temannya, membawa sebuah paket kecil di tangannya dengan senyum cerah di wajahnya.

itu adalah Mira , teman baik Dara

"Dara, aku bawa sesuatu untukmu," kata temannya dengan ramah, menempatkan paket kecil itu di atas meja Dara.

Dara mengangkat alisnya, sedikit terkejut oleh kejutan tersebut.

"Apa ini?" tanyanya, mencoba untuk menyembunyikan ketidaknyamanannya di balik senyum tipis.

Mira tersenyum lebar. "Ini adalah hadiah dari ku,"ujarnya dengan antusias.

"Kamu pernah bercerita tentang masalah yang kamu alami, jadi Aku pikir mungkin ini bisa membantu."

Sebelumnya Dara pernah bercerita bahwa dia tidak pernah merasakan kepuasan ketika melakukan bersama suaminya

Dara merasa pipinya memerah saat dia menyadari apa yang dimaksud temannya. Dia pernah bercerita kepada mereka tentang kesulitannya merasakan kepuasan dalam hubungan, dan Mira telah menyarankan untuk mencoba alat bantu seksual seperti vibr*tor.

Meskipun dia merasa terganggu dengan ide itu, Dara juga merasa terharu oleh perhatian dan dukungan dari teman-temannya. Dia mengangguk dengan lembut, menerima hadiah itu dengan penuh rasa terima kasih.

"Tidak perlu merasa malu, Dara" kata temannya dengan lembut. "Aku hanya ingin kamu bahagia dan puas."

Dara tersenyum, merasa sedikit lega dengan dukungan yang ditunjukkan oleh teman-temannya. Meskipun masih terhantui oleh peristiwa malam sebelumnya, dia merasa sedikit lebih ringan dengan pengetahuan bahwa dia tidak sendirian dalam perjuangannya.

Dalam momen sepi di tempat kerja, Dara merasa kesempatan ini sebagai waktu yang tepat untuk mencoba vibr*tor yang baru saja diberikan oleh temannya. Dengan hati yang berdebar-debar, dia memutuskan untuk pergi ke kamar mandi, mencari privasi untuk bereksperimen dengan alat tersebut.

Dengan langkah hati-hati, Dara meninggalkan meja kerjanya dan menuju ke kamar mandi. Di dalam keheningan ruangan yang tenang, dia mengunci pintu dengan hati-hati, memastikan bahwa dia tidak akan terganggu oleh siapa pun.

Dara duduk di atas toilet duduk, memperhatikan kemasan kecil yang berisi vibr*tor. Tangannya gemetar sedikit saat dia membuka bungkusnya, mengeluarkan alat tersebut dengan hati-hati.

Dengan napas yang terengah-engah, Dara menyalakan vibr*tor dan merasakan getaran lembut yang menyebar di telapak tangannya. Sensasi itu membuatnya terkejut, tetapi juga membuat hatinya berdebar-debar dengan antisipasi.

Sekertaris SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang