Bab 8: Maaf Adrian [Revisi]

2.3K 16 6
                                    

Dara merasa dadanya berdegup kencang saat mendengar suara Steve di telepon. Sebuah kepanikan melanda pikirannya karena dia tidak mengharapkan panggilan itu, terutama pada saat yang tidak tepat seperti ini.

"Kenapa menelponku sekarang?" tanya Dara dengan sedikit panik, mencoba mengatasi kecemasannya. Dia kemudian bertanya dengan nada tegang, "Apakah kamu akan membicarakan apa yang terjadi di antara kita?"

Namun, jawaban Steve bukanlah apa yang Dara harapkan. Dalam nada yang penuh kasih sayang, Steve berkata, "Aku merindukanmu. Alasan aku menelponmu adalah aku pikir suaramu akan menghiburku sekarang. Setelah mendengar suaramu, aku malah semakin merindukanmu."

Dara merasa semakin tidak nyaman dengan setiap kata yang diucapkan Steve. Rasa tidak enak dan cemas semakin menguat di hatinya. Dia mencoba untuk menemukan kejelasan dalam percakapan mereka, tetapi kata-kata Steve hanya menambah kebingungan.

"Apa yang kamu katakan?" tanya Dara dengan nada yang kian tegang, mencoba mencari penjelasan atas kata-kata yang terdengar begitu ambigu dari Steve.

Steve hanya menjawab dengan santai, "Entahlah, aku tidak tahu apa yang aku katakan." Namun, nada suaranya tetap menggelitik, membuat Dara semakin bingung dan tidak yakin dengan maksud sebenarnya dari panggilan tersebut.

Kecemasan dan kebingungannya mencapai puncaknya ketika Steve terus melanjutkan dengan kata-kata yang semakin intens.

"Semakin aku memikirkanmu, tubuhku semakin panas, lagi dan lagi, aku terjebak dalam pikiran mesum," kata Steve dengan nada yang begitu meresap.

Dara terdiam, hatinya berdegup kencang. Dia merasa seperti sedang berada di antara dua dunia yang bertolak belakang. Di satu sisi, ada keterkejutan dan ketidaknyamanan yang menghantui pikirannya, sementara di sisi lain, ada rasa cemas yang menguatkan ketika dia merenungkan ucapan-ucapan yang begitu meresap dari Steve.

"Tidak, tidak mungkin," batin Dara dalam kebingungannya, mencoba meredakan kekacauan emosinya.

Namun, Steve tidak berhenti di situ. Dia melanjutkan dengan kata-kata yang membuat Dara semakin terkejut dan terpana.

"Aku ingin memelukmu dan mencium bibirmu," ujar Steve, menyuarakan hasratnya dengan jelas.

Dalam hati Dara, kebingungan semakin menjadi. "Apa yang harus aku katakan?" pikirnya panik, mencoba mencari jalan keluar dari situasi yang semakin rumit ini.

Dan ketika Steve menyatakan keinginannya untuk "Mengambil dari Adrian",
Dara hampir tidak bisa mempercayai apa yang dia dengar. Tiba-tiba, kecemasan dan kebingungannya mencapai puncaknya ketika Steve mengakhiri dengan pernyataan yang mengguncang,
"Ingat ini, yang bisa memuaskanmu bukanlah suamimu tapi aku!!!"
***
Dara tidak bisa tidur , sedangkan Adrian sudah tertidur lelap
Dalam keheningan malam yang gelap, Dara merasa seperti terperangkap dalam perang batin yang melelahkan.
Pikirannya terus berputar, oleh ucapan-ucapan yang begitu meresap dari Steve. Dia merasa kesulitan untuk meredakan gelombang emosi yang terus menerus menghantamnya.

Dara melihat wajah Adrian yang tenang dalam tidurnya, dan hatinya terasa berdenyut-denyut karena rasa bersalah yang menyiksanya.
Dia menyesali dirinya sendiri, bertanya-tanya bagaimana mungkin dia bisa terjebak dalam situasi seperti ini.
Suaminya adalah pria yang baik dan penyayang, dan dia tidak ingin menyakitinya dengan perilaku yang salah.

"Bagaimana bisa aku membohongi orang baik seperti ini?" gumam Dara merenungkan konsekuensi dari tindakannya.

Dia mengangkat selimut yang menutupi Adrian, dan dengan lembut, ia menyusunnya dengan penuh kasih sayang.

"Adrian aku minta maaf"

-

-

-

"Aaaaaaah.... Aaaaaah Aaaaahhhh...," desah Dara, suaranya penuh dengan kenikmatan

Suaranya, terengah-engah dengan kenikmatan, terdengar sebagai nyanyian yang memanggil nama Steve berulang kali. Di antara gemeretak ranjang dan sentuhan yang ganas, kata-kata Steve mengalir sebagai riak gelombang yang menggoyahkan hati dan pikiran Dara.

"Apakah kamu merasa enak?" desak Steve dengan nada penuh kenikmatan.

"Apakah kamu menahan keinginanmu lagi?"

Dara, yang terjebak dalam pusaran nafsu dan keinginan yang membara, merasakan dirinya hanyut dalam aliran keinginan yang tak terbendung.
Namun di tengah-tengah kenikmatan itu, kegelisahan dan rasa bersalah terus menghantuinya.

"Bukankah aku bilang padamu untuk memintaku kapan saja?" lanjut Steve dengan penuh keyakinan.

"Orang yang bisa memuaskanmu adalah aku."

Steve memasukkan penisnya ke dalam lubang Dara. Tangannya yang kuat mengangkat satu kaki Dara, membuat dara semakin terangsang.

"Untukmu, aku siap kapan saja," sambung Steve, suaranya penuh dengan janji-janji manis yang menyulut nafsu.
"Untuk memuaskan keinginanmu adalah dengan penisku."

Saat Steve menggoyangkan pinggulnya dengan cepat, Steve menuntut Dara untuk mengungkapkan kenikmatan yang sedang dia rasakan dengan suara yang keras dan jelas.

"Katakan itu dengan keras, kalau rasanya sangat nikmat," desak Steve

Dengan semangat yang membara, Dara memenuhi permintaan Steve dengan suaranya yang gemetar tapi penuh gairah,
"Rasanya sangat enak!" ucapnya dengan penuh semangat, menyatakan kenikmatan yang sedang melanda tubuhnya.

Kata-kata itu bergema di dalam kamar yang penuh dengan keinginan, menjadi saksi bisu dari momen kepuasan dan penuh gairah yang mereka bagikan bersama.


APA YANG TERJADI DENGAN DARA??? Bukankah dia sudah memutuskan untuk tidak menghianti suaminya

Sekertaris SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang