10. Parfum Pengikat

1K 11 1
                                    

Asap melambung dari sebuah kemah kecil. Di tengah hutan tedapat area kecil yang terhalang oleh barisan pohon-pohon cemara besar. Terlihat Dylan dan Karla duduk di depan api unggun. Di atas api unggun itu terdapat benda berbentuk silinder yang berputar. Setelah terdengar suara 'ting', Karla dengan semangat melepaskan tabung tersebut.

"Sudah matang!" serunya girang. Ia mengeluarkan dua daging panggang yang harum dan lezat, ditusuk menggunakan jarum besar panas. Ia membagi makanan itu kepada Dylan yang sudah kembali ke wujud manusianya.

Dylan menatap makanan di tangannya dengan takjub. Karla tidak perlu mempersiapkan masakan itu. Ia hanya meminta Dylan mencarikannya daging mentah. Daging yang sudah dibersihkan lalu ditusuk dengan jarum, lalu Karla masukkan ke tabung silinder itu.

Karla bilang, itu alat memasak otomatis buatannya. Tidak perlu bumbu atau mengukur temperatur, alat itu akan bekerja otomatis dan menyiapkan hidangan yang diinginkan.

"Enak!" Dylan terkejut setelah mengunyah gigitan pertamanya. Ia kira daging itu akan terasa tengik dan keras, tetapi lidah dan hidungnya jelas menangkap rasa butter, daun thyme dan lada hitam yang menggiurkan.

"Tentu saja enak." Karla mendongakkan wajahnya, bangga dengan hasil ciptaannya.

"Bagaimana kau bisa terpikir membuat alat seperti itu? Energi yang keluar dari alat ini terasa familiar. Ini mana?" tanya Dylan, penasaran.

"Iya, soalnya gabungan teknologi dan sihir," jawab Karla. "Master yang mengajariku."

Dylan jadi penasaran dengan Master yang selalu disebut oleh Karla tersebut. "Master-mu ini juga berada di desa Aetherwind?"

"Iya. Dia sedang meneliti obat untuk penyakit kerak hitam yang melanda warga desa." Karla melanjutkan sambil menyeringai lebar. "Dia sangat cerdas dan baik. Kalau bukan karena dirinya, aku tidak akan berada di sini. Akan kuperkenalkan dirimu pada Master setelah kita sampai di Aetherwind."

Dylan terdiam mendengar ucapan gadis itu. Matanya menatap Karla dari sela-sela percikan api.

Aku tidak asing dengan perasaan ini.

Gadis yang enerjik tiba-tiba mengajaknya bercinta. Lalu, gadis itu memiliki Master yang gemar membuat eksperimen. Dylan merasa familiar dengan pola itu. Sabrina.

Perasaan yang menyelimuti hatinya saat ini mengingatkannya saat bertama kali bertemu dengan Sabrina—mantannya yang sudah dibunuh oleh Magnus.

Mantan yang menyebalkan. Dylan tidak menyesal atas kematian Sabrina dan gurunya. Mereka berdua sudah membuatnya menderita selama ini. Buruknya lagi, Dylan tidak sadar karena berada di bawah pengaruh ramuan buatan Sabrina.

Melihat Dylan termenung cukup lama membuat Karla penasaran. Tangan gadis itu bergerak-gerak di depan wajah Dylan.

"Halo? Apa arwahmu masih berada di sini?" tanyanya.

Dylan mengerjap kaget lalu menoleh pada Karla yang tersenyum lebar padanya.

"Aku penasaran, kenapa werewolf sepertimu bisa tersesat sampai Wilayah Cahaya?" tanya Karla, tiba-tiba.

Dylan tahu pertanyaan itu cepat atau lambat akan keluar dari mulut Karla. Ia mendesah pelan, walau sebal mengingatnya, tetapi baginya itu bukan sesuatu yang perlu disembunyikan. Lantas, Dylan pun menceritakan kronologi bagaimana ia bisa sampai di Wilayah Cahaya dan bertemu orang yang penting baginya.

"Kenapa kau pikir dia orang penting bagimu?"

Dahi Dylan berkerut. "Pertanyaanmu tidak habis-habis ya."

Karla tertawa kecil. "Orang-orang disekitarku juga sering bilang begitu."

Tersenyum, Dylan menatap ke arah api unggun yang meliuk-liuk di hadapannya. Matanya menerawang membayangkan Hanako. "Dia orang yang kucari. Werewolf bisa mendeteksi pasangan yang sudah ditakdirkan dari aroma tubuhnya. Dan dia memiliki aroma itu."

Tides of Plague and Time | 21+ Adult Only!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang