Saat jarum jam panjang di langit-langit menyentuh angka 12, terdengar suara dentang yang mengekakkan telinga. Goncangan besar yang terjadi di dalam reruntuhan membuat mereka berpegangan. Karla terjatuh dan tubuhnya diselimuti serbuk keemasan. Belum sempat gadis itu bereaksi, tubuhnya diselimuti cahaya hijau yang menguar dari setiap selnya, lalu ia pun lenyap begitu saja.
Thomas yang menyaksikan asistenya hilang ditelan cahaya berseru sambil menjulurkan tangannya, tetapi ia terlambat. Wajah pria itu pucat pasi saat menyadari tubuhnya pun diselimuti cahaya yang serupa.
Thomas membuka mulutnya untuk berteriak memperingati yang lain, tetapi sebelum ia sempat berkata apa pun, tubuhnya pun lenyap dan pandangannya menjadi gelap seluruhnya.
"Thomas! Karla!" Hanako berseru panik saat melihat keduanya menghilang. Matanya menyorot horor ke tangannya yang mengeluarkan cahaya serupa.
Gadis itu menoleh ke arah Magnus, menatapnya. "Magnus...," rintih Hanako.
Magnus menoleh ke arah gadis itu. Ia meraih tangan Hanako, mencengkeramnya erat. "Tidak! Hanako!"
Tidak peduli sekeras apa pun Magnus menahannya, tubuh Hanako tetap lenyap dibalut oleh cahaya hijau tersebut. Hal terakhir yang Magnus lihat adalah mata Hanako yang berkaca-kaca, ketakutan terpancar jelas dari manik gadis itu.
Tersisa Magnus, Dylan dan Marina di tempat itu. Namun, ketiganya segera mengalami nasib serupa. Cahaya hijau keluar dari setiap celah tubuh mereka, menyelimuti kulit, tidak menyisakan apa pun. Saat bias itu melenyapkan tubuh mereka sepenuhnya, ketiga orang pun menghilang, meninggalkan ruangan bundar yang sudah kosong.
Getaran itu berhenti bersamaan dengan denting jam terakhir. Angin bertiup di satu titik, daun-daun muncul dan berputar di tempat. Sosok Vale yang sempat menghilang muncul kembali di sana.
Vale melihat sekelilingnya yang sudah kosong. Pria itu mendesah pelan. Sembari ia menurunkan tubuhnya untuk duduk, sebuah bangku dari serpihan emas muncul di tempat tersebut.
Vale duduk santai di kursi besarnya yang berwarna emas dengan ukiran dedaunan. Tangannya berputar di udara dan sebuah cangkir dengan tapaknya muncul di sana. Teh di dalam cangkir itu mengepulkan uap panas, Vale mendekatkan minuman itu ke bibirnya dan meniup pelan.
Saat ia mulai menyesap minuman tersebut, terdengar suara bergema di langit-langit.
"Beraninya kau membawa manusia kemari."
Vale mengaduk tehnya, ekspresinya datar seakan tidak terkejut dengan kemunculan suara tersebut.
"Aku tidak punya pilihan. Hanya ini satu-satunya cara," ucap Vale sambil menyesap kembali tehnya. Mata Vale melirik ke atas, seakan bisa melihat wujud pemilik suara tersebut. Ia menghela nafas lega saat rasa teh yang pahit dan pekat melalui kerongkongan wujud manusianya.
"Bukankah minuman yang manusia ciptakan ini enak?" Vale tersenyum sambil mengangkat gagang cangkirnya. "Sepertinya aku sudah terbiasa dengan wujud ini."
"Jangan mengalihkan topik!" Suara itu menggelegar seperti gemuruh yang mengamuk. "Kau tahu aku membenci mausia."
"Kau dulu menyukai mereka."
"Tidak lagi."
Keheningan mengisi ruang itu untuk sesaat. Mata hijau Vale yang sepert batu zamrud seakan merefleksikan kejadian di masa lalu, ekspresinya berubah serius.
"Aku tidak bisa memperbaiki apa yang sudah dirusak oleh manusia itu, tetapi kekuatan waktumu bisa," gumam Vale.
"Kau pikir kehendakmu bisa mengubah prinsipku?"
Vale menggeleng. "Aku mengenalmu Kaanos, kau tidak akan menggubris keinginanku."
"Mereka akan melalui ujian yang sama seperti pengunjung lainnya." Suara yang ternyata milik Dewa Kaanos itu mendeklarasi. "Belum ada seorang manusia pun yang berhasil keluar dari tempat ini hidup-hidup, apalagi membawa kekuatanku keluar dari sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tides of Plague and Time | 21+ Adult Only!
FantasyCerita ini repost. ⚠️ WARNING! KONTEN DEWASA! BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN! ⚠️ 🔞 Berisi adegan dewasa dan vulgar, risiko membaca ditanggung sendiri!🔞 Volume ketiga dari seri Priestess Temptation. Seri 1: The Priestess and the Wizard sudah tersedi...