11. Energi Sihir

495 11 0
                                    

22 tahun yang lalu.
Wilayah Cahaya, Rumah Baba.

Wanita dengan topi lebar berujung lancip tengah memadukkan beberapa ramuan ke dalam kuali kecilnya. Saat hampir menuangkan tetesan terakhir dari bahan yang ia butuhkan, terdengar suara ledakan besar, disusul oleh getaran yang menggoyangkan rumah. Tangan wanita itu ikut bergetar, cairan yang harusnya hanya setetes malah tumpah lebih dari setengah botol.

Seketika kuali itu meletup, menyebarkan asap hitam dan bau hangus.

"Ramuanku!" Baba bangkit dari bangku sambil memegangi kedua pipinya. Matanya melotot seperti melihat pemandangan horor. "Aku belum mencatat formulanya."

Suara wanita tua itu terdengar pias, tetapi tidak lama, kemarahan memenuhi dadanya. Sambil menggerutu, Baba keluar dari pondok sederhananya dan berjalan ke tepi hutan. Di dekat lapisan barier tidak kasat mata yang memisahkan perkarangan rumahnya dengan hutan dipenuhi monster, Baba melihat seorang anak laki-laki berambut biru hitam, berdiri sambil merentangkan tangan kanannya.

Di depan anak laki-laki itu terlihat bekas tanah yang tergerus sampai beberapa meter ke depan. Kerusakan tidak berhenti sampai di sana. Beberapa pohon juga tumbang dan hancur akibat uji coba sihirnya.

"Magnus!" panggil Baba dengan nada marah.

Magnus berbalik, wajahnya mengernyit saat melihat ekspresi Baba yang murka.

"Aku tidak merusak apa pun! Pohon-pohon itu—nanti akan kutumbuhkan lagi!" Magnus beringsut mundur sambil mencoba membela dirinya.

"Sudah kubilang untuk menahan energimu saat sedang berlatih sihir tipe serangan!' Baba menjentikan jarinya. "Laviato!"

Energi tidak kasat mata tiba-tiba menarik tudung jubah Magnus, mengangkat serta tubuh kecilnya melayang satu meter di atas tanah.

"Hentikan! Aku bukan anak kecil lagi!" Magnus memberontak berusaha melepaskan dirinya dari sihir telekinesis Baba. Ia tidak suka kalau Baba sudah mengangkat tudung jubahnya seperti itu, mengingatkan Magnus dengan induk kucing yang mengangkut bayi-bayinya.

Magnus merapalkan mantra di dalam benaknya. Energi sihirnya yang lebih besar dari Baba dengan mudah melepaskan mantra wanita itu, membuat tubuh Magnus terbebas seketika dari sihir telekinesisnya.

Magnus mendarat setengah berjongkok di tanah. Ia membetulkan posturnya lalu berdiri tegap di hadapan Baba sambil menepuk-nepuk pakaiannya.

Wanita tua itu sudah mulai bungkuk dan Magnus sebenarnya tumbuh lebih cepat dibandingkan anak-anak seusianya. Dia masih delapan tahun, tetapi Magnus sudah lebih tinggi dari Baba. Keremajaan sudah terlihat di wajah anak itu, lengan-lengannya pun sudah mulai menumbuhkan otot—hasil dari latihan berpedang dan pekerjaan kasar yang ia lakukan.

"Cih, energimu memang sangat besar," gumam Baba, sebal.

"Tentu saja, itu karena aku lebih baik darimu," balas Magnus, angkuh.

Kesal, Baba dengan menggunakan kedua tangannya langsung mencubit pipi kanan dan kiri Magnus.

"Energimu memang besar, tetapi dari segi pengalaman aku jauh lebih baik darimu! Aku bisa membunuhmu sebelum kau melepaskan satu pun mantra!"

"Sakit.. Sakit... ." Pipi Magnus mulai memerah, perih menyebar di seluruh wajahnya. "Iya, aku salah... berhenti mencubit pipiku!"

Akhirnya Baba melepaskan cubitannya. Magnus langsung mengelus pipinya yang memerah dan hampir bengkak.

"Cubitanmu lebih pedas daripada sihir meteor yang kau tunjukkan padaku," sindir Magnus.

Wanita tua itu mendengkus. "Aku menahan diri. Kau mau melihat aku membakar semua hutan ini?"

Tides of Plague and Time | 21+ Adult Only!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang