Hanako tidak tahu harus memberi respons apa dari pernyataan Thomas. Mulutnya terbuka, tetapi tidak ada satu pun kata yang keluar. Matanya mengerjap beberapa kali, lalu gadis itu menggeleng pelan.
"Ada apa denganmu, Thomas?" tanyanya, kebingungan. "Kenapa tiba-tiba...?"
"Aku menyukaimu," ungkap Thomas, spontan. Namun, pria itu sama terkejutnya dengan Hanako. Entah dari mana keberanian itu datang sampai ia bisa mengungkapkan isi hatinya.
Thomas tidak ingat sejak kapan jantungnya berdebar kencang saat memandang Hanako. Apa saat pertemuan pertama mereka di pantai? Atau saat mereka saling bermasturbasi di Dorum Dewa Acaros? Thomas tidak tahu kapan pastinya.
Kepalanya dipenuhi oleh fantasi tentang gadis itu. Saat ia sedang di laboratorium dan memperhatikan tabung reaksi, tiba-tiba wajah Hanako muncul di refleksi kacanya. Saat Thomas mendengar suara air mengalir dari kamar mandi, ia membayangkan tubuh Hanako tanpa sehelai benang pun, diguyur oleh air shower sambil bercinta dengannya.
Thomas berusaha mengenyahkan halusinasi itu, tetapi semakin ia mencoba menyingkirkan Hanako dari pikirannya, justru makin nyata bayangan itu menyusup ke kehidupannya.
Thomas belum pernah tertarik dengan lawan jenis mana pun. Ia tidak pernah tertarik karena berbagai ucapan buruk yang mereka lontarkan padanya saat ia masih duduk di kursi roda. Rasa sakit itu tumbuh sebagai peringatan di alam bawah sadarnya, bahwa ia tidak mau mengikat hubungan romantis dengan siapa pun.
Lalu, Hanako muncul dan mengobrak-abrik prinsip itu. Ia seperti melewati garis larangan itu begitu saja, masuk ke bagian terdalam hati Thomas. Tatapannya yang hangat, senyumnya yang begitu manis, suaranya yang menenangkan, lalu sentuhannya yang membuat Thomas menggila merasakan kenikmatan tiada tara. Ia tidak tahu apakah rasa nikmat itu datang karena ia hanya mendambakan seks atau karena dia adalah Kandidat Ksatria Terpilih.
Hubungan antara Pendeta Agung dan Kandidat Ksatria Terpilih selalu lebih intim dibandingkan siapa pun. Setiap ucapan mau pun sentuhan bisa terasa berbeda, menjadi lebih merangsang dan membuat candu.
Keinginan tumbuh semakin kuat di dalam diri Thomas, hingga akhirnya ia berani menyatakan perasaannya. Pria itu ingin memiliki Hanako sepenuhnya, hanya untuk dirinya seorang.
Thomas menghela nafasnya. Irisnya yang keemasan menatap Hanako lekat, tidak terlihat ragu atau pun goyah. Ia sungguh-sungguh dengan ucapannya.
"Thomas, kau serius?" tanya Hanako.
"Iya," jawab Thomas. "Aku tahu kau memiliki hubungan dengan Magnus, tetapi suatu hari nanti itu akan berakhir. Benar bukan?"
Hanako merasa terluka mendengar kalimat itu. Ia tidak mau mengakuinya, tetapi itu memang benar. Saat Ksatria Terpilih muncul, Hanako harus menuaikan kewajiban utamanya.
"Kenapa kau memilih jalan yang rumit, Hanako?" Gantian Thomas yang bertanya. Ia tidak memahami isi pikiran gadis itu. Keputusan yang dibuatnya tidak rasional.
"Aku juga tidak tahu," jawab Hanako. Suara gadis itu bergetar, seperti berusaha menahan rasa sakit yang amat dalam. "Tetapi aku mencintainya."
Thomas terdiam beberapa saat, membuat jeda yang panjang.
Lalu, ia kembali bicara.
"Jika aku adalah Ksatria Terpilih, apakah kau akan mencintaiku?" tanyanya.
Hanako tercekat mendengar pertanyaannya. Ia berusaha menatap Thomas, tetapi pandangannya tidak mau fokus. Ia menghindari tatapan mata pria itu. Ada sekelumit rasa bersalah saat ia melihat ke matanya.
"Kurasa, aku juga tidak punya pilihan," ucap Hanako.
Gadis itu merasa gusar, lalu berdiri dari kursinya. Ia berjalan ke belakang meja dan berdiri di depan jendela yang terbuka. Angin malam yang dingin masuk, membuatnya sedikit menggigil. Thomas ikut berdiri, berjalan ke tempat Hanako.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tides of Plague and Time | 21+ Adult Only!
FantasyCerita ini repost. ⚠️ WARNING! KONTEN DEWASA! BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN! ⚠️ 🔞 Berisi adegan dewasa dan vulgar, risiko membaca ditanggung sendiri!🔞 Volume ketiga dari seri Priestess Temptation. Seri 1: The Priestess and the Wizard sudah tersedi...