Setelah pertarungan yang melelahkan di reruntuhan Dewa Kaanos, akhirnya mereka kembali ke Desa Aetherwind. Rasanya seperti berhari-hari di dalam sana, tetapi ternyata mereka hanya pergi selama beberapa jam.
Mereka kembali menggunakan kemampuan teleportasi Vale dan tiba di tepi pantai dekat kediaman Thomas. Di depan rumah pria itu, mereka berpisah dengan Vale.
"Terima kasih atas bantuannya, Vale," ucap Hanako sambil menunduk kecil.
Pria berambut pirang itu mengangguk. "Berkat kalian juga, aku mendapatkan banyak informasi penting terkait reruntuhan Dewa Kaanos."
"Kau yakin tidak mau mampir untuk makan malam dulu?" tawar Karla, tetapi Vale menggeleng.
"Terima kasih atas tawarannya, tetapi ada yang harus kukerjakan malam ini." Vale tersenyum kepada mereka. Khusus Magnus, ia lama menatap pria itu tetapi sejurus kemudian melengos. Ia masih belum menemukan jawaban mengapa Dewa Kaanos memberi perhatian khusus kepada penyihir itu.
Bagi Vale, Magnus tetaplah pembuat masalah. Namun, ia tidak kuasa melakukan sesuatu padanya karena Pendeta Agung sudah terikat dengannya.
Tidak ada yang Vale ingin sampaikan lagi kepada mereka. Ia membungkam mulutnya rapat, lalu berbalik. Vale berjalan meninggalkan mereka, tidak menoleh ke belakang.
Sementara itu, Hanako memandangi punggung Vale yang semakin jauh. Sebenarnya, tadi ada sesuatu yang ingin ia tanyakan. Namun, akhirnya ia urungkan niat tersebut.
Hanako merasa familiar dengan kekuatan milik Vale. Semula, ia mengira Vale adalah salah satu penyembuh dari Kerajaan Lightborn, tetapi pria itu mengaku sebagai petualang. Hanako yakin ia merasakan energi yang keluar dari pria itu begitu murni dan suci, seperti kekuatan miliknya.
Kekuatan Pendeta Agung berada di atas penyembuh mau pun pendeta biasa, kekuatan miliknya diturunkan langsung oleh Dewa Velkos. Untuk pertama kalinya, ia melihat ada orang lain yang kekuatannya sama dengan dirinya.
Hanako penasaran apakah Vale juga mendapatkan kekuatan dari Dewa langsung, sama seperti dirinya.
"Hanako," panggil Magnus. Gadis itu tersentak lalu menoleh. Tidak hanya Magnus, yang lain juga menatapnya.
"Kau baik-baik saja? Tatapanmu seperti kosong," kata penyihir itu sambil mengusap kepala Hanako lembut.
Hanako mengangguk. "Maaf, pikiranku kemana-mana, tetapi aku baik-baik saja." Ia menutup kalimatnya dengan senyuman ceria seperti biasanya.
Setelah itu, Hanako menggenggam tangan Magnus. Keduanya berjalan beriringan dengan yang lain kembali ke kediaman Thomas.
***
Dua hari berlalu sejak kepulangan mereka dari reruntuhan Dewa Kaanos. Tubuh Dylan dan Thomas sudah pulih sepenuhnya. Keduanya pun sudah kembali beraktivitas seperti biasa, membantu penduduk desa. Melihat Thomas dalam keadaan prima pagi itu, Magnus tahu kalau sekarang adalah waktu untuk mengembalikan segel milik Hanako.
Magnus menghela nafas sambil bersandar di balkon kamar. Tangannya memutar-mutar rantai Chrono Amulet. Pikirannya berkecamuk dan hatinya tidak tenang. Ia tahu hari tersebut akan datang—dimana Hanako akan menjadi milik Ksatria Terpilih, tetapi Magnus tidak mengira rasanya akan seberat ini.
Ia sudah berjanji dengan Hanako akan membiarkannya pergi suatu hari nanti. Walau mereka saling mencintai, tetapi ketika menyangkut kewajiban Pendeta Agung, Magnus harus mengalah.
Di lubuk hati terdalamnya, Magnus sangat ingin mengedepankan hasratnya, menjadi egois, memiliki Hanako seutuhnya dan mengabaikan semua umat manusia yang membutuhkan Pendeta Agung berserta Ksatria Terpilih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tides of Plague and Time | 21+ Adult Only!
FantasíaCerita ini repost. ⚠️ WARNING! KONTEN DEWASA! BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN! ⚠️ 🔞 Berisi adegan dewasa dan vulgar, risiko membaca ditanggung sendiri!🔞 Volume ketiga dari seri Priestess Temptation. Seri 1: The Priestess and the Wizard sudah tersedi...