Dari kejauhan, Magnus bisa melihat bangunan kincir angin yang menjadi ciri khas Desa Aetherwind. Ia semakin dekat dengan desa tersebut. Di bawahnya, kapal-kapal nelayan yang kembali dari melaut merapat di dermaga.
Suasana Desa Aetherwind tampak lebih hidup dibandingkan saat Magnus terakhir kali berada di sana. Jalanan ramai dan padat di penuhi penduduk desa. Ada yang berlalu lalang di pasar, anak-anak kecil bermain di lapangan kosong, sebagian warga ada yang sedang menghias desa dengan bendera-bendera.
Alun-alun desa terletak di ujung tebing, menghadap ke arah timur. Terlihat sebagian pemuda dan pria tua menarik batang pohon maple besar. Mereka mendirikannya di sana, lalu menghiasnya dengan berbagai pita, bendera dan lonceng-lonceng kecil.
Magnus teringat kalau desa itu akan mengadakan festival musim gugur dalam waktu dekat. Ia jadi tertarik dan penasaran ingin menghadiri festival tersebut. Sepertinya akan meriah, mengingat desa ini baru sembuh dari wabah yang mengjangkiti mereka selama berbulan-bulan.
Magnus ingin ikut hadir melihat persiapan desa tersebut, tetapi ia harus kembali ke rumah Thomas terlebih dulu untuk memberikan laporan.
Dalam sekejap, Magnus terbang dan sampai di rumah bertingkat yang terletak di pinggir pantai tersebut. Rumah Thomas yang bercat cerah tampak lengang. Magnus mengira semua orang sedang berada di luar, membantu penduduk desa.
Ia masuk ke dalam, tidak menemukan siapa pun di ruang tamu atau pun dapur. Magnus pun menuju ke laboratorium di rubanah.
Saat pintu lab dibuka, ia menemukan Thomas sedang duduk di depan meja kerjanya yang berbentuk persegi panjang besar. Di atas meja itu terdapat botol-botol kaca—berbagai bentuk dan ukuran. Magnus tidak tahu perbedaan fungsinya apa, tetapi setiap botol dihubungkan dengan bejana kaca. Ada uap yang mengepul di botol yang berbentuk bulat, lalu cairan berwarna hijau di gelas kaca silinder seperti sedang didihkan.
Melihat aktivitas Thomas seketika mengingatkan Magnus dengan para penyihir yang sedang membuat ramuan. Pria itu pun bersedekap sambil bertanya.
"Apakah ilmuan sebenarnya penyihir?"
Pertanyaan Magnus membuat Thomas terkejut. Pria berambut putih itu terlalu berkonsentrasi sampai tidak menyadari Magnus sejak tadi masuk ke laboratoriumnya.
Thomas berbalik, melepas kacamata goggle-nya. "Magnus? Sejak kapan kau sampai?"
"Barusan," jawab Magnus pendek.
"Ehm, soal pertanyaanmu barusan. Tidak. Ilmuan tidak sama dengan penyihir." Thomas mengelus dagunya pelan. "Eh, tunggu, seharusnya bukan itu yang kubilang." Pria itu menggelengkan kepalanya.
"Kau darimana saja? Kenapa lama sekali!" tanya Thomas, raut wajahnya yang biasanya tenang terlihat cemas.
"Apa maksudmu, aku hanya pergi dua hari. Apa kau mengira aku bisa menyelesaikannya dalam dua puluh empat jam?" Magnus menarik sebelah alisnya.
"Dua hari?" Mata Thomas melotot. "Kau tidak pulang selama dua minggu, Magnus!"
"Dua apa?"
"Dua minggu!"
"Jangan konyol. Aku merasa seperti mengedipkan mata di sana, tidak mungkin... ." Magnus menggantung kalimatnya. Ekspresi yang dibuat Thomas benar-benar serius. Pria itu bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
Magnus pun menarik nafas. Walau masih ragu, tetapi ia mencoba menerimanya dengan kepala dingin. "Jadi aku pergi selama dua minggu?"
"Ya." Thomas menyipitkan matanya, memandang Magnus, curiga. "Apa kau terjebak di distorsi waktu?"
"Distor.. Apa?"
"Distorsi waktu." Thomas menjelaskan. "Persepsi jam yang diterima berbeda dengan waktu yang sesungguhnya sedang berjalan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tides of Plague and Time | 21+ Adult Only!
FantasyCerita ini repost. ⚠️ WARNING! KONTEN DEWASA! BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN! ⚠️ 🔞 Berisi adegan dewasa dan vulgar, risiko membaca ditanggung sendiri!🔞 Volume ketiga dari seri Priestess Temptation. Seri 1: The Priestess and the Wizard sudah tersedi...