Fajar menyingsing dari ufuk timur, Hanako berdiri di tepi pantai memandangi lautan di hadapannya. Ia menatap lurus ke arah Timur, tepat ke arah di mana Magnus pergi tiga hari yang lalu.
Ia bertanya-tanya apakah Magnus baik-baik saja. Sulit memastikannya karena tidak ada cara untuk berkirim kabar. Terkadang, jantung Hanako berdebar saat melihat awan hitam berputar di atas laut, ia mengira-ngira apakah Magnus yang menciptakan awan gelap itu atau justru ia tengah terjebak di dalam badai lautan.
Memikirkan kemungkinan terburuk membuat Hanako kesulitan tidur. Kantung di bawah matanya menunjukkan kalau gadis itu kelelahan secara fisik, tetapi sebenarnya ia juga tersiksa karena rindu.
Ketika Hanako memandangi garis pantai, yang diingatnya adalah hari dimana Magnus akan berangkat menuju ke pulau tidak berpenghuni di ujung Wilayah Cahaya. Hanako masih ingat, dini hari, ia, Karla, Dylan dan Thomas mengantar Magnus sampai tepi pantai.
Magnus mengenakan jubah hitam panjangnya yang sudah Karla modifikasi. Jubah itu memiliki resitensi terhadap serangan fisik dan sihir lebih tinggi dibanding sebelumnya. Thomas juga membuatkan Magnus pedang yang baru. Walau itu bukan pedang yang dilengkapi dengan artefak sihir seperti milik Magnus sebelumnya, tetapi senjata buatan Thomas masih bisa ia gunakan sebagai katalis energi sihirnya.
Angin bertiup kencang saat Magnus akan berangkat. Hanako refleks meraih tangan Magnus saat itu. Pria itu berbalik, menatap kekasihnya dengan senyuman yang hangat.
"Aku akan baik-baik saja," ucap Magnus, seakan bisa membaca isi hati Hanako.
"Berjanjilah, kau akan kembali," pinta Hanako. Suaranya terdengar bergetar saat mengucapkan itu.
"Aku janji." Magnus mengatakannya dengan yakin dan tegas. Tangannya menarik pinggul Hanako, menghapus jarak di antara tubuh mereka.
Hanako mendongak, tangannya menyentuh lembut rahang Magnus. Perlahan ia menarik wajah itu mendekat dan Magnus pun memiringkan kepalanya. Bibir keduanya bertemu, berpagutan selama beberapa menit.
Magnus menyesap bibirnya seperti sedang menikmati buah yang manis. Hanako membuka mulutnya dan membiarkan pria itu memainkan lidahnya di dalam sana. Ia mengecup dan mengisap bibir atas pria itu, bergantian dengan Magnus yang menikmati bibir bawahnya.
Bisa Hanako rasakan tangan kokoh Magnus menelusuri punggungnya. Hanako pun merangkul erat punggung pria itu, seakan tidak mau melepaskannya. Sejujurnya, Hanako memang tidak ingin pria itu pergi. Namun, pada akhirnya Magnus harus meninggalkannya untuk sementara.
Berat, Magnus melepaskan ciuman tersebut. Bibirnya menjauh dan terdengar desahan kecewa dari Hanako. Magnus bisa melihat kesedihan di mata gadisnya. Jemarinya mengangkat dagu Hanako, membuat mata mereka bertatapan. Ia tersenyum.
"Jaga dirimu."
Itu adalah pesan terakhir dari Magnus untuknya. Setelah itu, ia memandangi ketiga temannya yang lain. Magnus tersenyum kepada Thomas, Dylan dan Karla.
"Aku harap kalian bisa mengatasi desa ini tanpa diriku," ucap Magnus, angkuh.
Dylan yang mudah terpantik emosinya langsung maju beberapa langkah dan menuding Magnus. "Desa ini selalu baik-baik saja tanpa dirimu."
Magnus tertawa kecil, tangannya menyingkirkan ujung jari Dylan dari hadapan mukanya. "Jadilah anjing yang baik selama aku tidak ada, jangan menggigit majikanmu sendiri."
"Ka—kau... dasar penyihir!" Dylan kehabisan kata-kata untuk membalas ejekan Magnus. Mukanya merah padam seperti kepiting yang habis direbus. Karla hanya tertawa menyaksikan keributan keduanya.
Thomas geleng-geleng, lalu menepuk pundak Dylan. "Tenanglah."
Dylan merengut, tetapi akhirnya menurut. Pemuda itu bersedekap, berdiri di sebelah Karla yang tidak tahan untuk mengusilinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tides of Plague and Time | 21+ Adult Only!
FantasyCerita ini repost. ⚠️ WARNING! KONTEN DEWASA! BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN! ⚠️ 🔞 Berisi adegan dewasa dan vulgar, risiko membaca ditanggung sendiri!🔞 Volume ketiga dari seri Priestess Temptation. Seri 1: The Priestess and the Wizard sudah tersedi...