Tidak lama setelah Thomas, Karla dan Marina sampai di desa Aetherwind, mereka langsung disambut oleh kemeriahan festival musim gugur. Mereka sempat berkeliling mengunjungi tenda-tenda makanan ringan, melihat pertunjukkan musik dan tarian, hingga akhirnya hari makin larut dan udara yang berhembus semakin dingin.
Karla menggigil karena pakaian yang dikenakannya terlalu tipis. Ia juga tidak mengenakan kaos kaki panjang sehingga angin musim gugur yang kejam dengan mudah menusuk-nusuk kulitnya. Kasihan melihat Karla, Thomas akhirnya mengajak mereka berdua ke kedai minum terdekat.
Salah satu bangunan besar di dekat alun-alun adalah kedai minum paling terkenal di desa Aetherwind. Tempat itu sempat mati suri selama wabah melanda desa, tetapi sejak kemarin sudah beroperasi seperti sedia kala.
Saat festival seperti ini, mereka menjual minuman setengah harga lebih murah. Kondisi kedai sangat ramai saat mereka sampai di dalam. Lampu kuning temaram menerangi bangunan berlantai tiga tersebut. Lantai dasarnya tempat memesan minum dan ada pertunjukkan musik yang dibawakan langsung oleh bard dari Kerajaan Lightborn.
Sementara sisa dua lantai lainnya berisi meja-meja berbentuk lingkaran dan persegi penuh oleh pengunjung yang sedang menikmati bir.
Saat Thomas sedang mencari tempat untuk duduk, matanya melihat sosok yang ia kenal.
"Itu Dylan?" tanyanya sambil menunjuk ke meja persegi paling ujung di lantai satu.
Karla menyipitkan matanya, lalu mengangguk. "Tidak salah lagi."
Di samping Dylan, ada seorang pria berambut pirang yang duduk bersamanya. Saat mereka tiba, Dylan sudah setengah tidak sadarkan diri karena mabuk. Wajah Dylan merah dan ia mendengkur tipis. Pria di sampingnya duduk santai sambil menikmati bir dan kudapan kacang kastanye.
"Dylan?" Karla mencoba membangunkan pemuda yang kepalanya rebah di meja tersebut. Ia mengguncang-guncang pundaknya. "Astaga, dia sampai tidak sadar seperti ini."
Mata Thomas menghitung jumlah gelas kosong di meja tersebut, memperkirakan jumlahnya, tidak heran kalau Dylan sampai tidak sadarkan diri seperti itu. Ia menghela nafas, tetapi akhirnya ikut bergabung di sana juga.
"Kalian teman Dylan?" tanya pria berambut pirang tersebut. "Aku menemaninya minum sejak tadi. Dia teman berbincang yang menyenangkan, tetapi sepertinya tidak terlalu kuat dengan minuman beralkohol."
"Terima kasih sudah menjaganya," ucap Karla. Ia duduk di sebelah pria tersebut. "Aku tidak pernah melihatmu di desa, apakah kau datang dari luar?"
"Benar, aku petualang dari Kerajaan Lightborn, namaku Vale." Pria itu memperkenalkan dirinya dengan sopan, lalu Karla, Marina dan Thomas bergantian menyebutkan nama mereka.
Vale menatap ke arah Marina sesaat dan gadis itu seketika tersipu. Tatapan Vale seakan bisa menembus ke dalam diri Marina, melihat identitas aslinya. Namun, pria itu memilih bungkam dan menganggapnya sebagai manusia, sama seperti Thomas dan Karla.
Vale lalu menceritakan perjalanan petualangannya sebelum sampai ke desa Aetherwind. Ketiganya mendengarkan dengan antusias dan obrolan itu berkembang semakin luas. Tidak terasa, mereka sudah duduk di sana berjam-jam sambil bercerita dan menikmati bir.
Thomas yang duduk berhadapan dengan Vale melihat ke arah pintu kedai. Terlihat sosok yang dikenalnya masuk dengan kepala menoleh ke kanan kiri, seperti mencari seseorang.
"Magnus?" gumam Thomas sambil mengerutkan dahi. Mendengar nama Magnus disebut, Marina langsung melihat ke arah yang sama dengan Thomas, matanya membulat antusias.
Gadis berambut biru itu langsung berdiri di atas kursi sambil melambaikan tangan.
"Magnus! Magnus!" panggilnya girang. Kedai itu riuh oleh obrolan dan musik, sehingga tindakan Marina dianggap wajar oleh semua orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tides of Plague and Time | 21+ Adult Only!
FantastikCerita ini repost. ⚠️ WARNING! KONTEN DEWASA! BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN! ⚠️ 🔞 Berisi adegan dewasa dan vulgar, risiko membaca ditanggung sendiri!🔞 Volume ketiga dari seri Priestess Temptation. Seri 1: The Priestess and the Wizard sudah tersedi...