Tiga hari berlalu sejak Magnus menyingkirkan penyakit kerak hitam di lahan perkebunan penduduk. Dia juga menyingkirkan kerak hitam di wilayah laut yang menjadi lokasi penangkapan ikan para nelayan.
Penduduk desa yang sudah tidak terinfeksi mulai kembali menanam di ladang-ladang mereka. Para pelayan pun kembali melaut dengan semangat, walau hasil yang ditangkap belum terlalu banyak, tetapi setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari. Sebagian penduduk desa pergi ke kota sebelah untuk membeli ternak baru.
Lambat laun, desa Aetherwind meningkatkan aktifitasnya. Jalanan tidak sepi lagi, toko-toko mulai dibuka dan beberapa stan di pasar sudah berjualan kembali. Walau belum banyak yang bisa dibeli.
Atas saran Thomas, mereka membangun satu bangunan khusus untuk karantina orang-orang yang masih terkena penyakit kerak hitam. Itu untuk menghindari penularan ke penduduk yang sudah disembuhkan Hanako.
Berkat sihir Magnus, pembangunan itu berjalan lebih cepat dari yang Thomas perkirakan. Setelahnya, mereka memindahkan orang-orang yang masih terinfeksi ke Rumah Karantina tersebut.
Setiap hari, Hanako mengunjungi Rumah Karantina dan memberikan penyembuhan bagi yang terkena penyakit kerak hitam. Jumlah orang-orang yang terinfeksi pun makin berkurang. Ia hanya berharap Thomas segera menyelesaikan antibodi itu agar penduduk yang sudah sembuh tidak tertular lagi.
***
Hari itu, matahari hampir terbenam. Seperti biasa, Hanako baru kembali dari Rumah Karantina. Hidungnya mencium aroma bumbu rempah yang kuat dari rumah Thomas. Ia memegangi perutnya yang samar-samar mengeluarkan bunyi.
Lapar. Hanako sampai lupa makan siang tadi. Buru-buru ia melangkah ke rumah Thomas. Sesampai di sana, Magnus, Dylan, Thomas dan Karla sudah berkumpul di meja makan. Keempatnya menoleh saat melihat Hanako tiba.
"Kau pulang di saat yang tepat!" seru Karla girang. Ia bangkit dari tempat duduk, menarik tangan Hanako dan mengajaknya bergabung di meja itu. "Aku sedang memasak tadi."
Karla mendekati alat memasak otomatis buatannya. Benda itu mengeluarkan suara 'ding', lalu Karla membuka penutup pancinya. Aroma harum yang tadi Hanako cium menyebar ke seluruh ruang, membuatnya tidak sabar untuk mencicipi.
Sementara Karla menyiapkan hidangan untuk lima orang, Magnus yang duduk di sebelah mengajaknya bicara.
"Kenapa kau pulang malam lagi?" tanya Magnus.
"Aku ingin menyembuhkan orang sebanyak mungkin." Hanako tersenyum dengan mata berbinar. "Kepala Desa bilang, saat musim gugur biasanya penduduk merayakan Festival Daun Merah. Ia ingin mengadakan festival itu lagi untuk membuat penduduk semangat dan bangkit dari suasana terpuruk."
"Jadi itu sebabnya kau bekerja keras?" Magnus terlihat tidak setuju. "Tapi kalau kau selalu pulang malam seperti ini, aku yang khawatir."
"Aku baik-baik saja. Lagipula, aku tidak perlu bercinta dengan mereka lagi." Hanako menatap Magnus penuh arti. "Saran darimu sudah tepat."
Ingatan Magnus terbang ke kejadian tiga hari lalu. Hanako hampir bercinta dengan salah satu warga yang nyawanya terancam oleh penyakit kerak hitam. Magnus yang tidak rela melihat tubuh kekasihnya disentuh orang asing, buru-buru melarangnya. Ia menyarankan agar Hanako menggunakan cairan kewanitaannya saja.
Awalnya Hanako ragu itu bisa digunakan karena cairan dari tubuhnya sudah diencerkan lagi dengan ramuan yang Thomas buat. Namun, setelah ia berikan kepada penduduk yang terinfeksi, ternyata khasiatnya bekerja dan penyakit kerak hitamnya menghilang. Hanako tinggal mengecek kondisi fisiknya, memastikan tidak ada luka di organ dalam atau gejala mencurigakan lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tides of Plague and Time | 21+ Adult Only!
FantasyCerita ini repost. ⚠️ WARNING! KONTEN DEWASA! BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN! ⚠️ 🔞 Berisi adegan dewasa dan vulgar, risiko membaca ditanggung sendiri!🔞 Volume ketiga dari seri Priestess Temptation. Seri 1: The Priestess and the Wizard sudah tersedi...