Hidung Magnus samar-samar menangkap aroma semerbak dari bunga lili dan vanilla. Ia mengenal jelas tubuh pemilik aroma tersebut. Tubuh yang sudah berkali-kali ia ciumi, ia cecap dan rasakan setiap jengkal kulitnya.
Hanako.
Mata Magnus terbuka perlahan. Hal pertama yang dilihatnya adalah sepasang mata biru yang sangat indah. Matanya itu berkedip lambat padanya. Lalu bibirnya terasa lembap dan seperti ditekan oleh sesuatu yang lembut.
Wajah di hadapan Magnus menjauh seiring dengan lepasnya kecupan manis di bibir pria itu. Pandangannya semakin jelas saat melihat sosok cantik yang tersenyum padanya.
Magnus berbaring, menghadap ke langit biru dengan gulungan awan-awan putih. Memayunginya, ada kanopi pohon yang lebat dengan ranting-ranting besar bercabang. Angin bertiup lembut dan sejuk, membawa aroma wangi dari bunga-bunga musim panas yang bermekaran di sekitar tempat tersebut.
Namun, yang menarik perhatian Magnus adalah sosok wanita cantik yang berbaring di atas tubuhnya.
Wanita itu memiliki rambut panjang berwarna merah muda, sepasang mata beriris biru langit, hidung kecil dan mancung serta bibir berwarna merah muda seperti bunga plum. Senyumannya yang lembut dan penuh kasih mengingatkannya dengan seseorang. Wanita itu sangat mirip dengannya.
"Hanako?" gumam Magnus, memastikan.
Dahi wanita itu tiba-tiba berkerut. Senyuman di bibirnya menghilang.
"Hanako? Siapa itu? Kau mengunjungi rumah bordil lagi ya?" Ia marah sambil bersedekap.
"Tidak—aku tidak mungkin melakukan itu."
Magnus terkejut. Itu bukan suara miliknya. Suara itu lebih berat dari miliknya juga terasa lebih kelam.
Wanita di hadapannya kembali tersenyum. Tangannya menjulur, mengusap wajah Magnus. "Aku percaya kok." Ia tertawa geli. "Kau lucu kalau panik seperti itu."
Magnus tidak tahu harus merespons apa. Namun, wanita itu kembali memajukan wajahnya dan mencium bibir Magnus. Magnus membuka mulutnya, membiarkan wanita itu memimpin percumbuan mereka yang panas.
Tangan Magnus mengelus punggung wanita itu, ia mengenakan pakaian yang tipis, hampir terbuka seluruhnya kecuali bagian dada dan kewanitaannya. Kain yang menutupi pinggulnya pun tembus pandang. Jubah sehalus sutra yang dikenakannya tampak menerawang terkena sinar matahari.
Magnus menyentuh kulit wanita itu, warnanya sama seperti milik Hanako. Begitu halus dan lembut. Tidak hanya aromanya, tetapi sensasi saat kulit mereka saling bersentuhan membuat Magnus merinding.
Rasanya benar-benar seperti sedang bersama dengan Hanako. Namun, Magnus tidak habis pikir siapa sebenarnya wanita di hadapannya. Fisiknya terlihat seperti Hanako, tetapi dia bukan Hanako.
Magnus perlahan menarik bibirnya, tangannya merengkuh wajah wanita itu dan menatapnya.
"Ini dimana?"
Mendengar pertanyaan Magnus, wanita itu sontak tertawa. Namun, tetap dijawabnya pertanyaan pria itu.
"Kerajaan Holyland. Istana. Kebun bunga di belakang menara utama." Wanita itu menjawab sambil memeluk tubuh Magnus. Kepalanya rebah di dada pria itu. "Kau baik-baik saja kan?"
Magnus menangkap nada kekhawatiran di suara wanita itu. Ia menengadah dan menatap mata Magnus. Rasanya pandangan wanita itu seperti menyusup ke dalam diri Magnus, membaca seluruh isi hatinya hanya dari mata.
"Kau seperti terguncang. Apa kau mendapatkan penglihatan lagi?" tanyanya.
"Penglihatan?" Magnus mengulang, tidak paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tides of Plague and Time | 21+ Adult Only!
FantasyCerita ini repost. ⚠️ WARNING! KONTEN DEWASA! BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN! ⚠️ 🔞 Berisi adegan dewasa dan vulgar, risiko membaca ditanggung sendiri!🔞 Volume ketiga dari seri Priestess Temptation. Seri 1: The Priestess and the Wizard sudah tersedi...