Bab 24: Pesan Kedua

8.1K 627 49
                                    

Keesokan harinya, Renner datang ke RS Medika di jam lima kurang sedikit.

Ia bermaksud tidak mengganggu Sabila dan memasuki Poli Umum untuk melakukan registrasi. Petugas RS melihat datanya, "Pak Renner? VVIP ya? Langsung aja Pak ke Wing VVIP ya. Karena perawatan pasca operasi tercover juga."

"Oh gitu, jadi nggak sama Dokter Umum?" tanyanya.

"Enggak, Pak. Sama dokter yang nanganin Bapak kemarin, siapa ini ya...oh, Dokter Sabila." jawab petugas itu.

Ia kemudian menuju lorong VVIP, tanpa mencari-cari lagi. Kalau mendadak ada misi di RS Medika, rasanya Renner tak perlu meminta Iqbal untuk mencari blueprint, ia sudah hafal betul semua ruangan di gedung ini.

Sampai di Wing VVIP, Renner dipersilakan untuk menunggu di ruang konsul yang kosong. Tak lama, Sabila muncul.

"Hai, Ren. Akhirnya dateng juga kesini." sapa Sabila ramah.

"Halo, Dok." senyum Renner. Kali ini, senyumnya lebih sumringah dari biasanya.

Sabila meneliti Renner sejenak, ia tampak lebih santai dari terakhir mereka bertemu. Tak ada luka tambahan di badannya. Mungkin, misinya telah selesai? tanya Sabila dalam hati.

"Sibuk banget ya, akhir-akhir ini?" tanya Sabila sambil mengeluarkan alat-alat medisnya.

"Iya dan enggak sih. Baru libur dua hari kemarin. Tapi karena abis lembur berhari-hari juga." jawabnya.

Setelah mengukur tekanan darah dan memeriksa dengan stetoskop, Sabila meminta Renner untuk duduk di tempat tidur agar ia bisa melepas jahitannya.

"Nggak ada keluhan kan? Ini udah nggak sakit?" tanya Sabila sambil menekan pelan jahitan di perut Renner.

"Kalo diteken banget sih sakit, Dok. Tapi kalo sehari-hari enggak." jawabnya, "Jujur, saya sampe udah lupa kalo punya luka ini."

"Saking sibuknya?" tanya Sabila, memancing.

Renner, yang bisa membaca arahnya langsung mengalihkan, "Bukan, saking jagonya dokter saya nyembuhinnya."

"Kirain detektif, taunya buaya." balas Sabila bercanda. Ia kemudian duduk di depan Renner dan memulai pekerjaannya.

"Lagian udah tahu saya detektif, masih aja mancing-mancing." timpal Renner.

"Namanya juga, usaha." Sabila tersenyum jahil, memunculkan bentuk bulan sabit di matanya.

Selama beberapa saat, Sabila bekerja dalam diam dan Renner berpikir mengenai apa yang harus ia sampaikan ke Sabila.

"Udah beres kok. Pelakunya udah ditangkep. Ini lagi nunggu kejaksaan double-check semua bukti." jawab Renner enteng yang membuat Sabila mendongak ke arahnya.

"Itu kan yang dokter mau tau?" kini, Renner yang tersenyum jahil, "Besok juga muncul di berita."

"Oh, pantes bisa cerita-cerita." jawab Sabila sambil kembali fokus melepas jahitan Renner.

"Saya bisa kok cerita-cerita." ucap Renner. "Mau tau cerita saya selanjutnya?"

Sabila menatapnya heran, "Masa? Apa tuh?"

"Besok saya ditugaskan ke Makassar. Kasus penggelapan dana daerah. Ada beberapa orang yang harus saya interview, dan banyak dokumen yang harus saya periksa." jawab Renner.

"Kok? Boleh cerita? Besok berangkat sama Paul dan Syarla?"

Renner tersenyum, ia senang melihat wajah bingung Sabila. "Iya ini offical business. Saya detektif yang ditugaskan untuk menangani kasus ini dari Polri. Dan nggak sama Paul, Syarla, atau yang lainnya. Saya berangkat sama tim resmi saya dari Metro, ada tiga orang."

Two Worlds Colliding [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang