Bab 9: IGD Malam Ini

9.8K 653 4
                                    

Renner menenggak habis teh yang sudah tak panas lagi dari gelas kertasnya. Mulutnya asam ingin merokok, tapi rasanya tak sampai hati untuk membakar rokok di lingkungan rumah sakit. Ia berjalan di taman RS yang gelap, melihat cahaya-cahaya kamar dari luar, membayangkan ragam ekspresi keluarga pasien yang sedang menunggu di kamar-kamar tersebut. Lamunannya buyar ketika ia mendengar suara dari area IGD. Tiang infusnya ia geret dan bawa mendekat ke lorong IGD.

IGD tampak ramai, beberapa dokter dan suster tampak menangani pasien yang juga lelah menunggu. Maklum, sudah jam 10 malam. Sabila, yang baru memulai shiftnya, terlihat sigap menangani pasien yang satu-satu akhirnya mendapat brankar dan penanganan medis. Ada satu pemuda yang dari tadi bolak-balik menuju meja Sabila, meminta untuk diperiksa.

"Mas, tunggu dulu ya, duduk dulu. Yang lain lebih darurat." jelas Sabila. Terlihat ekspresi tak nyaman dan ia mengkode Ega untuk mengambil alih pasien tersebut.

Setelah Ega menangani seorang nenek, ia menghampiri pemuda tersebut. "Mas, saya udah periksa ini, nggak ada tanda asam lambung, perut juga nggak kembung. Bisa pulang aja."

"Nggak mau. Saya mau diperiksa Dokter Sabila." kata pemuda itu.

"Akan sama aja hasilnya." Ega mencoba memberi penjelasan.

Sabila yang masih sibuk dengan pasien lain hanya memperhatikan dari jauh. Hilang kesabaran, ia pun menghampiri Ega dan pemuda itu. Ia mengeluarkan stetoskopnya dan memeriksa.

"Iya Mas, nggak ada masalah menurut saya juga." jelas Sabila.

"Tapi saya benar sakit perut, Dok."

"Coba ke dokter umum, minta rujukan ke internis kalau masih sakit perutnya." sahut Sabila lagi kemudian meninggalkannya untuk diurus Ega.

Setelah puas melihat sibuknya IGD, Renner kemudian menyusuri lorong dan duduk di ruang tunggu rawat inap di Wing II. Mengamati keadaan Rumah Sakit rupanya kegiatan yang seru. Di ruang tunggu ini, suasananya senyap. Seakan keadaan darurat IGD kedap sampai sini.

Lima belas menit kemudian, Renner bosan, dan beranjak dari duduknya.

Tak sengaja, Sabila melewati lorong itu hendak berjalan ke locker room dan mengganti scrub-nya.

"Loh Renner? Ngapain?"

"Halo, Dok. Bosen aja, jalan-jalan."

"Oh. Oke. Istirahat, udah malem. Saya duluan ya."

Selepas kepergian Sabila, Renner baru menyadari satu hal. Selama ini, ia selalu merasa jadi Si Paling Sibuk sebagai kepala Team Shadow dan AKP yang laporan langsung ke Kapolri. Entah berapa ratus kali kata "istirahat. udah malem" ia tampik dengan, "Nggak ngaruh di gue." Ia lupa bahwa kata-kata itu juga tak berlaku bagi dokter. Kali ini, kata-kata tersebut berlaku untuknya, tapi tak berlaku bagi Sabila.

Akhirnya Renner memutuskan untuk tidur. Ia tahu ia akan bangun sangat pagi keesokan harinya, tapi pun ia sudah bosan berkeliling RS.

Two Worlds Colliding [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang