Bab 45: Tolong

8.2K 646 63
                                    

Pagi hari, ketika Renner bersiap menuju kantor, ia menerima pesan di HPnya.

Unknown Number
Ren, butuh barang ½ box, bantuin gua plis.
Jangan libatin anak Narc.

R.A.
Tama? Lo aman? Kirim lokasi.
Gue mesti ngasih tau Bang Ali tapi.

Unknown Number
Gua aman, sementara.
Jangan Bang Ali, kl mau Danil aja & jgn orang lain lagi.
[location]
Drop aja. Ntar gua jelasin.

Renner mengerutkan dahinya. Bingung. Semua 'barang' yang digunakan dalam misi harus diambil dari stok Divisi Narkotika. Dan Bang Ali, seorang kapten di Divisi Narkotika, adalah supervisor Sam kali ini. Misi Sam kali ini, menurut info yang ia dapat dari Pak Dewa, adalah infiltrasi dan pembekukan Geng Inferno, pengedar narkoba di daerah utara. Tapi kenapa ia malah tak ingin Bang Ali tahu? Mungkin Sam ada masalah dengan Bang Ali, entahlah. Renner tak mau ambil pusing. Ia kemudian menghubungi Danil untuk membantunya.

⏳⏳⏳

Seminggu kemudian, Renner merasa bahunya lebih baik. Fisioterapinya makin membantu gerakan ototnya, dan dokternya memperbolehkan melepas sling itu. Akhirnya, derita dua minggu ke belakang sudah hampir usai.

Malamnya, Renner menjemput Sabila di rumahnya, untuk menuju ke rumah Syarla. Undangan makan dari Tante Rita jatuh di malam ini.

"Cantik." ujar Renner ketika Sabila masuk ke mobilnya. Meski berdandan simpel, mengenakan luaran rajut hitam dan sedikit make-up, Sabila terlihat sangat menawan di mata Renner.

"Ya kan mau ketemu keluarga kamu." jawab Sabila.

"Oh iya, aku malah yang belum pernah spend time sama Ayah Ibu kamu ya."

"Iya, sebenernya Ayah Ibu sering nanyain kamu. Tapi jadwalnya masih susah, Ayah proyeknya lagi kejar tayang di luar kota. Nanti ya, kita makan bareng juga." ucap Sabila.

Sesampainya di rumah Syarla, Tante Rita sudah siap menyambut. Sejak Syarla cerita bahwa abangnya itu sudah memiliki kekasih baru, ia tidak sabar untuk bertemu. Pintu dibuka, Renner mengucap salam dan mereka memasuki rumah. Tante Rita langsung menghampiri Sabila dan bahkan tak menghiraukan Renner.

"Ya ampun.. Sabila cantik banget." ujarnya. Sabila refleks menyalaminya dan menunduk, "Tante...kenalin, saya Sabila."

"Ih, aku nggak dianggep." sahut Renner dari belakang Sabila.

"Ya kalo kamu kan sering ketemu. Cemburuan banget sih." jawab Tante Rita.

Syarla yang tadinya duduk di sofa, datang juga menghampiri, "Bener kan, Ma, yang Syarla bilang? Udah cantik, baik, dokter pula. Syarla bingung gimana Mas bisa menang banyak."

Sabila hanya bisa tersenyum kikuk mendapat sambutan hangat di rumah Renner.

"Iya...Mas Aksa kenapa nggak dari dulu sih ngajak Sabila kesini. Ayok ayok kita langsung ke meja makan aja." ajak Tante Rita sembari berjalan ke meja makan.

"Mas Aksa..?" tanya Sabila ke Syarla.

"Iya, Bang Renner kalo di rumahku dipanggil Mas, karena Mama orang jawa, manggilnya Mas Angkasa. Tapi dulu Baim masih kecil gabisa manggil Angkasa karena kepanjangan. Jadi Mas Aksa aja deh." jawab Syarla.

Pantesan dia sensi kalo gue manggil Sam pake Mas. Batin Sabila.

"Tapi aku harus tetep manggil 'Bang Renner'. Kalo engga, dia marah-marah mulu di kantor." keluh Syarla.

"Ngomel mulu lu, Cil. Baim mana, Baim?" tanya Renner, mencari adik lelaki kesayangannya.

"Masih mandi...tadi main futsal sama temen-temennya. Bentar lagi keluar." jawab Tante Rita.

Two Worlds Colliding [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang