Bab 47: Kerjaan

8K 620 39
                                    

Sejak berpapasan dengan mantan masing-masing, hubungan Renner dan Sabila sedikit tegang, sehingga akhir-akhir ini keduanya berusaha mencairkan suasana.

Malam ini, Renner yang gantian ingin memasak untuk Sabila.

"Aku cuma bisa masak spaghetti sih, tapi dijamin enak." sahut Renner.

"Ya enak lah, orang sausnya udah jadi.." goda Sabila.

"Ih tapi kan kalo masak pastanya gak bener bisa jadi gak enak tau. Nanti deh aku belajar bikin nasgor kayak kamu."

"Hehe, nggak usah. Kamu mau masakkin aku aja, aku udah seneng."

Sementara Renner memasak, Sabila merapihkan ruang tengah Renner. Beberapa barang ia rapihkan, termasuk tas Renner yang ditaruh asal ketika datang tadi, ia pindahkan ke rak. Ketika menaruh di rak, sebuah benda kecil jatuh ke lantai, keluar dari tas yang setengah terbuka itu. Sabila lalu memungutnya.

Sebuah botol kecil berlabel Oxycodone. A/N: Renner Angkasa.

"Ren...? Ini apa?" tanya Sabila, memperlihatkan benda itu ke Renner.

"Oh- Eh itu, kerjaan." jawab Renner.

Sabila meliriknya heran. "Ya ngga mungkin lah itu buat aku kan." ucap Renner lagi.

"Atas namanya kamu." balas Sabila pendek.

"Iya, emang. Tapi bukan buat aku...Hm, susah deh jelasinnya. Tapi aku kan juga udah nggak sakit, buat apa aku punya pain meds lagi?" ujar Renner.

Sabila mengangguk akhirnya, mengembalikan botol itu ke tas Renner.

Kemudian, HP Sabila bergetar.

Caller ID.
Dokter Bayu.

"Halo, Dok."
"Udah kok, tadi jam 11."
"MRI juga udah diorder."
"Hmm.. kayaknya tadi sama Dokter Annisa."
"Tanya ke Suster Ayu aja, Dok."

Renner hanya bisa mendengar setengah percakapan itu, Sabila kemudian berjalan ke teras untuk menyelesaikan teleponnya.

Tak lama, Sabila kembali. Masakan Renner sudah terhidang di atas meja. Renner juga sudah menyiapkan piring, sendok, gelas, dan minuman. Sabila hanya tinggal makan.

"Hmm.. kelihatannya sih enak yaaa." puji Sabila. Renner mengambilkan seporsi spaghetti ke piring Sabila.

Sabila langsung menyuap spaghetti bolognese itu, "Enak Reeen." sahutnya. Renner tersenyum puas, "Beneran?"

"Bener. No kaleng-kaleng." jawab Sabila dengan mulut setengah penuh.

"Good. Makan yang banyak ya." ucap Renner, pemandangan makan lahap Sabila adalah salah satu pemandangan favoritnya.

Di tengah santap malam, HP Sabila yang ada di atas meja makan bergetar.

Caller ID.
Dokter Bayu.

"Ya, Dok."
"Oh, dulu aku beli di toko itu di Kuningan."
"Bener, warna biru."
"Oke."

Sabila menutup teleponnya cepat. "Sori. Kerjaan." sahutnya.

Renner mengangguk. Meski ia merasa sedikit terganggu, karena telepon terakhir itu tidak terdengar seperti pekerjaan, tapi ia tahu bahwa pekerjaannya lebih berat untuk Sabila mengerti daripada sebaliknya. Jadi ia tidak bertanya lebih lanjut. 

Setelah menghabiskan makanan, Renner tiba-tiba meraih tangan Sabila yang duduk di seberangnya.

"Sayang, aku boleh nanya sesuatu nggak?" tanyanya.

Meski nadanya sangat lembut, tapi jantung Sabila mau copot rasanya. Ia sama sekali tidak tahu arah pembicaraan ini akan kemana.

Nanyain Sam? Enggak, kan?
Mana pake 'sayang', apa dia mau tugas lagi?

Two Worlds Colliding [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang