Sabila menjalani hari itu dengan cemas.
Ia memulai shiftnya jam 7 pagi. IGD sudah ramai dan cukup untuk membuatnya melupakan keadaan Renner sementara. Tapi ketika shift-nya selesai, pikirannya melayang kembali, menatap gawainya yang tak kunjung berbunyi. Jam 2 siang seharusnya Sabila menyelesaikan shiftnya tapi ia memutuskan untuk kerja lebih lama sambil menunggu kabar dari Renner. Pun ia tidak bisa istirahat kalau pulang ke rumah.
20 menit kemudian, HPnya berbunyi.
Renner Polisi
Baru selesai. Lumayan drama. Tapi saya nggak apa-apa. Luka sedikit.Dokter Sabila RS Medika
Luka apa? Kesini aja. Aku baru selesai shift.Renner Polisi
Liat sendiri aja. Saya otw.⏳⏳⏳
Tak lama berselang, Renner sampai RS Medika dan memasuki ruangan konsul Sabila.
Sabila yang sedang mengerjakan administrasi di mejanya, menoleh ke atas ketika pintu terbuka, menemukan yang dari tadi ditunggu, "Wow. Dikit banget lukanya." sarkas Sabila.
Renner hanya tersenyum lelah, merentangkan lengannya lebar, dan Sabila segera berdiri dan masuk ke pelukannya. Renner tidak tahu ia sangat memerlukan ini. Rasanya apa yang terjadi selama 30 jam lalu luntur sudah. Tangannya yang masih di gips tidak terasa sesakit itu sekarang.
Sabila memeluknya lebih erat.
"Aku nggak tahu kamu kemana. Tapi kamu bisa bilang ngga, kalo luka-luka ini lebih buruk daripada kejadian yang kamu alamin?" tanyanya dengan suara teredam akibat wajahnya yang tenggelam di dada Renner.
Renner mengusap pucuk kepala Sabila, "Iya, bisa dibilang. Apapun itu, yang saya alamin nggak seburuk yang kamu bayangkan."
"Masa? Emang kamu tahu aku bayangin apa?" Sabila melepas rengkuhannya.
Renner mengangkat bahu. "Kamu kan juga nggak tahu saya ngalamin apa." senyumnya jahil.
"Ya karena kamu nggak bisa cerita." gerutunya.
"Kamu dong cerita, bayangan kamu apa." ucap Renner tersenyum.
"Jatoh dari tangga pas nangkep perampok." jawab Sabila setengah bercanda.
Renner menggeleng-geleng, "Bener. Emang kamu tuh kebanyakan nonton TV."
Sabila mendengus, "Padahal mah cuma karena kejar-kejaran sama Paul ya?"
Lagi, Renner hanya bisa tersenyum. Ia sangat frustasi bahwa ia tidak bisa berbagi cerita dengan Sabila, tapi juga gemas melihat perilaku dokternya yang selalu lucu.
"Patah? Coba liat, dokternya bener nggak masang gips-nya." Sabila lalu mengangkat tangan Renner yang di gips. Ia tidak memakai sling, jadi kemungkinan cederanya di tulang radius atau ulna.
"Retak katanya. Udah X-Ray. Nanti aku kirim hasilnya." jawab Renner.
Sabila kemudian meneliti wajah Renner yang sebenarnya penuh dengan luka-luka sayatan kecil kalau dilihat lebih dekat, di ujung dahinya ada kassa kecil yang menutupi luka.
"Kamu...kena pecahan kaca ya?" tanya Sabila.Renner menghela nafas panjang, memejamkan matanya, "Aku tuh pengen banget cerita ke kamu. Biar kamu nggak khawatir juga. Tapi aku nggak bisa. Kamu percaya kan? Bukan aku nggak mau. Aku takut kalo aku mulai cerita yang ini kena pecahan gelas, yang ini kena kursi, aku nggak bisa berenti dan cerita ke kamu tentang kasusnya." jelas Renner sambil menunjuk luka-lukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Worlds Colliding [Terbit]
AksiRenner dan Sabila, dua orang dengan profesi berbeda yang menguras tenaga- seorang AKP dan dokter emergensi, bertemu dalam sebuah keadaan yang membuat mereka jatuh cinta...atau tidak? 🍣