Chapter 18: Kesedihan Licht

13 2 0
                                    

Tahun D200 Saat ini, setelah kehilangan Dewa Samudra, Licht duduk termenung di ruang istirahatnya di daerah pegunungan Elendig tempat pertemuan The Octagon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tahun D200 Saat ini, setelah kehilangan Dewa Samudra, Licht duduk termenung di ruang istirahatnya di daerah pegunungan Elendig tempat pertemuan The Octagon. Tenggelam dalam kesedihannya, mata pria tua itu yang tadinya keemasan pun perlahan berubah menjadi kemerahan karena kesedihannya yang mendalam serta amarahnya yang bercampur menjadi satu, kehilangan orang yang dia cintai sejak lama. Licht mengingat hari-harinya saat itu ribuan tahun yang lalu ketika Licht masih sangat 'peduli' dengan Elaine. Ia masih sangat muda saat itu.

"Elaine! Dimana kamu? Aku udah mencarimu kemana-mana, sekarang sudah sore kita harus segera kembali ke ruang pertemuan. Gurumu mencarimu. Hmm... Kemana ya dia?"

Aku berjalan mencari Elaine di sisi simpang empat tempat pertemuan di Elendig. Aku sedang melihat ke arah kanan, namun tiba-tiba dari arah kiri ada seseorang yang mengagetkanku ketika aku baru saja ingin melihat ke arah kiri.

"Bwah!"

"Woah!!!" aku pun sedikit melompat mundur terkaget karena dia tiba-tiba saja ada di depan wajahku.

"Ahahaha... Wajahmu lucu sekali Licht! Kamu seharusnya membawa kaca untuk melihatnya!"

"Kamu ini sedang apa Elaine?! Kupikir aku akan mati terkena serangan jantung tau!"

"Hahaha... Jangan lebay gitu deh. Kita para penerus Delapan Dewa tidak akan mati semudah itu loh! Kamu masih saja berpikir dirimu manusia Licht?"

"Tentu Saja! Aku memang manusia... Meskipun sekarang mungkin sudah tidak."

"Kan... Aku tau persis pemikiranmu masih seperti itu Licht, seharusnya kamu jangan terlalu rendah hati begitu. Kamu tau kan ketika kita terlalu rendah hati, kita akan diremehkan oleh manusia."

"Ta-tapi kan, kita itu memanglah manusia Elaine. Kita tidak bisa memiliki sifat seperti itu. Atau mereka tidak akan setia pada kita."

"Hmm... Kamu benar Licht, tapi Guruku tidak mengajariku seperti itu. Mungkin pandangan kita berbeda karena elemen dasar kita mengajarkan hal yang berbeda juga. Kamu tau, Samudra atau air, memiliki pemahaman bahwa air yang mengalir harus menerima semua hal yang ikut mengalir padanya, dan segera memikirkan akan menuju kemana tujuan dari air itu sekarang, meskipun pada akhirnya tidak semua air pada samudra dapat bersatu namun aliran air riak ombak yang terbentuk dari beberapa jenis air yang berbeda itu akan tetap menjadi satu. Jadi jika kamu masih belum bisa menerima masa kini karena terikat dengan masa lalu kita yang mana adalah manusia, maka kemajuanmu akan terhambat Licht."

"Iya Elaine... Aku tau itu, sebagai penerus dengan elemen dasar Cahaya memikirkan tujuan kedepan adalah salah hal yang teramat penting, namun kita juga tidak boleh melupakan darimana kita berasal, karena Cahaya memiliki inti yang mana sebagai penghasil cahaya itu sendiri. Jadi kamu bisa mengerti kan mengapa aku bersikap seperti ini sekarang?"

"Yah sebagai bagian dari Delapan Dewa kita memang saling melengkapi kekuatan masing-masih supaya menjadi sempurna. Jadi aku tidak masalah dengan pemikiranmu itu Licht. Dan juga emm... Pejamkan matamu sebentar."

TerbangunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang