Setelah percakapan singkat di depan Istana kami masuk ke dalam untuk melanjutkan perbincangan, kakek Licht itu ternyata adalah seseorang yang sangat penting dan merupakan Dewa Cahaya era ini. Dia juga sepertinya kelelahan dari perjalanannya karena dia yang meminta untuk meneruskan perbincangannya di dalam Istana dan dia juga bilang ingin sedikit beristirahat. Aku tidak mengerti bagaimana bisa seorang dewa bisa kelelahan dari perjalanan tetapi dari gelagatnya saat sampai ke sini tadi dia terlihat seperti seseorang yang tergesa-gesa mungkin karena itu dia jadi lelah.
"Baiklah akan kulanjutkan lagi tentang seseorang yang kemungkinan bisa menjadi gurumu Azzo." Ucap Licht.
Dia langsung saja berbicara padaku ketika telah menemukan sofa yang nyaman untuk duduk. Benar-benar seorang kakek.
"Baik kek aku akan mendengarkannya dengan seksama."
*plak*
Bunyi tangan Ellard yang mencapai wajahku.
"Aduh sakit woy... Apa yang kau lakukan El?!"
"Hei Azzo, apa kau sudah gila?! Memanggil dia kakek, seharusnya kau lebih menghormatinya!" Teriak Ellard.
"Tapi kan kau tidak perlu menamparku sekeras itu. Bisa kan tenaganya dikurangi, wajah itu area yang sensitif. Dan lagi aku merasa Kakek Licht ini tidak akan keberatan jika aku memanggilnya begitu iya kan?"
"Dasar kau..."
"Sudah-sudah tidak usah bertengkar permasalahan sepele seperti itu. Tidak masalah dia memanggilku kakek toh penampilanku memang seperti seorang kakek-kakek."
"Maafkan teman saya ini Tuan Dewa Licht." Ucap Ellard sambil membungkuk meminta maaf.
"Kau juga Ellard, tidak perlu memanggilku sedemikian hormatnya. Bukankah kita akan menjadi guru dan murid? Jadi, cukup panggil aku Guru atau mungkin Suhu? Master? Kurasa Suhu saja akan lebih baik."
"Baik suhu." Jawab Ellard dengan wajah merona malu.
"Woah El wajahmu merona, kukira wajahmu tidak akan merona jika kau tidak bicara dengan seorang wanita."
Aku menggoda Ellard yang nampak malu-malu karena diakui sebagai murid dari Dewa Cahaya Licht.
"Diam Azzo. Saya merasa terhormat suhu bisa menjadi murid anda."
"Bahasamu masih saja kaku, santai saja Ellard, aku ingin kau agar lebih santai terhadapku karena aku adalah suhumu."
"Baik suhu aku mengerti."
"Benar seperti itu. Kalau begitu akan kujelaskan seseorang ini Azzo."
"Sambil kalian mengobrol aku akan menyiapkan makan untuk kalian. Dan kau Ellard Vahran sepertinya kau tidak perlu mendengarkan ceritanya, bukankah lebih baik kau mengurus keempat pengawal itu agar cepat sadar?" Ucap Emilia.
"Tapi sepertinya ini penting karena menyangkut pendekar pedang hampa, kami sudah berpetualang selama sepuluh tahun namun tidak pernah sekalipun mendengar ada pendekar pedang hampa yang masih hidup. Saya ingin mendengarnya juga nona Emilia."
"Kalau begitu terserah kau saja, tapi setidaknya sembuhkan dulu mereka. Kau bisa sihir penyembuhan kan? Tolong ya."
"Hmm... baik nona Emilia."
"Hussh... Sana pergi El, aku ingin segera mendengar informasi mengenai calon guruku ini yang seorang pendekar pedang hampa tanpamu." Ucapku pada Ellard.
"Dengar ya Azzo... Aku akan menyembuhkannya secepat mungkin dan segera kemari untuk mendengarnya juga. Jadi jangan sok begitu deh ya... Awas aja kau nanti."
"Hahaha... Tenang saja Ellard, aku akan menceritakannya juga denganmu nanti jika memang kau memang ingin tau jadi santai saja."
"Terima kasih suhu. Kalau begitu saya pamit dulu. Untuk menyembuhkan mereka." Balas Ellard.
"Oh iya, sebenarnya kau tidak perlu repot-repot untuk menyembuhkan mereka, luka-luka mereka seharusnya sebagai pembelajaran mereka agar tidak meremehkan musuhnya lain kali."
"Tapi saya merasa tidak enak dengan nona Emilia karena menginap di Istana miliknya ini. Jadi rasanya tidak masalah untuk sedikit membantunya seperti ini."
"Kalau begitu kuserahkan keputusannya padamu itu muridku."
Ellard membungkuk hormat ke arah gurunya itu dan meninggalkan ruangan menuju ruang istirahat dimana para pengawal tidak sadarkan diri dan terluka cukup parah.
"Baiklah sampai dimana aku tadi, oh iya seseorang dengan teknik sepertimu ya. Aku tau seseorang dengan ilmu pedang hampa. Tetapi ada satu masalah."
"Apa itu kek?"
"Dia adalah seseorang dari Seltsam dan seorang Pioneer dengan kode nama 'The Myth' seperti artinya mitos, tidak ada seorang pun yang mengenalnya, semua tentangnya hanya sekedar cerita entah bagaimana kebenaran ceritanya tidak ada yang tau. Namun yang pasti dia ada di dunia ini, hadir diantara kita."
"Perkataan anda seperti tidak berkesinambungan kek, jadi bagaimana anda bisa mengenalinya jika dia memang seperti namanya 'mitos' tadi?"
"Hm... Sepertinya aku harus menjelaskannya dari awal mengenai dewa-dewi di Donya. Dahulu, kedelapan dewa memiliki banyak sekali murid termasuk diriku ini juga memilikinya. Namun mereka semua dihabisi olehnya 'The Myth' hingga hanya beberapa dari kami memiliki sedikit murid yang tersisa, bahkan aku tidak memiliki sisa murid sama sekali. Dia adalah seorang wanita yang sangat kejam."
"Dia seorang wanita? Memangnya ada seseorang yang bisa menerobos ke pemukiman anda kek? Apakah mungkin karena dia wanita jadi para pengawal menjadi lengah?"
"Bukan begitu, seperti yang sudah kubilang tadi. Keberadaannya tidak bisa dideteksi sama sekali, namun aku sudah mendengar kabar dari negara lain bahwa terjadi pembantaian yang menyebabkan musnahnya penerus Kedelapan Dewa, saat itu wanita ini belum menargetkan muridku. Hingga sampai suatu saat ketika aku melihat wanita itu sendiri dengan kedua mataku saat dia membunuh para muridku."
Aku mendengarkannya dengan seksama dan bergidik seperti saat aku sendirian ketika pertama kali tiba di Donya. Rasa akan keputusasaan yang sangat terasa di setiap kata-kata kakek Licht ini.
"Aku tidak pernah merasakan ada seseorang yang menyusup ke Sonnenstadt, tabir pendeteksi di seluruh kota pun tidak mendeteksi adanya wanita ini, bahkan saat di hadapanmu aku seperti tidak merasakan seorangpun di sana. Aku hanya bisa melihat sesosok wanita dengan pakaian gelap serta dengan aura hitam yang sedikit memancar darinya. Itu sungguh pemandangan yang sangat mengerikan aku tidak dapat berbuat apapun. Saat aku tiba, muridku telah dihabisi semuanya. Dan ketika aku berusaha untuk mengejarnya, dia mengeluarkan pedangnya dengan bekas darah yang menempel padanya lalu dia menebaskan pedangnya ke udara di sampingnya. Anehnya bekas tebasannya itu bisa menebas ruang di depannya itu. Dengan robekan ruang itu dia pergi dari Sonnenstadt tanpa mengatakan sepatah kata pun, dan tanpa mengeluarkan bunyi apapun dari langkah kakinya maupun gerakannya. Dan setelah aku mencari tau, bahwa dia adalah seorang pendekar dengan ilmu pedang hampa. Penampilanmu saat ini benar-benar mengingatkanku padanya menggunakan pakaian serba hitam dan ilmu pedang hampa."
"Maafkan aku, turut berduka cita juga kakek Licht."
"Itulah mengapa aku bilang bahwa hanya ada kemungkinan dia menjadi gurumu tapi kemungkinan itu sangatlah kecil. Aku juga minta maaf nak, tidak bisa mengajarkan apapun padamu. Padahal dengan statusku dan kekuatanku yang seperti ini aku tetap tidak bisa mengajarkan apapun padamu."
..............bersambung...............
Minggu depan Libur
Update kembali 22 Mei 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbangun
FantasyTerlempar ke dunia asing bernama "donya" selama 10 tahun dengan tubuh tak menua sedikitpun, tanpa ingatan. Hanya dengan pecahan ingatan tentang dunia lama yang hancur dan matanya yang berubah warna ketika mengingat kejadian itu. Bermodalkan keingin...