Saat ini kami tengah bersiap untuk menjelajah reruntuhan di dekat perbatasan antara daerah netral pegunungan Elendig dengan wilayah Mili wilayah dari Dewa Samudra Elaine 'The Octagon'. Kami seringkali bertemu pengelana seperti kami yang memburu artefak dari dalam reruntuhan. Mereka bilang di daerah pegunungan ini terdapat semacam piramid yang menarik perhatian kami. Namun sebelum sampai di sana kami memutuskan untuk berkemah kembali di desa sekitar labirin itu.
Malam itu, di bawah langit yang berkilauan, kami berkumpul di sekitar api unggun. Cahaya gemerlap memantul dari wajah-wajah kami yang lelah. Selene, dengan matanya yang tajam dan rambut hitamnya yang terurai, menatapku dengan sedikit kesal. Dia selalu lebih waspada, lebih cerdas dalam membaca tanda-tanda alam. Aku, Azzo, lebih suka bertindak dulu dan berpikir kemudian. Itu sebabnya kami sering berbenturan. Ini adalah kisah sebulan setelah kami bertualang dengan Selene.
"Selene, kau bilang apa tadi mengenai daerah ini?" tanyaku.
"Harus berapa kali kubilang Azzo, daerah sini itu rawan akan konflik. Kota Mili sepertinya ingin memaksakan wilayahnya meluas untuk menguasai labirin ini. Aku masih tidak menyangka ada seorang pendekar yang pendengarannya kurang sepertimu." Kata Selene.
"Apa katamu?"
"Tuh kan sudah kubilang."
"Sudah-sudah jangan ribut kita harus menguasai ulang daerah sekitar sini terutama reruntuhan piramid yang orang-orang maksud." Ellard melerai kami yang mulai bertengkar.
Setelah Selene mengingatkan kita tentang potensi konflik di daerah ini dan juga Ellard yang melerai kami yang ribut, suasana di sekitar api unggun menjadi sedikit tegang. Cahaya api memantulkan bayangan di wajah-wajah kami yang lelah. Aku, Azzo, merasa tergugah oleh keingintahuan. Piramid yang disebutkan orang-orang. Apakah itu benar-benar ada? Apa rahasia yang tersembunyi di dalamnya?
Selene menatapku dengan tajam. "Ellard benar. Dengar Azzo, pendengaranmu memang perlu ditingkatkan atau mungkin kau perlu lebih fokus dengan penjelasan misi kita. Kita harus sangat berhati-hati. Karena konflik di wilayah ini bisa memicu pertempuran yang berbahaya untuk kita."
"Kau benar, maafkan aku. Aku akan lebih memperhatikannya lagi lain kali. Jadi dimana piramid tujuan kita kali ini? Sejauh mata memandang aku tidak melihat sebuah bentuk piramid di sekitar sini." Ucapku penasaran.
"Lihat gunung yang ada di depan sana itu Azzo? Itu adalah piramid yang dimaksudkan." Kata Ellard sambil menunjuk gunung yang ada di depan.
"Kau serius El?" jawabku tidak percaya. Karena gunung di depan kami sama sekali tidak berwujud piramid.
"Tentu saja. Jika kau tidak percaya lihatlah sendiri dari atas."
"Gimana caranya? Kan aku ga bisa terbang. Ya bisa sih aku lompat, tapi malah akan berbahaya menunjukkan keberadaan kita di sini dong.
Ellard tiba-tiba membungkuk berusaha untuk mengumpulkan segumpal tanah dengan kedua tangannya. Dia menekan-nekan tanah tersebut lalu...
*whosh*
Gumpalan tanah yang ada di tangannya pun berubah menjadi burung. Lalu burung tersebut dengan ce[at terbang ke langit.
"Whoah apa itu?!" kataku dan Selene bersamaan.
"Aku menyebutnya sihir Eagle Eye. Dia bisa memperlihatkan pemandangan dari atas kepada kita, dengan aku sebagai sarana untuk melihatnya. Kau mau lihat gunung itu dari atas kan? Sini biar kutunjukkan." Ellard menyuruhku untuk mendekatinya
"Eagle Eye ya... Ya tidak terlalu buruk selera penamaanmu El."
Ellard tersenyum mendengar pujian itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbangun
FantasíaTerlempar ke dunia asing bernama "donya" selama 10 tahun dengan tubuh tak menua sedikitpun, tanpa ingatan. Hanya dengan pecahan ingatan tentang dunia lama yang hancur dan matanya yang berubah warna ketika mengingat kejadian itu. Bermodalkan keingin...