“Nih, Nay. Buka aja!” kata Samuel sambil melempar kunci pada Zenaya. Lantas gadis itu langsung menangkapnya.
“Kok dikunci sih? Kata lo ada adik lo di dalem?” Naya bertanya dengan bingung.
“Adik gue takut tinggal sendirian, Nay. Dia selalu kunci pintu kalo lagi sendirian,” jawab Naya yang baru selesai memarkir motornya. Lalu berbalik menghampiri Naya.
Naya lalu membuka pintu. Namun malah berdiri mematung di sana. Sementara Samuel telah menunggunya dengan kebingungan. “Kok, diem aja? Masuk, dong,” katanya.
Naya menatap Samuel sejenak, lalu akhirnya gadis itu masuk juga. Samuel lalu masuk dan menutup pintu.
Naya yang kaget mendengar suara pintu menutup, lantas menoleh ke belakang.
“Lo kenapa kayak takut gitu, sih, Nay?” tanya Samuel heran. Menghentikan langkahnya.“Enggak, ah. Siapa yang bingung? Adik lo mana?!” sahut Naya. Ia tak mau ketakutannya itu diketahui Samuel.
“Lagi di dapur, kali. Gue nyium bau masakan,” jawab Samuel yang lalu melewati Naya yang masih berdiri mematung. “Lo duduk aja dulu di sini, gue panggil adik gue dulu.”
Naya lalu melepas tasnya dan duduk di sofa. Masih takut-takut untuk bertindak. Sementara Samuel masuk ke dalam.
“Alika, lo lagi masak ya?!” terdengar suara Samuel dari dalam.
Naya menatap ke sekeliling ruangan itu. Terlihat kosong sekali. Hanya ada sebuah sofa yang ia duduki, sebuah meja kaca, sebuah ampli, lalu sebuah gitar listrik yang dipajang di dinding. Jelas sekali dia seorang gitaris, ada beberapa macam efek gitar tergeletak begitu saja di atas meja.
“Itu temen gue. Namanya Zenaya.”
Tiba-tiba seorang gadis telah berdiri di hadapan Naya. Gadis itu menatap Naya lekat-lekat. Ekspresi gadis itu terlihat kaget.
“Hai, gue Naya,” sapa Naya yang kemudian berdiri dan mengulurkan tangannya pada gadis itu. Gadis itu masih terlihat diam tanpa melepaskan pandangannya sedikit pun dari Naya.
“Kenalin, Nay. Namanya Alika, adik angkat gue.”
Alika kemudian menjabat tangan Naya. Lalu membalas senyum gadis itu dengan senyuman tipis. Naya merasa ada ekspresi kaget dan juga bingung di wajah gadis itu.
“Gue Alika, salam kenal ya.”
“Ya, salam kenal juga,” jawab Naya. Tidak melepaskan senyumnya. Namun masih heran dengan Alika yang masih menatapnya seperti itu. Ia pun mulai risih.
“Mau minum apa ya, Kak? Ntar Alika buatin," kata Alika sambil berbalik lagi ke dalam.
“Hm, terserah deh,” jawab Naya yang seperti kehilangan akal untuk berpikir kali ini. Melihat ekspresi gadis yang disebut sebagai adik angkatnya Samuel itu membuatnya benar-benar bingung.
Alika lalu berjalan ke dapur meninggalkan Naya dan Samuel. Naya kembali duduk, lalu Samuel duduk di sampingnya.
“Gue enggak bohong kan, Nay?”
“Bohong? Maksudnya?”
“Gue tau kok. Lo pasti tadi takut kalo kita cuma berdua di sini. Masa iya sih lo berpikir kalo gue cowok yang kayak itu?”
“Enggak kok.”Mendengar ucapan Samuel itu, Naya jadi bisa bernapas lega. Ia memang seharusnya tidak curiga seperti tadi.
Samuel menatap Naya lalu tertawa. Sementara yang ditatap masih menutup-nutupi bahwa sesungguhnya apa yang dikatakan Samuel itu benar semua.
“Adik lo juga sekolah di sini?” tanya Naya. Sengaja mengalihkan pembicaraan.
Samuel pun menggeleng. “Enggak, kok. Dia sekolah di Bandung bareng tantenya,” jawabnya. "Memangnya Naya lupa kalau Samuel juga orang Bandung, sama lah kayak Naya."
KAMU SEDANG MEMBACA
De Tales [ Terbit Di Teorikata Pubslihing ]
RomanceMau bantu pecahkan teka-teki bareng Zenaya? 👀 Hai, teman-teman. Cerita ini dibuat untuk mengikuti event Pensi Volume 8 oleh Teorikata Pubslihing dan Lapas Penulis . Mohon komentar, vote, bantuan, serta doanya ya! Terima kasih ☺️