"Gimana, jadi latihan basketnya?"
Hazel balas tersenyum. Kemudian membereskan buku-bukunya, memasukkannya ke dalam tas dan kembali menengok Kiano yang berjalan ke luar kelas.
Giska dan Dania baru tiba di kelas. Lantas menghampiri Hazel yang masih berdiri dalam diam dan tak berhenti melihat ke arah pintu. Keduanya pun bingung melihat ekpsresi Hazel itu.
“Lo mau pulang enggak?” sapa Giska yang sudah memakai tasnya.“Kenapa sih, bengong gitu sambil ngeliatin pintu?” tanyanya bingung. Saling tatap dengan Dania yang berdiri di sampingnya.
“Eh, barusan kita tadi kan pas-pasan sama Kak Kiano yang baru keluar dari kelas. "Apa ada hubungannya sama lo?” selidik Dania. Memandang Giska yang menggeleng sambil lanjut mengambil tas dari mejanya.
Hazel tiba-tiba tertawa aneh. Ia lalu mendekati mereka. Sejurus kemudian sudah berdiri di tengah kedua sahabatnya itu dan merangkul mereka. “Dia jemput gue buat latihan,” bisiknya.
Giska dan Dania saling pandang, tak pernah mereka melihat Hazel dengan ekspresi seperti itu. Seperti tertangkap basah. Ketiganya pun lalu berjalan ke luar kelas, mendekati Kiano.
"Yuk, buruan!" Kiano sudah menunggu Hazel sambil tersenyum manis.
Kemudian ketiga sahabat itu berpisah di sana. Hazel dan Kiano berjalan menuju ke lapangan, sementara Giska dan Dania pun pulang.
°•°•°
Heizel dan ketiga sahabatnya, Jean, Attar, dan Noah baru saja tiba di lapangan. Mereka berjalan menuju rombongan anak futsal yang berdiri di tepi lapangan, sementara Heizel berhenti di belakang. Membuat ketiga temannya refleks menoleh ke arahnya.
"Lo ngapain, Zel?" Attar, si cowok berkulit gelap itu menatapnya menyelidik. Sementara kedua temannya yang lain ikut menengok ke arah yang sedang ditatap Heizel.
"Memangnya hari ini anak basket ikut ngumpul?" Heizel bergumam lirih. "Bukannya kalian bilang, udah deal kita tuker jadwal ya?"
Attar ikutan melihat siapa yang sedang bermain basket di seberang sana.
"Wah, Kiano, bener-bener deh!" Kali ini Jean yang berbicara. "Lupa kali dia!"
"Tapi dia main cuma berdua, apa Kiano lagi buka les privat?" Noah yang bertubuh paling kurus di antara ketiganya itu tertawa kemudian. Namun berhenti seketika saat melihat ekspresi kesal di wajah Heizel.
"Eh, apa perlu kita yang samperin?" Attar mengerti Heizel sangat dongkol melihat Kiano bermain berduaan saja dengan anak kelas sepuluh tersebut. "Ini Kiano lagi ngapain sih?!"
"Lagi iseng main aja kali, orang kemaren di grup OSIS juga udah deal tukeran jadwal!" Jean menimpali. "Ya udah, samperin aja paling nanti mereka balik kanan bubar jalan."
Mereka lalu berjalan mendekati Kiano dan Hazel. Keduanya asyik bermain sambil tertawa-tawa.
"Ekhem!" Attar berdeham keras. "Lagi buka les privat ya, Pak?" sindirnya. Membuat keduanya menengok ke arah mereka.
Kiano menatap sejenak satu per satu dari mereka sembari mengambil bola dan memantul-mantulkannya ke lapangan.
"Bukannya elo udah setuju ya, kita tukeran jadwal?!" Heizel buka suara.
Kiano tersenyum simpul. "Eh, iya, sori, gue lupa," jawabnya enteng. Seperti tak sadar dengan tatapan Heizel yang berusaha menutupi kekesalannya. "Tadinya udah inget sih, cuma berhubung udah di lapangan, jadi mau ngajak Hazel maen sebentar."
Sementara Heizel mengalihkan tatapan ke arahnya, Hazel malah langsung menundukkan kepala. Dia tahu Heizel sedang kesal, dari nada suaranya tadi. Lantas ia merasa tak keenakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
De Tales [ Terbit Di Teorikata Pubslihing ]
RomantizmMau bantu pecahkan teka-teki bareng Zenaya? 👀 Hai, teman-teman. Cerita ini dibuat untuk mengikuti event Pensi Volume 8 oleh Teorikata Pubslihing dan Lapas Penulis . Mohon komentar, vote, bantuan, serta doanya ya! Terima kasih ☺️