"Tuh kan. Menurut gue ya, kalau enggak kembaran, minimal dua-duanya tuh masih ada hubungan sedarah," komentar Chelsea. "Kalau enggak, kenapa Kak Heizel repot-repot mau banget supaya kita bisa pantau Hazel?!"
"Iya. Gue juga ngerasa gitu. Di foto itu ada Juna, Heizel, Edrea, dan juga Alika. Mereka berempat kayaknya udah deket banget. Sayangnya HP gue ada di ruang tamu jadi gue enggak sempet fotoin,” jelas Naya. “Tapi kenapa Juna atau pun Heizel enggak pernah keliatan saling teguran, ya? Atau Juna nanyain Heizel ke gue. Heizel juga enggak nanyain Juna ke gue.”
“Bener kan tebakan Berly kalo mereka tuh ada hubungannya!” seru Berly yang kemudian tertawa. “Tapi kemaren kok Mami enggak nanya langsung aja ke mereka pas liat fotonya?”
“Beib, lagi serus Beib. Jangan maen-maen gitu,” potong Chelsea.
Berly langsung manyun, “Abis tegang gitu," katanya.Zenaya diam sejenak. “Gue butuh waktu yang tepat. Pengen nanya ke Heizel dan Juna, sebenernya mereka ada hubungannya apa enggak,” kata Naya ragu-ragu. “Tapi kalo diliat dari foto itu, enggak mungkin kalo mereka enggak saling kenal.”
“Udah. Kita masuk kelas dulu, yok. Kalo ada jam kosong kita lanjut lagi,” kata Chelsea sambil merangkul Naya.
Lalu ketiganya pun berjalan menuju ke kelas.Untuk hari ini saja mereka bertiga tidak makan ke kantin tapi malah berkumpul di tribun lapangan sekedar untuk mendengar Naya bercerita. Karena ketiganya takut cerita itu terdengar oleh Juna atau pun Heizel. Namun sayangnya, seolah memiliki radar, cowok berkacamata itu masih saja bisa menemukan keberadaan mereka.
°•°•°
"Kak Heizel kenapa cari-cari Hazel?"
Kedua bola mata Giska membulat. Sejurus kemudian saling tatap sebentar dengan Dania. Yang ditatap pun langsung mengedikan bahu.
"Enggak apa, ada yang mau ditanyain." Heizel baru sadar, mungkin kedua adik kelasnya itu bingung melihatnya ngos-ngosan. Apa gue keliat panik ya?
"Oh, Hazel katanya lagi sakit, Kak," jawab Dania cepat.
"Apa ada hal yang penting yang mau dibahas?" Giska langsung menimpali. "Oh, apa Kak Heizel mau nomor hapenya?"
"Eh, jangan!" Dania buru-buru menyahut. "Nomor hape Kak Heizel aja sini, nanti gue bilangin Hazel buat telpon."
"Ah, enggak, enggak perlu!" Heizel hampir saja memekik. Sejenak ia mengatur napas. "Hazel sakit apa? Enggak parah kan?"
Dania mulai curiga dengan lawan bicara mereka kali ini. "Kalau kata Kak Kiano sih, dia suka tiba-tiba sesak napas emang."
Mendengar nama Kiano disebut, Heizel seketika emosi. "Emang hubungannya sama Kiano apa?!" gertaknya kesal.
"Enggak tau juga sih, lagi pedekate kayaknya!" Kali ini Giska yang menimpali. Ikut menatap curiga pada Heizel.
Namun bukannya menjawab, Heizel malah membalikkan badan dan pergi. Menyeret kedua kakinya dengan sebal.
°•°•°
“Nay, bareng gue lagi yok.”
“Boleh. Ke kontrakan lo lagi enggak?”
“Enggak. Hari ini gue mau mampir ke rumah lo. Boleh enggak?!”
“Ke rumah gue?”Zenaya dan Samuel berjalan berdua menuju parkiran.
“Iya. Enggak enak kemaren gue nganterin lo udah sore, tapi Mami lo masih belom tau gue siapa,” jawab Samuel. “Bener lo kemaren enggak kena marah pulang jam segitu?”
“Oh, gitu," Naya mendesis pelan
“Enggak. Biasa aja kok. Gue bohong kalo ada tugas sekolah.”“Kok malah jadi bohong gitu? Hm, jadi gue mau kenalan sama Mami lo,” kata Samuel. “Supaya kalo lo mau kemana-mana bareng gue kan, kali aja diijinin kalo udah kenal.”
KAMU SEDANG MEMBACA
De Tales [ Terbit Di Teorikata Pubslihing ]
RomanceMau bantu pecahkan teka-teki bareng Zenaya? 👀 Hai, teman-teman. Cerita ini dibuat untuk mengikuti event Pensi Volume 8 oleh Teorikata Pubslihing dan Lapas Penulis . Mohon komentar, vote, bantuan, serta doanya ya! Terima kasih ☺️