Chapter 19 - My Heart is Broken

27 19 0
                                    

“Boleh gue masuk, Juna?!”
“Masuk aja, Nay!” sahut Juna dari dalam kamar. Cowok itu pun bangkit dari posisi gulingnya di atas ranjang. Kemudian meletakkan stick drum yang sejak tadi ia pegang ke atas meja.

Naya kemudian membuka pintu dan masuk ke dalam.

“Ada apa, Nay?” tanya Juna.

“Hm, iseng aja, sih. Tapi, gue ganggu lo enggak nih?” tanya Naya sambil berjalan mendekati Juna.

“Enggak, enggak apa kok,” jawab Juna. ”Gue juga lagi nyantai aja, sambil ngingetin ketukan drum.” Cowok itu mengambil lagi stick dari atas meja dan menunjukkannya pada Naya.

“Oh, gitu. Wajar aja nyambung banget sama Abang, dia kan juga maen drum.”
Naya lalu berjalan ke arah ranjang dan duduk di tepinya. Ia lihat banyak buku berserakan di ranjang. Lalu tangannya mulai merapikan dan menyusunnya.

Juna lalu melihat Naya yang masih menyusun buku-bukunya. “Enggak apa kok, Nay. Gue lebih suka liatnya berantakan. Biar enggak kerasa hampa gitu.” Cowok itu mulai tertawa. Geli dengan ucapannya sendiri.

“Serius lo?” Naya kemudian melirik Juna. “Gue pikir, lo paling enggak suka liat berantakan kayak tadi. Lo kan keliatannya tipe cowok yang rapi banget.”

“Enggak juga, kok. Kan tadi gue sendiri yang bikin jadi berantakan,” jawab Juna seraya duduk di kursi belajarnya.

“Oh, bener juga,” kata Naya. “Lo beneran suka musik, ya. Bukunya banyak, tentang musik dan drum semua?” Gadis itu memperhatikan buku di tangannya.

“Hm, kayaknya ada sesuatu yang mau lo omongin ke gue?” tanya Juna sambil menatap Naya dengan penasaran karena air muka gadis itu dirasanya nampak serius.

Naya diam sejenak. Tak menduga Juna sudah bisa menebak maksudnya ke sana. Ia berpikir dahulu untuk merangkai kalimat yang akan dia sampaikan. “Hm, gue mau tanya sesuatu..” katanya kemudian. "Eh, ngomong-ngomong, Juna sekarang udah beneran jadi warga jeketi, ya! Udah nggak pake aku-kamu lagi!" Naya cengengesan sementara Juna tak menanggapi recehannya.

Juna menatap Naya dengan datar. “Tanya apa?” Ia terlihat menunggu dengan tidak sabar. Melihat itu, Naya langsung menunduk tak keenakan.

“Sebenernya ada sesuatu yang ngeganjel pikiran gue selama ini,” kata Naya yang kemudian membuang napas dengan cukup keras.

“Ngeganjel gimana?”

“Mulai dari pertama gue ketemu lo. Terus gue nemuin fotonya Edrea yang mirip banget sama Hazel, dan ....” Gadis itu sengaja menggantung kalimatnya dulu.

“Dan?” tanya Juna yang sudah sangat penasaran. Matanya tak lepas menatap gadis cantik di depannya.

“Lo kenal enggak sih, sama Heizel?”

°•°•°

Lagi-lagi, pagi itu Zenaya menunggu Hazel di dekat gerbang. Sebenarnya ia mau marah-marah dengan cowok itu. Namun tak sadar, ia malah terjerumus jauh dalam teka-teki ini. Ia juga kurang rela kalau semuanya belum terpecahkan dengan jelas. Maka saat melihat Hazel melintas, ia pun segera berlari menghampirinya.

"Hazel!"

Gadis berkepang dua itu menoleh. Sejenak ia menatap Naya dengan bingung. Kemudian menghentikan langkah.

"A--ada apa, ya, Kak?" Alih-alih menganggap ramah, Hazel malah takut diperlakukan seperti itu. Ia jadi bertanya-tanya dalam hati, kenapa Zenaya melakukan itu lagi. Menunggu di depan gerbang lalu menyetopnya.

Naya meraih bahu kanan Hazel. Melingkarkan tangan kirinya di sana. "Gue denger-denger, kemarin elo enggak sekolah karena sakit ya?" Naya mulai berbasa-basi.

De Tales [ Terbit Di Teorikata Pubslihing ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang