“Ke taman. Entar gue tunjukkin jalannya,” jawab Zenaya. “Gue lagi kepengen banget ke sana.”
“Oke, deh,” jawab Samuel. Sementara Naya hanya diam. Samuel pun mulai melajukan motornya keluar dari pelataran sekolah. Angin mulai menghembus pelan, membelai keduanya.
“Nay, kok lo diem aja?”
“Enggak apa,” jawab Naya pelan.
“Dari tadi gue merhatiin lo,” kata Samuel lagi. “Lo enggak kayak biasanya.”
“Oh, merhatiin gue?”
“Iya. Lo kayaknya lagi ada masalah ya, Nay?” Samuel sesekali melirik ke spion untuk melihat Naya. “Lo dari tadi gue liat suka ngelamun di kantin. Enggak banyak omong gitu. Apa lo ngerasa lagi enggak sehat?”
“Biasa aja kok,” jawab Naya. Seperti tak mau menggubris omongan Samuel.
“Bener nih enggak ada apa-apa?”°•°•°
Taman itu terlihat sepi. Hanya ada beberapa anak yang terlihat bermain petak umpet. Setelah memarkir motor, Samuel pun mengikuti Naya yang berjalan tanpa menoleh ke arahnya. Bahkan gadis itu tidak mengajaknya bicara.
“Lo pengen nenangin perasaan lo di sini, Nay?” tanya Samuel begitu mereka duduk di sebuah ayunan. Menyadari sikap Naya yang seperti itu, tak acuh, Samuel jadi salah tingkah. Bingung sendiri. “Oke, deh. Kalo lo milih diem aja, enggak mau cerita ke gue.”
Namun begitu Samuel menoleh ke arah Naya lagi, dilihatnya air mata mulai menitik di kedua pipi gadis cantik itu.
Samuel mulai panik. "Naya, cerita dong ke gue,” pintanya. “Kalo lo cuma diem dan nangis kayak gini gue enggak bakal tau yang ada di hati lo.”
Samuel lalu beranjak dari ayunan dan duduk berlutut di hadapan Naya. Gadis itu menatap Samuel lalu mengusap kedua pipinya. Kemudian memalingkan muka melihat ke arah danau kecil di depan sana.
Samuel lalu berdiri. Menyapu buliran bening yang masih menetes dari mata gadis itu. Pemuda itu semakin mendekat, kemudian ia kecup kening gadis itu dengan lembut. “Gue enggak mau liat lo nangis. Karna gue sayang banget sama lo," ucapnya seraya memeluk tubuh gadis itu.
Naya kemudian mendongak. Menatap wajah Samuel yang kini tersenyum lembut padanya. Bibir gadis itu gemetar, lalu mulai berkata. “Gue juga sayang sama lo,” katanya sambil terisak. Air matanya kembali mengalir. “Gue jatuh cinta sama lo. Itu kan, yang pengen lo denger dari gue? Tapi sayangnya, elo tau kalau elo itu cuma mirip Sagara."
Lantas Samuel pun terkejut. Dilepas pelukannya dari Naya, kemudian menatap gadis itu lekat-lekat. Kali ini ia nampak bingung. “Sagara lagi? Sebenarnya siapa sih, Sagara itu?”
“Udah. Lo tuh enggak usah munafik, Sam!” teriak Naya seraya mendorong tubuh Samuel. Langsung saja ia menepis lengan cowok yang mencoba menyentuhnya itu.
"Nay, lo kenapa, sih?!” Samuel berseru. Begitu mendekat, tubuhnya langsung didorong lagi oleh Naya. Gadis itu menatapnya dengan dingin.
“Gue udah tau semuanya, lo tuh cuma maenin gue!” teriak Naya di sela isakan tangisnya.
Samuel kembali mendekat, dipegangnya kedua pipi Naya. “Gue maenin lo?”
Naya lantas menyingkirkan kedua tangan itu dari pipinya.
“Lo tuh munafik, Sam. Lo ngedeketin gue cuma karna lo mirip Sagara. Iya, kan?” jawab Naya. “Gue benci sama lo. Kalian semua tau gue enggak mau Sagara ninggalin gue. Makanya lo cari gue karena lo mirip Sagara. Terus lo deketin gue, deketin keluarga gue, temen-temen gue.”
“Oke, gue tau,” potong Samuel. Pemuda itu kini berdiri lalu berbalik membelakangi Naya. “Lo pasti denger itu semua dari Juna atau Bang Tristan. Iya, kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
De Tales [ Terbit Di Teorikata Pubslihing ]
RomanceMau bantu pecahkan teka-teki bareng Zenaya? 👀 Hai, teman-teman. Cerita ini dibuat untuk mengikuti event Pensi Volume 8 oleh Teorikata Pubslihing dan Lapas Penulis . Mohon komentar, vote, bantuan, serta doanya ya! Terima kasih ☺️