Chapter 6 - The Girl in the Picture

57 41 4
                                    

Zenaya pun cemberut. “Ih, kan Naya jengkel dibilang cewek enggak jelas!” Gadis itu berseloroh kesal sambil mengibas rambut panjangnya yang tergerai ke belakang sandaran kursi. Lanjut ia memeletkan lidah pada Tristan. Kemudian menyampirkan jepitan rambut kecil di dekat belahan rambut sebahunya.

“Eh, emang tingkah lo tuh aneh bin enggak jelas, tau!” balas Tristan tak mau kalah. Cowok yang saat ini berumur 17 tahun itu memang selalu kalah dalam perang mulut dengan sang adik.

“Ayo, berangkat, gih. Pak Karyo udah nungguin!” seru Mami. Mendengar itu Naya dan Tristan lalu beranjak dari kursi. Tapi si cowok berambut ikal langsung kembali lagi dan menenggak habis susu di gelasnya. Kemudian berseru keras, “Mom, we are going to school, yooow!”

“Alah. Sok ke-Inggrisan lo!” balas Naya sambil memasang tas ransel ke pundaknya. Kemudian menunduk untuk membetulkan tali sepatunya yang longgar.

Melihat pemandangan itu, Arjuna hanya tertawa kecil. Sementara Mami menatapnya sambil cengengesan. “Begitulah mereka,” ucap wanita itu karena melihat gelak tawa dari Juna. Tawa wanita itu sendiri malah terdengar aneh.

°•°•°

“Ha … Masa sih?!”
“Eh, kita maen ke rumah Mami, yok. Pulang entar!"

Zenaya hanya menatap bingung kedua sahabatnya yang sedari tadi sibuk mengomentari setiap omongannya. Parahnya, gadis itu merasa ilfil lantaran kedua cewek itu seperti sedang membicarakan aktor terkenal saja.

“Ih. Dasar cew-cew genit kalian!” gerutunya kesal. “Kalian tuh lagi pada ngomongin siapa sih, sebenernya?!”

Berly dan Chelsea langsung kaget. Sontak keduanya berhenti mengoceh.

Berly menatap Naya dengan bingung. “Maksud Mami, kita enggak nyambung? Tapi omongan Berly sama Chelsea nyambung, kan, Chel?” tanyanya yang gantian menatap Chelsea yang juga terlihat bingung. Namun yang ditatap hanya diam.

“Maksud gue, kita enggak lagi ngomongin superstar kan?” tanya Naya malas. “Lo pada tuh ceriwisnya sama kayak kita lagi ngobrolin member NCT beberapa hari yang lalu, tau nggak?”

“Tapi, Mi … ” ucap Berly ragu. Kembali ia menatap Chelsea. “Hm, sori, Mi. Kita kan cuma penasaran gitu, sama calon gebetan Mami,” sambungnya. Lantas memainkan rambut panjangnya yang bergelombang.

Omongan cewek itu sontak membuat Naya kaget. “Apa lo bilang?!” teriaknya. "Gebetan, apa maksudnya?!" Kali ini gadis itu menaikkan nada suaranya.

“Berly, lo gimana sih?” desis Chelsea yang langsung memelototi Berly yang kini ikutan kaget dan menutup mulut dengan kedua tangannya sendiri.

Zenaya menatap keduanya dengan penasaran. “Hm, pasti ada sesuatu yang kalian udah diskusiin nih, lewat video call,” tebaknya. “Seputar Mami kalian ini tentunya. Iya, kan?”

Chelsea dan Berly langsung tersenyum ambigu. Kemudian keduanya saling tatap sambil tertawa kecil.

“Haduh. Mami tau aja!” seru Chelsea tak keenakan. Cewek berambut pendek itu menyikut bahu Berly yang masih tertawa kecil sambil menatap Naya.

Bel tanda pulang pun berbunyi nyaring memekakkan telinga. Semua yang ada di kelas itu membereskan barang-barang mereka kemudian bergegas pulang.

“Mi, kita ikut, ya, ke rumah!” Berly berseru sambil mengejar Naya. Tangannya bergelayut di lengan sahabatnya itu. Sementara Chelsea mengekor di belakang. Ketiganya lalu berjalan bersama ke luar kelas, menuju ke tempat parkir.

“Apaan, sih?” Melihat tingkah kedua sahabatnya, Naya malah kesal. “Denger, ya, dia tuh bakalan sekolah di sini juga. Jadi kalian enggak perlu sepenasaran itu buat liat dia, lagian dia juga bukan siapa-siapa kan?!”

"Tapi kan, Mami udah janji mau video call pas lagi bareng tuh cowok!" Berly berteriak nyaring.

"Sori, gue lagi belum ada mood buat nepatin janji gue yang itu!" sergah Naya. Gadis itu buru-buru meninggalkan kedua temannya tatkala melihat Toyota Alphard warna hitam yang biasa ia naiki telah menunggu dengan setia. Ia langsung naik dan mendapati Abangnya sudah duduk manis di sana dengan headset putih menggantung di kedua telinga.

°•°•°

“Arjuna mana, Mi?” tanya Tristan yang baru saja tiba di ruang makan. Ia menarik kursi lalu duduk. “Masih di kamar?”

“Ye, sembarangan kamu,” jawab Mami. “Arjuna di dapur, tuh. Dari tadi dia bantuin Mami masak tau!” Mami mendekat sambil membawa makanan di kedua tangannya.

“Hm, pantesan, masaknya bisa sebanyak ini,” sambung Naya. “Gila. Rajin juga tuh cowok!” cetusnya. Padahal sedetik kemudian, Juna pun tiba-tiba muncul. Membuatnya langsung terdiam. Seketika grogi.

Tristan langsung senyam-senyum. “Wah, rajin nih ye!” serunya. “Calon mantu yang ideal nih, Mi!” Ia berceloteh sambil menepuk bahu Juna yang kini meletakkan mangkuk besar berisi sayur ke atas meja.

Dipuji dan digoda seperti itu, Juna hanya tersenyum simpul. Ia kembali menyeret langkahnya ke dapur.

Naya langsung menyela, “Salut gue. Abang gue aja enggak pernah tuh nyenggol alat masak!” Gadis itu pun duduk di kursi.

Tristan langsung memonyongkan bibir. “Iya, tapi kan gue anak band. Kita bukannya masuk dapur tempat masak, tapi dapur rekaman!” sahutnya sambil menyodorkan garpu ke arah adiknya.

“Mana tuh band lo?” cela Naya. “Lomba di sekolah sendiri aja gak masuk 50 besar!” Gadis itu balas menyodorkan garpu ke arah Tristan.

“Yang penting semangatnya, sis ....” sahut Tristan masih tak mau kalah. “Eh, kata Juna sih dia juga ikut lomba band di sekolah kita lho waktu itu.”

“Ha ... apa iya?” Naya sedikit terkejut. Sejurus kemudian ia menatap Juna yang bolak-balik dapur bersama Mami. “Jadi pada anak band semua nih?”

Juna lagi-lagi tersenyum. “Iya,” jawabnya. Dari ekspresi wajahnya, jelas ia sedikit malu. Mungkin karena sadar sedari tadi sedang ditatap oleh Naya.

"Bang, Juna anak band juga, tuh. Tapi mau aja kok masuk dapur. Dapur tempat masak lho. Hahaha!”

“Iya, iya!” jawab Tristan kesal. “Eh, hebat juga lo, Juna. Band lo juara tiga. Tapi lo sih, malah gak mau mampir ke rumah waktu itu. Gue kan enggak tau kalo yang menang itu band lo juga.”

“Ah, itu ... Maaf deh, Bang. Soalnya pada ngumpul di kosan buat latihan. Trus enggak mau misah dari grup aja biar enggak repot dicariin,” jawab Juna sambil sesekali menatap Tristan. Kemudian duduk di samping cowok yang lebih tua setahun darinya itu.

Wah, ternyata kita waktu itu ada di tempat yang sama. Pas lomba band itu. Tapi sayangnya kita cuma enggak saling lihat waktu itu, apalagi saling kenal satu sama lain. Jadi tambah menarik nih ceritanya. Ada ya, kebetulan yang kayak gitu? Naya bergumam dalam hati.

Mami pun datang dan menarik kursi. “Yuk, kita mulai makan!” serunya.

°•°•°

Sekarang pukul 16.00. Arjuna sedang sendirian di kamarnya. Sedari tadi ia hanya berbaring di ranjang. Sambil memandangi pigura di tangannya. Di dalam pigura itu seorang gadis cantik berambut panjang menatap ke arahnya sambil tersenyum manis. Ia rindu pada gadis itu. Sangat rindu. Tapi apa daya, hanya bisa memandang potretnya saja.

“Arjuna, lo ada di kamar?!”

Terdengar sayup-sayup suara Zenaya yang rupanya sejak tadi memanggil dan mengetuk pintu. Agaknya kesal juga. Padahal ia sudah memanggil seramah mungkin, tapi malah tidak terdengar oleh Juna. Kalau saja yang dipanggil adalah Tristan cewek itu pasti sudah berteriak.

To be continued

De Tales [ Terbit Di Teorikata Pubslihing ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang