Chapter 10 - A Weird News

43 30 0
                                    

“Kok bisa kebetulan banget ya? Mereka asalnya dari SMU yang sama, terus pindah ke SMU yang sama?!” Zenaya berceloteh sambil mengaduk baksonya.

Chelsea mengambil botol kecap. “Agak aneh ya, Mi? Kok bisa, ada kebetulan yang bener-bener kebetulan kayak gitu?” sahutnya cewek berambut pendek itu.

“Coba dicari tau deh. Siapa tau mereka berdua ada hubungannya,” tanggap Berly sambil menyuap baksonya. “Mungkin mereka udah saling kenal. Dan mungkin pindah ke sini karena suatu misi gitu.”

“Wah, kok jadinya malah seru banget ya?!” timpal Chelsea. “Pakek ada misi segala. Kebanyakan maen game kayaknya elo, Beib!”

Berly tergelak. "Bantu push rank bisa kali, Kak?!" Ia berseru sambil menyodorkan layar ponsel pintarnya.

Naya menambah saos tomat lagi ke dalam baksonya untuk yang kedua kalinya. “Kayaknya enggak ada tuh,” tanggapnya. “Juna enggak pernah buka topik tentang Heizel atau apa gitu pas di rumah.”

Berly semakin antusias. “Nah, malah itu yang patut dicurigai lho, Mi!” serunya. “Mungkin biar kita enggak curiga, mereka pura-pura enggak saling kenal gitu. Bisa jadi kan, Chels?!”

Chelsea mengulurkan tangannya untuk meminta botol saos yang masih dipegang Naya. “Beib, komentar elo tuh ngarahnya ke mana sih? Kayak rada horror gitu. Terus menurut elo apa tujuan mereka mengarah ke Mami? Apa coba kira-kira?!”

Mendengar omongan Chelsea itu Berly langsung manyun. “Ya, kan negatif dulu juga penting lho buat sekadar jaga-jaga,” lanjutnya. "Tapi, kok horror sih? Maksudnya?" Gadis berambut panjang itu mengedikkan bahu.

“Menurut gue juga sih enggak mungkin mereka berdua enggak ada hubungannya," tanggap Chelsea. “Enggak mungkin juga mereka berdua janjian pindah gitu. Secara mereka kan sejenis. Kalo beda jenis sih, bisa aja semacam kawin lari gitu.” Ia malah tertawa kali ini.

“Ih, Chelsea mikirnya malah candaan mulu sih,” sahut Berly.

Naya ikutan tertawa. “Apaan sih lo, Beib? Gue aja enggak kepikiran sampe situ. Suka aneh lo nih. Geli juga gue dengernya," timpalnya sembari kedua tangan mengaduk bakso.

Chelsea menyemprotkan saos ke baksonya. “Tadi Berly bilang masalah ada hubungan gitu, jadi geli gue. Gue rasa enggak ada tuh, kayaknya aja mereka enggak saling kenal," sahutnya. Lanjut tertawa lagi.

Berly memotong, “Ya, maksud gue bukan hubungan yang kayak gitu, Madame Chillanisse Brigitta!” katanya kesal. “Enggak ngerti banget sih. Berly kan cuma kuatir aja sama Mami, abisnya ini tuh terlalu aneh menurut gue!” Chelsea memonyongkan bibirnya.

“Soalnya penyakit lo tuh suka kumat,” ledek Chelsea.

“Hm, Berly udah kesel nih kayaknya. Sampe nyebut nama lengkap-lengkap!” Naya menimpali sambil menatap Berly yang masih manyun. “Gue juga mikir ini aneh sih. Makasih lho, Chels. Udah kuatirin gue.”

“Alaaah, paling dia masih ada rasa iri sama nama Perancis gue yang emang blasteran Perancis,” tanggap Chelsea dengan bangga.

“Iri?!” seru Berly kesal. “Enak aja iri, lo tuh emang produk orang sini, kok. Lo tuh cuma selundupannya orang Perancis. Alias ilegal!”

Zenaya malah tertawa geli melihat  tingkah kedua sahabatnya itu. Keduanya kini saling memelet-meletkan lidah dan memonyongkan bibir. Di antara mereka bertiga, Naya paling tidak pernah bertengkar karena masalah kecil seperti itu. Itulah sebabnya, ia diberi panggilan sayang 'mami' oleh keduanya. Karena ia dirasa lebih dewasa dan bijak.

“Eh, eh, boleh gabung enggak?!” terdengar seseorang menyapa.
Zenaya langsung berhenti tertawa, ia kenal betul suara itu. Bukan suara Juna, bukan juga suara Tristan, tapi ....

“Hai, Kak Heizel!” sapa Chelsea dan Berly kompak. Namun kelihatan kalau mereka cukup kaget dengan kedatangan Heizel yang tiba-tiba ini. Secara mereka memang sedang membicarakan tentang Heizel dan Juna.

“Hai, semua!” jawab Heizel ramah. Cowok itu langsung saja duduk di samping Naya tanpa basa-basi.

Dalam hatinya Zenaya kesal sekaligus kaget. Ah, ngapain juga dia mesti muncul tiba-tiba kayak setan gini?! Apa jangan-jangan dia tadi nguping omongannya kami ya? teriak Naya dalam hatinya.

“Belum pesen apa-apa nih, Ga?” tanya Berly mencoba berbasa-basi. Namun ia langsung manyun karena Heizel tak menjawab. Malah langsung mengajak Naya untuk mengobrol.

“Kok lo diem aja sih, Nay? Tadi juga gue perhatiin dari jauh, kayak asyik banget ngobrolnya?” tanya cowok berkacamata itu sambil menatap Naya yang mengunyah bakso sambil menunduk.

Berly yang masih kesal karena dicuekin dan Chelsea yang menyadari itu masih menertawakannya, malah melampiaskan dengan menusuk-nusuk baksonya dengan garpu.

“Tadi juga di kelas, gue perhatiin, lo enggak cerewet banget tuh kayak kemaren. Kenapa sih lo?” tanya Heizel lagi.

Naya masih diam untuk beberapa saat. Tak lama kemudian tiba-tiba ia mendongak dan menatap Heizel. “Lo tuh ngapain juga sok merhatiin gue?!” cetusnya. “Sengaja mau bikin gue GR gitu? Terus, lo sok tau juga. Emang tau darimana kalo gue tuh cerewet?!”

“Hm ... kok jutek banget sih lo?” jawab Heizel. “Dari omongan lo yang barusan aja bisa ngebuktiin kalo lo tuh cerewet, jutek.”

Zenaya langsung memotong, “Emang kenapa kalo gue beneran cerewet, jutek, apa ngaruh ke lo?!” katanya bertambah sewot. “Eh, kata orang tuh, enggak boleh seenaknya ngenilai orang yang baru dikenal kurang dari 24 jam. Gue juga coba ngelakuin itu ke lo!”

Chelsea langsung tersenyum, kemudian tertawa kecil. “Eh, rupanya Mami inget omongan gue," bisiknya pada Berly yang masih manyun.

“Eits ....” potong Heizel. "Apa lo bilang, kurang dari 24 jam? Terus maksudnya 'gue juga coba ngelakuin itu ke lo' apa tuh?” tanya Heizel dengan bingung.

“Aaah, diem lo. Ribet banget sih jadi cowok!” jawab Naya kesal. Aduh, bego banget sih gue? Kenapa juga ini mulut maen nyerocos aja gak mikir dulu? Dasar mulut gak punya otak! Kayaknya gue udah berlebihan banget deh, batinnya.

“Waduh. Jangan ngambek dong, Nay,” kata Heizel. “Maaf, deh, maaf.”

“Lagian kenapa juga sih lo ke sini? Ngerusak mood aja.” lanjut Naya mencoba memelankan lagi suaranya.

Heizel menatap ke arah Berly dan Chelsea yang sedari tadi hanya memperhatikan keduanya sambil asyik menyuap bakso.

“Chels, kayaknya seru deh kalo mereka sampe jadian,” bisik Berly, yang rupanya didengar oleh Naya dan Heizel. Yang membuat cowok itu langsung tersenyum geli sementara Naya lantas memelototi Berly.

"Justru itu, gue mau nanya sesuatu ke kalian, kalau boleh gue dikasih waktu sebentar aja." Heizel berucap pelan dan jelas. Namun berikutnya ia malah terlihat menggaruk tengkuk.

"Nanya apaan sih, Kak?" Berly terlihat penasaran.

"Kalau boleh kita berteman? Kita, gue dan kalian bertiga?"

Chelsea tersenyum. "Halah. Kirain mau ngomong apa, ya, boleh dong, Kak."

"Gue mau tanya, kebetulan kalian kan anak kelas sebelas, pasti kalian udah banyak tahu tentang sekolah ini kan?"

Berly dan Chelsea mengangguk cepat. "Terus, ada apaan sih, Kak?" Chelsea bertanya lagi pada Heizel yang mulai memalingkan muka ke arah lain. "Lah, kakaknya kenapa sih, salah tingkah gitu?!"

"Gue sebenernya mau minta tolong."

"Tolong apaan?"

To be continued

De Tales [ Terbit Di Teorikata Pubslihing ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang