Hilya sedang benar-benar terpaku pada adegan seru di layar televisi kabel itu ketika bunyi ponsel Sherina mengusiknya. Ya, perempuan itu meninggalkannya disana ketika ia bergegas memasuki kamarnya.
Hilya awalnya berniat mengabaikannya karena baginya kehidupan Sherina terlalu membosankan untuk dia campuri. Tapi foto profil milik penelepon di ponsel sepupunya itu, seketika memancing rasa penasaran Hilya.
"Sher." Perempuan berambut panjang itu memanggil sambil matanya menatap lekat pada ponsel yang kini ada di tangannya. "Sherina." Ia sekali lagi memanggil dengan lebih keras, memastikan bahwa sepupunya itu mendengarnya. Tapi nyatanya Sherina tak juga muncul walau Hilya sudah memanggilnya berkali-kali. "SHERINA!" Hilya berteriak keras sambil buru-buru menghampiri pintu kamar sepupunya. Perempuan itu bahkan mengetuk pintu kamar itu secara beruntun dan panik.
"Apa sih?" Sherina menatap kesal ketika ia membuka pintu. "Dibilang nanti dulu nanti dulu."
Hilya tak banyak bicara ketika ia menunjukkan layar ponsel Sherina. Membuat perempuan itu ikut membulatkan matanya sempurna saat ia meraih cepat ponselnya.
"Ini, gue mesti ngapain ini?" Sherina terlihat panik menatap sepupunya. Membuat Hilya sedetik lalu ikut terbawa suasana.
Saat menyadari bahwa ini bukan saatnya untuk ikut panik, Hilya mengatur nafas mencoba tenang."Tarik nafas dulu pelan-pelan." Katanya menginstruksikan membuat Sherina mengikuti arahannya.
Hilya sudah bersiap membuka mulut untuk memberikan saran ketika nada panggil itu akhirnya berhenti. Dan tak lama sebuah notifikasi pesan masuk terdengar dari ponsel Sherina.
"Dari siapa?" Tanya Hilya dengan suara berbisik seolah takut akan ada yang mendengar pembicaraan mereka.
Sherina menggigit bibir bawahnya. "Sadam."
"Apa katanya?" Hilya semakin tak bisa membendung rasa penasarannya. Membuatnya tampak terlalu bersemangat.
"Dia minta ijin mau telepon lagi." Kata Sherina setelah membaca pesan singkat itu. "Gue mesti gimana ini, Ya?" Lagi-lagi Sherina terlihat panik.
"Ya bales doong." Hilya menatap gemas. "Bilang 'iya sayang. Boleh kok' gitu."
"Iih, Hilya." Sherina menatap kesal pada sepupunya itu. "Gue serius."
"Ya gue juga, Sherinaa." Kata Hilya menekankan bahwa ia serius dengan sarannya barusan kalau Sherina cukup bernyali."Balesin aja boleh gitu."
"Terus kalau udah dibales gitu terus dianya beneran nelepon lagi gue mesti ngapain?"
"Ya mau lo kayang kek koprol kek terserah. Yang penting dia telepon dulu." Kata Hilya semakin tak bisa menyembunyikan kekesalannya. "Siniin hape lo biar gue yang bales."
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
FanfictionJika kau mencintainya, lepaskan. Biarkan ia bahagia dengan hidupnya. Tapi jika ia kembali maka ia milikmu selamanya. Karena cinta selalu punya cara untuk menemukan jalan pulang DISCLAIMER : This is a work of fiction. Unless otherwise indicated, all...