Pak Darmawan sudah bersiap menarik selimutnya ketika matanya tak sengaja menatap pigura berukuran sedang yang ada di atas meja panjang yang ada di seberang tempat tidurnya. Senyum lembut itu seketika muncul mendapati foto keluarganya disana. Pria paruh baya itu urung merebahkan dirinya kemudian menghampiri dan meraih benda tersebut.
"Bu, ayah kangen." Katanya duduk di kaki tempat tidur itu sambil mengusap sayang gambar wajah istrinya yang sedang tersenyum. Foto yang diambil saat Sherina baru saja selesai di wisuda itu sangat memperlihatkan rasa bahagia dan bangga di wajah Pak Darmawan dan istrinya terhadap putri tunggalnya tersebut.
"Maaf ya ayah belum sempet nengokin makam ibu bulan ini. Masih sibuk ngurusin buat acara nikahan Sherina sama Sadam." Pria paruh baya itu berbicara seolah mendiang istrinya tersebut sedang berada di depannya. "Ya, Bu. Sama Sadam. Besok, Sherina kita akhirnya nikah sama Sadam. Persis seperti yang ibu khayalkan dulu." Katanya sambil tertawa pelan. "Jadi inget ibu dulu suka ngambek kalau ayah godain begitu."
Ada kesedihan yang tersirat ketika selanjutnya pak Darmawan menghela nafasnya pelan. "Kalau aja ibu masih ada sekarang, ibu pasti yang paling semangat buat nyiapin acara ini sementara ayah, yaa, ayah juga sibuk sih godain ibu karena akhirnya beneran punya mantu Sadam. Eh atau ayah malah sibuk sama Suri ya?" Katanya tampak berpikir sejenak. "Oh iya, ibu belum kenalan ya sama Suri anaknya Sadam? Cantik banget dia, Bu. Lucu, manggil ayah, kakek. Nanti kapan-kapan ayah ajak dia ke makam ibu, ya?"
"Bu, semoga pernikahan Sherina yang kali ini langgeng, ya. Semoga Sherina nggak terluka lagi, seperti sebelumnya." Suara Pak Darmawan terdengar serak, terlihat sekali ia sedang menahan air mata yang hampir tumpah. Pria paruh baya itu menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Tapi percuma, toh nyatanya rasa haru yang campur aduk itu tak bisa ia tepis begitu saja.
Pak Darmawan terdiam sejenak, mengusap wajahnya yang mulai basah oleh air mata. "Mulai hari ini, mungkin ayah akan berdoa lebih lama. Minta ibu juga ikut jagain Sherina dari sana. Semoga Sadam benar-benar orang yang bisa bahagiain dia ya, Bu." Ia tersenyum kecil, meski air matanya masih menggantung.
Pandangannya masih tertuju pada foto istrinya, seolah sedang mencari kekuatan dari senyuman di gambar itu. "Ayah cuma mau Sherina bahagia, Bu. Sama seperti kita dulu. Bahagia, meskipun nggak sempurna. Ibu pasti juga pengen yang sama, kan?"
**********
D-Day
Hilya masih sibuk mengagumi fotonya sendiri ketika ketukan ringan itu terdengar dari balik pintu.
"Bub?" Suara Arif yang terdengar dari balik pintu membuat senyum itu muncul di wajah cantik Hilya. "Aku udah boleh masuk nggak?"
Hilya sekali lagi memastikan penampilannya di depan cermin. Setelah yakin bahwa penampilannya terlihat sempurna, ia kemudian menghampiri pintu tersebut dan membukanya.
"Titi Ya!" Suri terdengar senang ketika ia memeluk pinggang sepupu mama Sher nya itu.
"Eh, sayangnya Titi Ya udah cantik nih." Hilya mengusap sayang sisi rambut ikal panjang itu supaya tak mengusik mahkota bunga yang menghiasi kepala Suri. Gaun putih berenda sebatas lutut dan sepatu flat ballerina dengan warna yang sama membuat putri Sadam itu terlihat bak peri kecil yang polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
FanfictionJika kau mencintainya, lepaskan. Biarkan ia bahagia dengan hidupnya. Tapi jika ia kembali maka ia milikmu selamanya. Karena cinta selalu punya cara untuk menemukan jalan pulang DISCLAIMER : This is a work of fiction. Unless otherwise indicated, all...