11

391 37 472
                                    

"Makasih ya, Dam." Ditha tersenyum sambil melepaskan sabuk pengamannya ketika kini mobil Sadam berhenti di lobby hotel tempat perempuan itu menginap.

"Sama-sama." Pria itu membalas senyuman tersebut. "Kamu kapan balik ke Belanda?"

Ditha berpikir sejenak. "Tiga empat hari lagi mungkin? Besok soalnya masih harus ke Bangkok dulu. Sahabat aku waktu sekolah dulu nikah disana."

"Oh ya? Orang Thailand?" Sadam menatap penasaran. "Aku baru tau loh kamu punya temen disana." Katanya lagi begitu perempuan tersebut mengangguk.

"Ya kamu tuh apa sih taunya tentang aku selain soal Diandra." Goda Ditha tertawa pelan.

"Yaa kan itu berarti aku tahu batasan kaan. Walaupun aku kenalnya sama kamu duluan tapi kan nggak enak juga sama Diandra kalau kita nggak jaga jarak waktu itu. Biar nggak jadi bahan gosip." Sadam tertawa.

"Terus? Kalau sekarang? Masih harus ada batasan walau udah nggak ada Diandra diantara kita?" Perempuan itu menatap penuh arti.

Sadam menatap bingung. "Maksud kamu?"

Ditha sudah hendak membuka mulut memperjelas maksud ucapannya barusan ketika ponsel Sadam tiba-tiba berbunyi menandakan sebuah pesan masuk.

Ditha sudah hendak membuka mulut memperjelas maksud ucapannya barusan ketika ponsel Sadam tiba-tiba berbunyi menandakan sebuah pesan masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sherina siapa, Dam?" Tanya itu meluncur begitu saja dari bibir Ditha ketika ia diam-diam mencuri lihat nama kontak tersebut. "Kok manggil kamu pakai 'sayang' segala?" Ada rasa tak suka yang tiba-tiba memenuhi dadanya yang tadi sempat bahagia mendapati bagaimana Sadam membalas pelukannya di depan khalayak.

Pria itu tersenyum sekilas sambil membalas pesan masuk itu. "Mau tau aja atau mau tau banget niih?" Goda Sadam.

"Mau tau banget." Balas Ditha setengah bercanda sebelum kemudian ia terlihat berhati-hati menatap Sadam. "Boleh kan?"

Pria itu tertawa pelan. "Sherina ya?" Sadam tersenyum lembut membayangkan wajah cantik itu.

Ditha membencinya. Ditha benci ketika Sadam menampilkan ekspresi semacam itu. Ekspresi bahagia yang memuakkan yang sebenarnya membuat Sadam terlihat jauh lebih tampan tapi di saat bersamaan justru menandakan awal kehancuran dunia Ditha. Ekspresi yang sama yang diperlihatkan pria itu ketika Diandra baru saja menerima lamarannya.

"Sherina tuh temen SMA aku, Tha. Dia.."

"Kalau sekarang?" Ditha tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya lagi.

Sadam mengusap tengkuknya dengan canggung. "Yaa maunya sih dia yang jadi mama barunya Suri."

"Ooh." Hanya itu kalimat yang bisa diucapkan Ditha. Hanya itu. Karena ia takut jika dia membuka mulut maka yang keluar hanyalah sebuah isakan menyedihkan. "Eh, Dam. Aku masuk dulu ya." Katanya terdengar serak sambil buru-buru turun dari mobil. "Makasih ya udah dianterin."

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang