8

571 39 804
                                    

Sedetik.. dua detik.. Sadam diam-diam menghitung dalam hati. Berharap perempuan itu memberikan respon. Bahkan kalau tiba-tiba Sherina mendorong nya menjauh dan menamparnya Sadam akan dengan rela menerimanya.

Tapi saat di detik ke lima Sherina tak juga menunjukkan reaksi apapun, pria itu memberanikan diri.  Pelan namun pasti ia mulai mencoba bibir manis itu. Menelusuri dengan miliknya dari ujung ke ujung. Menghujaninya dengan kecupan-kecupan ringan sambil berharap bahwa Sherina akan memberikan respon yang dia harapkan.

Menyebut hatinya hampir meledak karena bahagia mungkin terdengar berlebihan. Tapi memang itulah yang sedang dirasakan pria tersebut saat ini.  Sadam hampir saja bersorak kegirangan ketika perempuan itu mulai membuka diri.

Sherinanya kini sedang membalas. Perempuan itu melingkarkan kedua lengannya di leher Sadam. Memperdalam ciuman mereka ketika tangannya bergerak naik membelai tengkuk pria itu lalu meremas pelan surai hitam disana. Membiarkan lidah mereka bertemu dan sesekali bertaut. Saling mencecap manis yang ditawarkan satu sama lain.

Mencoba peruntungannya sekali lagi, Sadam menggigit ringan disana. Dan sekali lagi pria itu hampir kehilangan kendali atas dirinya sendiri ketika sebuah desahan menggoda lolos dari bibir Sherina. Membuatnya tanpa sadar mengerang tertahan seraya menekan keras pinggang ramping tersebut hingga menabrak sebuah pintu yang menghubungkan dapur tersebut dan ruang laundry rumah milik ayah Sherina itu.

Berusaha menekan gejolaknya sendiri, Sadam perlahan menurunkan ritme ciuman mereka hingga akhirnya yang tersisa hanya beberapa kecupan kecil sebelum ia benar-benar mengakhirinya dengan sebuah ciuman manis di dahi perempuan itu.

Pria itu masih bisa merasakan dadanya yang bergemuruh perlahan mulai tenang dan terkendali ketika ia menyatukan dahi mereka. Seolah tak rela ada jarak diantaranya.

"Hey.. buka dong matanyaa." Sadam membujuk lembut ketika ia membelai sayang sisi rambut panjang itu.

Sherina hanya menggeleng pelan tanpa mau membuka matanya.

"Kenapa sih, Sayaang?"

Mendengar bagaimana Sadam memanggilnya, Sherina terkesiap dan seketika membuka matanya menatap pria itu.

"Ooh, jadi sekarang harus dipanggil sayang dulu nih baru mau nurut?" Goda Sadam yang langsung mendapat pukulan ringan di dadanya.

"Nggak usah bercanda ya kamu." Dengan sisa gengsi yang ia miliki Sherina kini mencoba memberengut kesal.

Sadam tertawa pelan mengusap dadanya yang tadi dipukul. "Siapa yang bercanda sih, Sayaang? Aku nanya loh barusan."

"Bohong." Sherina bersedekap kesal. "Dalam hati kamu pasti ngetawain aku kan? Kamu pikir aku nggak tau kalau ciuman barusan tuh cuma biar akunya nggak ngomel-ngomel terus kan?"

"Yaa alasan utamanya sih emang itu." Goda Sadam kemudian tergelak ketika mendapati perempuan itu menatap tajam. Ia kemudian mengusap lembut bibir tipis yang masih terlihat bengkak itu menggunakan ibu jarinya. "Tapi bibir ini memang selalu keliatan menggoda banget kalau kamu lagi ngomel."

"Sadam." Sherina berdecih kesal menghalau jemari itu. Bukan apa-apa, Sherina hanya takut ia akan kehilangan kendali dirinya yang tersisa kalau membiarkan pria itu menyentuhnya seperti itu.

Sadam tersenyum lembut. Kini jemari itu bergerak membelai lembut sisi wajahnya. "Sher. Sayang. Aku nggak tau harus ngasih nama apa sama hubungan kita setelah ini." Pria itu kini terdengar serius ketika ia menatap tepat ke iris indah itu. "Tapi yang aku tau kamu punya aku."

Sherina sekali lagi menepis tangan Sadam. "Nggak. Aku nggak mau. Kamu soalnya nggak adil" katanya bersedekap kesal.

"Hah? Nggak adil gimana maksudnya?" Sadam menatap bingung sekaligus panik. Apa Sherina baru saja menolaknya?

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang