17

331 30 341
                                    

Tubuhnya menegang dan napasnya tertahan. Sensasi dingin yang tak nyaman itu menjalari punggungnya ketika mendapati siapa yang kini tengah berdiri di depannya. Otaknya seolah dipenuhi kabut suram ketika mengingat bagaimana pertemuan terakhir mereka waktu itu.

"Apa kabar?"

Sherina terkesiap dan secara refleks melangkah mundur sesaat saat pria itu tersenyum mengulurkan tangannya.

"Sher?" Dimas sekali lagi mendengar kesiap pelan itu. Ah, ternyata Sherina masih memberikan reaksi yang sama seperti yang terakhir kali dia ingat. "Hey." Semakin Dimas berusaha mendekat, semakin Sherina mengambil langkah mundur menghindar. Seolah itu bisa melindunginya dari sentuhan mantan suaminya tersebut.

Bodoh. Perempuan itu merutuki diri dalam hati. Ini tempat umum. Tidak mungkin Dimas berani macam-macam padanya. Kalaupun pria itu nekat ia bisa langsung berteriak meminta tolong. Tapi tidak. Ia tak bisa melakukannya. Bibirnya seolah membeku. Jangankan berteriak, untuk sekedar memaksakan senyum pada pria di depannya saja ia tak mampu.

"Sher, are you okay?" Dimas seolah sedang menguji keberuntungannya ketika ia tiba-tiba semakin nekat mencoba meraih lengan Sherina. Membuat perempuan itu akhirnya setengah berteriak saat menghempaskan tangan yang sudah terulur itu. Mengakibatkan beberapa orang yang kebetulan ada di sekitar mereka menoleh.

"Mbak?" Seorang perempuan paruh baya kini berdiri di samping Sherina. Membuat Sherina menoleh kaget sekaligus lega saat mendapati perempuan tersebut tersenyum menenangkan. "Ada apa? Ada yang bisa ibu bantu?"

"Ibu siapa?" Dimas menatap tak suka pada perempuan asing itu.

"Nggak, mas. Saya bukan siapa-siapa. Cuma tadi saya lihat sepertinya mbak ini merasa terganggu sama kehadiran masnya."

"Sok tahu anda." Dimas tersenyum meremehkan. "Heh, denger.."

"Mas yang sopan kalau ngomong sama orang tua." Seorang pria muda kini berdiri tepat di depan Dimas. Seolah menjadi tameng untuk melindungi Sherina dan perempuan tadi.

"Apa nih?" Dimas tersenyum mengejek. "Tiba-tiba banget lo ikut campur. Siapa lo?"

"Ya lo yang siapa?" Perempuan yang datang bersama pria tadi meninggikan nada suaranya. "Lo nggak liat mbak ini ketakutan begini liat muka jelek lo?" Katanya menantang. "Udah gitu pakai acara bentak-bentak orang tua lagi. Pergi deh lo. Atau gue panggil satpam ya?"

"Heh.."

"Apa lo nunjuk-nunjuk cewek gue?" Pria muda itu mendorong Dimas ketika pria itu menatap mengancam pada kekasihnya.

Dimas sudah akan membalas kalau saja dua orang sekuriti itu tak menghalangi. Pria itu mengibaskan tangannya saat sekuriti tersebut berusaha membawanya pergi.

Helaan nafas pelan sekaligus kesiap lega itu membuat perempuan paruh baya di sampingnya mengelus ringan punggung Sherina. "Udah mbak nggak apa-apa. Orangnya udah pergi."

Perempuan muda itu ikut bergerak menyalurkan ketenangan pada Sherina."Mbak mau kita anter pulang atau.."

"Loh, Sher?" Hilya yang baru kembali dari toilet menatap heran mendapati beberapa orang tengah berkerumun mengelilingi sepupunya tersebut. "Kenapa ini?" Ia tak bisa menyembunyikan kekhawatiran ketika mendapati wajah pucat Sherina.

"Ini loh. Tadi mbaknya.."

"Dimas, Ya." Sherina sudah sedikit terlihat tenang ketika nama itu meluncur dari bibirnya. Membuat Hilya seketika mengerti apa yang sedang terjadi.

**********

"Hh?" Sherina terkesiap ketika ia mendengar Hilya menyebut namanya.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang