4

540 43 903
                                    

Sadam baru saja memarkir mobilnya tepat di depan bangunan bergaya klasik modern itu. Dominan warna pastel yang tampak pada bagian luarnya membuat siapapun pasti paham bahwa tempat ini di desain sesuai pesanan seorang wanita.

"Mm.. Dam." Sherina akhirnya bersuara saat Sadam masih sibuk memperhatikan bangunan di depan mereka dari balik kemudinya.

"Ya?" Pria itu terlalu cepat menanggapi membuat suasana di dalam mobil itu semakin terasa canggung.

"Makasih ya udah mau nganterin balik."

Sadam tersenyum lembut sambil melepas sabuk pengamannya. "Sama-sama, Sher." Katanya membuka pintu mobil.

Sherina tahu bahwa tanpa ijin darinya pun, pria tampan di sampingnya ini pasti tetap akan berusaha mendekatinya. Melakukan semua hal untuk bisa mendapatkan perhatiannya. Seperti sekarang saja misalnya, pria itu terlihat buru-buru menghampiri pintu mobil Sherina bermaksud membukanya untuk perempuan itu. Tapi yang terjadi adalah Sherina lebih dulu turun dari mobil sebelum Sadam sempat melakukan niatnya.

Berusaha menutupi rasa kikuknya, Sadam kemudian berkata, "Aku.. temenin sampai depan pintu, boleh?"

Oh, baiklah akan tidak sopan jika Sherina menolak yang satu ini. Toh, Sadam hanya berniat mengantarnya sampai pintu masuk. Tidak lebih. Membuat Sherina akhirnya mengangguk mengiyakan.

"Sher." Sadam sekali lagi mengikis kebisuan yang lagi-lagi mengiringi langkah pelan mereka.

"Ya, Dam?"

"Kamu.. udah lama kerja disini?"

"Hampir dua tahun."

"Ikut orang atau punya kamu sendiri?"

"Join sama sepupu aku. Jadi awalnya akuu sama Hilya tuh bikin usaha ini biar kita nggak terikat jam kerja aja gitu. Biar bisa ngelakuin banyak hal lain yang kita suka."

"Hilya ini sepupu kamu yang tinggal di Jakarta itu? Yang kata kamu nggak mau kalau nggak liburan sama kamu?"

Sherina tertawa pelan. Ya, sejak kecil Hilya dan Sherina memang tak terpisahkan kecuali oleh jarak tempat tinggal mereka. Sherina yang tinggal di Bandung sementara Hilya menetap di Jakarta."Masih inget aja."

"Inget dong. Kamu ekspresif banget soalnya kalau nyeritain kelakuan randomnya sepupu kamu itu."

"Oya?" Sherina tertawa pelan menanggapi. " Eh, Dam."

" Ya, Sher?" Sadam menjawab tenang. Diam-diam bersyukur bahwa ia tak terlihat terlalu bersemangat menanggapi seperti tadi.

"Mau masuk dulu nggak nih?" Tanya Sherina ketika kini mereka berada tepat dibalik pintu kaca tersebut. "Aku kenalin ke Hilya."

Sadam menatap jam tangannya. "Kapan-kapan aja ya? Aku mesti buru-buru balik buat ngecek progres rumah soalnya. Nggak apa-apa kan?"

"Ya nggak apa-apa dong. Lagian Hilya juga nggak penting-penting amat buat dikenalin ke kamu." Canda Sherina membuat pria tersebut tertawa pelan. "Santai aja lagi."

"Ya udah, aku balik dulu." Kata Sadam berpamitan.

"Hati-hati di jalan ya."

Sadam mengangguk."Mm.. Sher."

"Ya?"

"Aku serius soal minta ijin tadi." Sadam kali ini terdengar bersungguh-sungguh.

"Dam.."

"Sorry kalau ini kedengeran maksa dan membebani kamu banget." Pria itu buru-buru menambahkan." Tapi tolong jangan lama-lama ya, Sher? Biar aku tahu mesti bersikap gimana ke depannya sama kamu."

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang