**********
Ketika lift itu bergerak naik, Sherina menghela nafas pelan. Ia baru saja membalas pesan Arif yang menanyakan keberadaannya ketika tak sengaja ia melihat nama kekasihnya yang berada tiga baris dibawah nama produsernya tersebut. Perempuan itu menatap kesal pada pesan terakhir yang dikirimkan Sadam padanya. Sudah dua hari berlalu dan pria sialan itu sama sekali tak ada kabar. Tidak tahukah dia betapa Sherina merindukannya?
Iya, Sherina tahu dan paham sekali bahwa Sadam pasti sedang sibuk dengan Suri nya. Tapi tidakkah pria itu juga merindukannya? Atau jangan-jangan selama ini hanya Sherina saja yang merasa jatuh cinta? Ah sudahlah, persetan dengan Sadam. Sekarang bukan saatnya memikirkan hal konyol seperti ini.
Perempuan itu lantas memperbaiki postur dan mimik wajahnya ketika angka di salah satu sisi lift tersebut menunjukkan bahwa ia sudah sampai di lantai tujuannya. Ia lantas melangkah keluar dari benda kubus tersebut lalu sekali lagi memastikan penampilannya di depan pintu lift yang kembali tertutup itu sebelum kemudian melangkah menuju ruang rapat yang ada di ujung koridor di sebelah kanan.
"Eh mbak Sherina." Andin, sekretaris Arif menyapanya saat mereka berpapasan.
"Pagi, Mbak Andin." Sherina tersenyum membalasnya. "Mas Arif udah di dalem kan?"
"Masih di ruangannya. Tapi di dalem udah ada pak Sadam kok."
Sherina terpaku. "Ada siapa, Mbak?" Tanyanya. Memastikan sekali lagi kalau ia tak salah dengar. Ya, mungkin saja ia terlalu merindukan pria itu sampai-sampai telinganya juga bisa berhalusinasi.
Andin tersenyum geli melihat ekspresi Sherina. "Pak Sadam, Mbaak."
"Sadam Ardiwilaga?" Sherina sekali lagi memastikan.
"Emang mbak Sherina kenal Sadam yang lain yang bikin film ini?" Canda Andin tepat saat ponselnya berbunyi. "Eh, mbak. Saya tinggal dulu ya. Mau koordinasi konsumsi rapat sama OB." Katanya setelah membaca pesan yang masuk ke ponselnya.
Begitu Andin berlalu, Sherina langsung saja bergegas menuju ruang rapat memastikan bahwa apa yang dikatakan sekretarisnya Arif tadi bukanlah sebuah kebohongan atau lelucon konyol di pagi hari. Dan ya, tentu saja Andin tidak sedang bercanda karena sekarang ia bisa melihat pria itu sedang sibuk berbicara dengan ponselnya sambil duduk di salah satu kursi yang mengelilingi meja rapat tersebut.
Sadam tersenyum sekilas menyapa kekasihnya sebelum kembali berbicara lembut dengan seseorang di ujung sambungan. "Udah dulu ya, Nak. Papa kerja dulu. Iyaa. Nanti papa sampein hadiahnya ke mama Sher. Iya, sayaang. Nanti dikasih tau kamarnya Suri yang disini biar mama yang pilihin warnanya buat Suri. Sekarang Suri tutup teleponnya dulu yaa. Bye, Sayangnya papa. I love you."
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
FanfictionJika kau mencintainya, lepaskan. Biarkan ia bahagia dengan hidupnya. Tapi jika ia kembali maka ia milikmu selamanya. Karena cinta selalu punya cara untuk menemukan jalan pulang DISCLAIMER : This is a work of fiction. Unless otherwise indicated, all...