"Tapi Suri nggak mau mama Sher pergiii." Suri menangis keras ketika kini ia sedang berada di kamar Sherina. Gadis kecil itu tadi diperintahkan oma nya untuk memanggil mama Sher nya dan mengajaknya turun untuk makan malam ketika ia melihat Sherina sedang sibuk dengan kopernya.
"Looh, mama Sher kan harus kerja, Naak." Sherina berusaha menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti.
"Mama nggak usah kerjaa di rumah aja sama Suriii. Biar papa aja yang kerjaaaa." Tangis itu semakin menjadi membuat Sherina menghela nafas sebelum ia mengangkat tubuh Suri dan menempatkan di pangkuannya.
"Papa kan kerja buat kebutuhan Suri bukan buat mama Sher." Sherina menghapus air mata yang membasahi wajah menggemaskan itu. "Suri kan butuh sekolah, butuh makan, butuh main. Iya kan?" Katanya membuat Suri mengangguk di sela tangisnya. "Jadi kalau papa kerja juga buat mama kan kasian."
"Tapi papa nya temen-temen Suri kerja buat mama temen-temen Suri juga, Maa. Kok papa Suri nggak kerja buat mama Sher?" Tangis Suri mulai mereda berganti dengan isakan dan rasa penasaran.
"Itu kan karena mama sama papa temen-temen Suri udah lamaaa banget tinggal satu rumaah."
"Mama kan juga udah lama tinggal satu rumah sama Suri sama papaa." Gadis kecil itu kembali menangis sebelum sesaat kemudian berhenti kembali lalu menatap jari-jarinya menghitung sesuatu. "Udah tujuh kali bobook." Katanya kembali menangis menatap mama Sher nya di ujung kalimat. Membuat perempuan itu mau tak mau tertawa geli melihat kelakuan putri kekasihnya tersebut.
"Emang Suri nggak bosen ketemu mama Sher tiap hari?" Goda Sherina membuat gadis kecil di pangkuannya itu menggeleng. Kuncir dua itu bergerak seiring gerakan kepala Suri membuatnya terlihat semakin menggemaskan.
"Mama Sher kan suka ngelarang-ngelarang Suri makan permen banyak-banyak. Suka nggak ngebolehin Suri makan coklat sebelum tidur. Suri mau tiap hari begitu kalau mama Sher disini terus?"
Gadis kecil itu seketika berhenti menangis. Ya benar, mama Sher sedikit menyebalkan kalau soal permen dan coklat. Tapi hanya sedikit. Sedikit sekali menurut Suri.
"Kalau gitu mama Sher kerjanya jangan lama-lama." Suri memberengut manja.
"Iyaa."
"Janji?" Suri mengulurkan jari kelingkingnya.
Sherina tertawa pelan kemudian mengaitkan jari kelingkingnya dengan milik Suri."Janjii."
"Berapa kali bobok?"
Sherina menampilkan ekspresi seolah ia sedang menimbang dan menghitung di dalam otaknya. Sesaat kemudian ia kembali menatap Suri sambil tersenyum. "Tanya papa aja yuk?"
Suri seketika berdiri dan menarik tangan mama Sher nya. Mengajaknya segera turun untuk menemui papa yang dia ingat tadi sedang membantu oma menata meja makan.
.
.
"Dam, Ditha kenapa tiba-tiba balik ke Belanda tadi pagi?" Pak Ardiwilaga yang baru saja selesai menata piring untuk mereka bertanya pada putranya yang baru saja kembali sambil membawa sepiring lauk.
FLASHBACK
Sadam baru saja sampai di anak tangga teratas ketika ia mendapati Ditha melangkah cepat keluar dari kamar menuju kamar Suri. Dari caranya berjalan terlihat sekali kalau perempuan itu sedang tidak bisa mengontrol apapun emosi yang sedang dia rasakan. Khawatir kalau temannya itu berbuat onar di kamar putrinya, Sadam segera saja mengikuti ketika ia mendapati bahwa Ditha membuka kasar pintu kamar tersebut.
Pria itu baru sampai di depan pintu ketika ia mendapati Ditha tiba-tiba menampar kekasihnya. Brengsek! Berani sekali perempuan itu menyentuh kekasihnya. Tidak ada yang boleh menyakiti calon istrinya meskipun itu adalah Ditha, sahabat sekaligus tante dari Suri.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
FanfictionJika kau mencintainya, lepaskan. Biarkan ia bahagia dengan hidupnya. Tapi jika ia kembali maka ia milikmu selamanya. Karena cinta selalu punya cara untuk menemukan jalan pulang DISCLAIMER : This is a work of fiction. Unless otherwise indicated, all...