Chapter 2: Perplexity & Explanation
---
Kebingungan melandaku. Tanpa pikir panjang, aku bergegas keluar dari toilet itu. Apa yang kulihat barusan—apakah ini sekolahku, tapi versi tiga tahun lalu? Rasanya mustahil. Tapi... semuanya terlihat sangat nyata.
Untuk memastikan, aku berlari menuju ruang kelas 7-B, kelasku di masa itu. Langkahku penuh keraguan, tapi keinginanku untuk tahu lebih besar dari rasa takutku.
Sesampainya di depan kelas, aku mengintip lewat jendela.
"Apa-apaan ini?! Mereka benar-benar teman sekelasku dulu..." pikirku sambil tertegun.
Mataku terpaku pada seseorang di pojok kelas. Sahabat lamaku, duduk di sana, persis seperti kenangan yang membekas dalam pikiranku. Namun, ada yang aneh—yang duduk di sampingnya bukanlah aku.
Tanpa berpikir panjang, aku menerobos masuk ke dalam kelas, mengabaikan tatapan bingung para murid. Aku mendekati papan tulis, lalu meraih daftar nomor absen yang tertempel di sana. Tanganku gemetar saat mataku menyusuri nama-nama itu satu per satu.
"Hah?! Tidak ada... Namaku nggak ada di sini!"
Semua murid mulai berbisik, merasa terganggu oleh kehadiranku. Salah satu dari mereka, seorang siswi dengan rambut sebahu, bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menghampiriku.
"Maaf, Kak. Kakak cari siapa ya?" tanyanya sopan, meski wajahnya memancarkan kebingungan.
Aku menatapnya lekat. Wajahnya begitu familier. Kaede Miyuki. Tapi... bagaimana mungkin dia tidak mengenaliku?
"Eh, maaf... Aku kayaknya salah masuk kelas," ucapku canggung, mencoba menahan rasa panik. "Maaf sudah mengganggu kalian, ya."
Tanpa menunggu reaksi mereka, aku keluar dari kelas itu dengan langkah terburu-buru. Pikiranku kacau. Aku berusaha menenangkan diri di lantai satu gedung sekolah, tapi semuanya terasa makin janggal.
Seketika, sebuah ide terlintas di benakku. Gedung asrama! Jika ini benar-benar masa lalu, mungkin kamarku masih ada di sana.
Aku berlari menuju gedung asrama, melewati lorong demi lorong hingga tiba di depan deretan pintu kamar. Jantungku berdegup kencang saat mencari kamar bernomor 13B.
"13B... Di mana ya?" gumamku sambil menyusuri setiap pintu.
Akhirnya, aku menemukannya. Namun, saat membaca nama yang terpampang di pintu itu, tubuhku langsung membeku.
"Casstar Isogai...? Ini... ini kamar dia?!"
---
Sementara itu, di masa sekarang, sekumpulan pria berpakaian ilmuwan memasuki toilet sekolah. Salah satu dari mereka berhenti di depan pintu bilik yang sedikit terbuka.
"Hah? Sepertinya ada yang baru saja pakai WC ini, Prof," lapor pria itu.
Profesor yang berdiri di tengah hanya mengangkat bahu. "Harusnya tidak masalah. Kita sudah beberapa kali menggunakan toilet ini tanpa insiden."
"Tapi, bukankah ini bisa membahayakan? Sebaiknya kita blokir saja aksesnya," saran salah satu asisten.
Profesor itu menggeleng. "Tidak perlu repot. Mesin ini hanya kami gunakan untuk benda mati. Struktur atom makhluk hidup terlalu kompleks untuk dipindahkan begitu saja. Tidak akan ada dampak pada manusia."
Dia melanjutkan dengan nada tegas, "Lagian, tanda ‘Dilarang Masuk’ sudah kita pasang di depan pintu. Fokus saja pada penelitian kita!"
Para ilmuwan lainnya hanya mengangguk patuh. Profesor itu kemudian mulai menjelaskan konsep mesin yang sedang mereka kerjakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Chrono-Flux
AdventureSemua orang pasti mau bisa melakukan perjalanan waktu. Begitu juga dengan Arata Satou, seorang siswa kelas 10 yang bersekolah di salah satu sekolah paling ternama di Asia Tenggara. Cerita bermula dengan Arata yang awalnya hanya ingin pergi ke toile...