Volume 2: Chapter 9.5

2 1 0
                                    

Chapter 9.5: Incandescent

---

Zeca terengah-engah, mencoba menghirup udara di tengah tekanan yang hampir menghancurkan tulang-tulangnya. Tatapan emas Arata seperti menembus inti jiwanya, seolah menyuarakan satu pesan: penyesalan. Tapi Zeca tidak bisa berhenti dan menyerah. Tidak sekarang.

“Permainan?” Zeca tersenyum kecil, getir. Dia memejamkan matanya, hatinya berpijar, membiarkan ingatan yang terkubur di masa lalu melintas seperti proyektor yang menyala dalam gelap.

---

Tahun 2010, Universe-1999

Suara ledakan memekakkan telinga. Di pusat kota Luminia, portal-portal bercahaya ungu dan kelam terbuka seperti luka menganga di langit. Orang-orang berteriak, berlarian, mencoba melarikan diri dari tarikan gravitasi yang tak tertahankan.

Di salah satu sisi kota, seorang wanita tua dengan napas tersengal-sengal menggenggam tangan dua anak kecil—seorang gadis dan seorang bocah lelaki. Mereka adalah Isabella Romano dan Zeca Alvaro, yang kala itu baru berusia 7 dan 6 tahun.

“Ayo, jangan berhenti!” seru seorang wanita tua, bernama Maria.

Keduanya mengikuti tanpa pertanyaan, meski mata mereka terus menatap langit yang kini dipenuhi retakan dimensi. Dalam keheningan yang aneh, hanya ada satu hal yang tertanam di benak Zeca kecil—bayangan seorang pria dan wanita yang berdiri di depan portal besar, tersedot ke dalam kehampaan.

Itu adalah terakhir kalinya dia melihat kedua orang tuanya.

---

Tahun 2018

Zeca menggeretakkan giginya, menatap ruangan yang selama bertahun-tahun dikunci oleh nenek Maria. Tangan Isabella ada di pundaknya, mencoba menenangkannya.

“Kalau kau siap,” kata Isabella pelan.

“Aku tidak tahu apa itu 'siap',” jawab Zeca. Namun, dia tetap mendorong pintu tua itu, yang mengeluarkan bunyi derit panjang.

Di dalam ruangan, Zeca dan Isabella melihat dunia baru—–catatan fisika yang rumit, diagram aneh, dan perangkat teknologi yang seakan berasal dari masa depan. Di salah satu sudut, sebuah benda berbentuk jam tangan antik dengan layar retak menarik perhatian Zeca.

“Itu milik ayahmu,” kata nenek Maria yang ternyata sedari tadi berdiri di belakang mereka. “Dia menyebutnya, Horologe. Alat ini belum sempurna. Tapi mungkin, kalian bisa memperbaikinya saat sudah dewaasa.”

Zeca memegang jam itu dengan hati-hati. “Ini… perangkat yang bisa membuka portal?”

Nenek Maria mengangguk. “Tapi teknologi itu juga yang menghancurkan semuanya.”

Isabella menatap Zeca. “Kalau kita bisa memperbaikinya, kita mungkin bisa menutup portal yang tersisa. Atau…”

“Menemukan mereka yang hilang...” potong Zeca, suaranya bergetar.

Malam-malam berikutnya, kakak beradik itu tenggelam dalam penelitian. Isabella menghabiskan waktu memahami teori fisika yang tertulis di catatan, sementara Zeca mencoba mengotak-atik Horologe dengan tangannya sendiri.

“Kalau ini berhasil,” kata Zeca suatu malam, “kita bisa menyelamatkan dunia. Tapi…”

“Tapi apa?” tanya Isabella.

“Kita... mungkin juga bisa menghancurkannya.”

---

Tahun 2020

Chrono-FluxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang