two

918 49 0
                                    

Setelah selesai mengobati luka Lana di rumah sakit, kini mereka sedang diperjalanan menuju mansion tuan Arman.

Nama pria itu Evans Arman Valentino, nama yang tampan seperti orangnya, Lana menyebutnya tuan Arman.

"Tuan apa rumahmu masih jauh? perjalanan kita sudah hampir dua jam setelah di rumah sakit tadi,"

Mencoba memecah keheningan, Lana bertanya kepada Arman, ia merasa seperti diculik dan akan dibawa jauh saja, apalagi dengan pria yang baru tadi siang ia kenal, kenapa pikiran Lana jadi resah begini? Jika bukan karena rasa tanggung jawab, ia tidak mau ikut dengan pria itu.

"Rumahku di dekat hutan, sebentar lagi sampai,"

Arman menjawab pertanyaan Lana tanpa ekspresi, suaranya yang berat itu.. membuat Lana merinding.

Tapi apa pria ini tidak memiliki ekspresi? Wajahnya selalu datar namun, Lana melihat kesamping tepat pria itu sedang mengemudi-ya ampun!

Apa yang Lana lihat itu? Seorang pria dengan kemeja yang terbuka dua kancing di bagian atas dan dasi yang tidak rapi namun sangat mempesona, Arman sangat tampan! Rahang yang tegas, bibir tebal yang berwarna merah muda, hidung yang mancung, dan...

"Lana?" panggil pria itu, Lana malu karena tertangkap basah sedang menatap wajah Arman.

"I-iya tuan? ada apa?" jawab Lana sembari mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil lalu suasana kembali hening.

Lana merasa mengantuk sekali, entah ini pukul berapa Lana tidak tahu tapi sepertinya ini sudah sore, Lana tidak membawa ponsel, ponsel Lana rusak, dua hari yang lalu ponsel Lana tercebur ke dalam air di wastafel saat sedang mencuci piring, Lana belum sempat memperbaikinya apalagi membeli yang baru, huh..

Lana ingin bertanya pukul berapa sekarang kepada Arman, tapi Lana merasa takut, tapi kenapa Lana harus merasa takut? Arman tidak akan mengigit bukan?

"Tu-tuan Arman, pu-pukul berapa sekarang?"

Sepertinya Lana menyesal sudah mengeluarkan suara, suara Lana tidak bisa diajak kompromi dan malah terdengar gugup.

"Kita sudah sampai, disana rumahku,"

Bukannya menjawab pertanyaan Lana, Arman sudah lebih dulu keluar dari dalam mobil dan membukakan pintu mobil untuk Lana, padahal tidak perlu dibukakan ia juga bisa sendiri, Lana jadi salah tingkah, bahkan Zafir saja tidak pernah seperti ini kepadanya, huh..

Setelah keluar dari dalam mobil, Lana melihat sekitar dan langsung sadar dirinya sedang berada di tengah hutan. Mengapa mansion pria itu berada di tengah-tengah hutan seperti ini?

"Tuan? Apa itu rumahmu?"

Lana bertanya sembari menunjuk satu-satunya rumah besar yang ada didepan sana.

"Gadis pintar! Benar Lana itu rumahku, rumahku sangat indah 'kan Lana?"

Ucapnya terdengar... Entahlah apa Arman sedang menakuti Lana?

"Indah? Itu terlihat seram tuan Arman!"

Karena takut Lana sedikit menaikan nada bicara dan tak sengaja membentak Arman.

Arman sedikit terkejut lalu dia menatap dalam mata Lana, dan Lana pun sama, ia menatap mata Arman, mereka saling bertatapan sejenak lalu Lana kembali membuka suara.

"Maaf aku-- apa rumah menyeramkan seperti itu harus ku sebut indah? Tuan Arman apa kau tidak merasa takut?" Lirih Lana kepada pria dihadapannya itu.

"Sungguh rumahku yang indah itu tampak menyeramkan dimatamu? Takut? Aku tidak takut apapun Lana,"

Ucap Arman menjawab pertanyaan Lana sembari memegang pundak gadis itu, Lana ingin menangis saja rasanya.

"Lana.. kita masuk kedalam rumahku, aku yakin kau tidak akan mengatakan bahwa rumahku menyeramkan setelah kau melihat sendiri dengan matamu,"

Arman terlihat semangat sembari menarik-narik lengan Lana.

Namun sepertinya alarm tanda bahaya muncul di hati Lana, Lana tidak mau masuk kerumah yang menyeramkan seperti dihadapannya itu, Lana menepis tangan Arman yang sedang menarik-narik lengannya kemudian berlari memasuki hutan menjauhi Arman.

•••

Matahari sudah hampir tenggelam, Lana masih berlari sejauh mungkin menghindari Arman yang berbeda seperti Arman yang mengantarnya ke rumah sakit tadi siang.

Lana merasa pusing, mungkin karena perutnya kosong, ia belum makan lagi sejak tadi pagi.

Melihat kebelakang ternyata Arman tidak mengejarnya, bukan merasa senang karena pria itu tidak mengejarnya Lana justru merasa semakin takut.

Karena selalu melihat kebelakang, Lana tidak terlalu memperhatikan langkahnya dan terus berlari hingga ia jatuh dan kakinya terperangkap seperti terkena jebakan.

Kedua kaki Lana terikat besi, tepat disaat Lana meringis karena kesakitan, suara tembakan pistol terdengar dengan suara langkah kaki yang mendekat kearahnya.

"Berlari-lari dihutan sepertinya lebih menyenangkan daripada masuk ke dalam rumahku Lana?" suara bariton itu terdengar dibelakang tubuhnya.

Lana menangis dan berteriak mencoba meminta tolong meskipun mustahil ada orang yang menolongnya dihutan yang bahkan Lana pun tidak tahu hutan apa ini.

Disaat Lana ketakutan dan tidak tahu harus bagaimana, Lana merasakan kepalanya sakit sekali seperti dihantam batu besar, satu hal yang Lana lihat sebelum semuanya menjadi gelap tubuhnya diangkat oleh tangan kekar Arman.

Aku pasti akan dibawa kerumah yang menyeramkan itu pikir Lana.

"Kau tidak bisa pergi dariku lagi Lana. Bukankah kau sendiri yang mengatakan kau akan menjadi pelayanku? Lalu kenapa kau lari dariku sayang? Jangan takut aku tidak akan menyakitimu lagi,"

Suara terakhir yang Lana dengar dan Lana tidak mendengar atau melihat apa-apa lagi, Lana pingsan.

**

TBC.

Only MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang