eight

544 27 19
                                    

"Memiliki kehidupan yang tidak kau inginkan saat ini, bukan berarti dirimu manusia yang buruk dikehidupanmu sebelumnya,"

Lana melihat seorang pria dengan pakaian serba putih tengah berdiri membelakanginya.

"Dimana aku? Apa aku sudah tiada?"

Lana bertanya dalam hatinya. Matanya memperhatikan sekeliling tempat ia dan pria itu berdiri sekarang. Seperti taman dan banyak sekali bunga-bunga yang bermekaran. Lana pikir dirinya sedang dihadapkan dengan malaikat.

"Tidak, kau tidak boleh mati sekarang,"

Ucap pria itu sembari membalikkan tubuhnya,

"Apa kau–– kak Dana?"

Setelah melihat pria itu, ternyata dia bukan malaikat, melainkan kakak tertua Lana yang sudah meninggal dunia.

Apa Lana pernah bercerita tentang keluarganya? Belum ya? Lana adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Kakaknya bernama Reza Dana Anhar adalah putra sulung yang sudah meninggal dunia sekitar lima tahun yang lalu saat Lana masih berusia delapan belas tahun.

"Kakak..."

Lana yang merasa teramat sangat rindu dengan sosok yang sudah tiada lima tahun yang lalu itu memeluk tubuhnya dan menumpahkan air matanya.

"Adikku.. adikku yang malang.." ucap Dana sembari mengelus kepala adiknya.

"Aku tidak menyangka akan bertemu dan memeluk kakak setelah sekian lama.." ucap Lana sembari mengusap air mata yang terus membasahi pipinya.

"Kakak apa aku bisa membeli mesin waktu? Aku ingin mempunyai mesin waktu supaya bisa mengulang kembali masa kecil kita kak.."

Dana hanya tersenyum mendengar keinginan adiknya yang sangat mustahil itu.

"Selain ingin mati dan ingin mempunyai mesin waktu, kenapa keinginanmu itu membuatku sedih Lana?"

Lana terisak dan menundukkan kepalanya karena mendengar ucapan kakaknya itu.

Kematian dan mesin waktu? Lana sadar itu adalah hal yang mustahil Lana dapatkan. Kecuali opsi pertama, mungkin akan Lana dapatkan?

"Tidak ada mesin waktu Lana.. dan mesin waktu tidak akan pernah ada," ucap Dana membuat kepala Lana mendongak menatap matanya.

"Kau tahu kenapa? Karena jika itu ada. Manusia tidak akan pernah merasakan kehilangan atau perpisahan dalam hidupnya. Manusia yang naif mungkin akan mengulang, mengulang dan mengulang hidupnya dengan mesin waktunya itu."

"Tapi kak Dana, aku ingin bersama kakak seperti dulu.. kakak ikutlah bersamaku.. kita pergi kerumah bapak sama ibu. Mereka pasti bahagia liat kakak,"

Lana yakin kalau ini semua bukan mimpi, ia mencoba mengajak Dana untuk ikut bersamanya kembali.

"Ayo kak! Ayo kita pulang kerumah kita," ucap Lana lagi terdengar antusias sembari menarik lengan Dana.

"Tugasku sudah selesai adikku.." ucap Dana mencoba melepaskan genggaman tangan sang adik.

"Aku tidak bisa kembali kesana bersamamu.. kau bisa bertemu denganku disini karena kau sekarang sedang berada diujung maut,"

Lana yang mendengar itu hanya tertawa. Lana sendiri bingung kenapa dirinya tertawa?

"Diujung maut? Aku? Tidak mungkin kak.. kau tidak bisa membohongiku aku sudah besar sekarang,"

ucap Lana, namun hati Lana berbanding terbalik dengan wajahnya yang sedang tertawa itu. Hati Lana merasa sakit sekali. Lana sadar ia pasti sedang koma karena kecelakaan hari itu.

"Kembalilah Lana, kembalilah sekarang.. tugasmu belum selesai, kembalilah,"

Dana menuntun Lana menuju gerbang. Entah gerbang apa yang jelas gerbang ini sangat besar dan seperti menghubungkan antara dua dunia.

"Jika tugasku belum selesai lalu kenapa kau bilang tugasmu sudah selesai? Aku tidak akan pergi jika kakak tidak mau ikut denganku! Ayo kak ikut denganku.."

Lana menarik lengan Dana dan tidak mau menyerah.

"Jangan kekanak-kanakan Lana! Kau bilang kau sudah dewasa sekarang!"

Dana yang tidak sengaja membentak adiknya itu langsung membalikkan tubuhnya membelakangi Lana.

"Kalau begitu.. biar saja aku disini bersamamu kak, aku tidak mau kembali."

Lana sangat keras kepala kepada kakaknya itu.

"Lagipun untuk alasan apa aku harus kembali lagi kesana? Disana aku sendirian kak, hidupku.. selalu sulit.."

"Jika kau ingin tetap berada disini. Itu artinya kau tidak mau melanjutkan hidupmu bersama suamimu yang mencintaimu mati-matian Lana?"

"Maksud kakak? Siapa pria yang mencintaiku mati-matian? Tidak mungkin dan jangan bilang itu Zhafir?"

Pertanyaan Lana mendapatkan gelengan dari sang kakak. Dana menatap mata Lana lalu memegang pundak gadis itu.

"Dengar adikku.. kau tahu aku mati karena kecelakaan bukan? Apa bapak sama ibu tidak memberitahumu bahwa kau hilang ingatan dan kepalamu rusak parah setelah kecelakaan yang terjadi bersamaku? Kau selamat sedangkan aku tidak. Aku mati. Kau hilang ingatan Lana. Kau koma dua tahun sesudah kecelakaan itu terjadi."

Lana tercengang mendengar ucapan Dana sekaligus merasa dibohongi oleh kedua orang tuanya. Setelah kecelakaan itu, memang Lana sempat bingung mengenali dirinya sendiri dan bapak bilang, Lana hanya jatuh dari kamar mandi hingga kepalanya berdarah. Begitu saja dan tidak menceritakan tentang kecelakaan bersama sang kakak.

Padahal Lana hilang ingatan bukan karena jatuh dari kamar mandi, Lana hilang ingatan karena kecelakaan bersama kakaknya dan Lana juga sempat koma selama dua tahun.

"Tidak mungkin. Setelah menjadikanku sebagai alat penebus hutang bapak sama ibu juga membohongiku?" lirih Lana, "Itu tidak mungkin,"

"Pria yang sangat mencintaimu itu sangat sedih karena kau tidak mencintainya lagi. Mencintainya? Bahkan kau tidak mengenalinya Lana. Dan itu terjadi karena aku... Maafkan aku..."

"Tidak kak, apa yang kau katakan? Kau tidak berbuat salah aku benci melihatmu menyesal disini,"

"Bagaimana aku tidak menyesal? Adikku yang akan menikah saat itu harus menundanya karena koma selama dua tahun dan ketika sadar ia tidak mengenali calon suaminya sendiri. Itu semua karena aku Lana,"

"Apa? Aku akan menikah saat itu? Dengan siapa? Siapa pria yang sangat mencintaiku itu?"

"Kembalilah sekarang Lana, temukan pertanyaan dari jawaban-jawaban yang menumpuk dihatimu. Dan aku yakin pria itu, calon suamimu masih menunggumu sampai sekarang. Temukan dia."

Setelah memberitahu kebenaran yang tidak Lana ketahui. Dana mendorong tubuh Lana ke luar gerbang itu. Tubuh Lana melayang seperti terjatuh dari atas ketinggian.

"Kakak!!"

"Ingat pesanku Lana, jangan pernah membenci bapak dan ibu.. jangan pernah adikku.. jangan pernah kau membenci mereka,"

Lana memejamkan matanya. Siap tak siap waktu akan membawanya kemana setelah ini.

"Bagaimana caranya aku tidak membenci bapak dan ibu setelah semua yang terjadi? Bagaimana ya Tuhan.. "

**

"Suster, siapkan ruang operasi. Denyut nadi pasien tiba-tiba melemah."

Di suatu ruangan serba putih itu. Terlihat seorang dokter dan empat orang suster tengah melakukan tugasnya.

Lana. Perempuan malang itu terbaring lemah dengan banyak alat medis ditubuhnya.

"Siapkan alat pacu jantung! Sekarang!"

Deg! deg! deg!

**

TBC

Only MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang